Tipu-Tipu Israel kepada Dunia, Gaza bak 'Neraka' di Bumi-PBB Teriak

6 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Dua hari setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan pencabutan blokade atas Gaza, situasi di lapangan menunjukkan kenyataan berbeda. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan Israel masih menghalangi masuknya bantuan makanan ke wilayah yang tengah dilanda kelaparan ekstrem, memperparah krisis kemanusiaan yang telah berlangsung lebih dari sebelas minggu.

Hingga Selasa (20/5/2025), hanya lima truk bantuan yang berhasil mencapai Gaza, namun distribusinya belum diizinkan oleh otoritas Israel, kata Jens Laerke, juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) dalam konferensi pers di Jenewa. Sementara itu, sekitar 100 truk bantuan lainnya telah disetujui untuk masuk, namun belum diberi izin menyeberang.

"Pengiriman tersebut bahkan hanya seperlima dari jumlah bantuan harian sebelum perang dimulai, ketika kondisi pangan masyarakat Gaza masih terpenuhi," ujar Laerke, dilansir The Guardian.

Sementara pihak berwenang Israel mengeklaim bahwa 93 truk telah memasuki Gaza pada hari yang sama, mereka tidak memberikan informasi apakah muatan berupa makanan dan obat-obatan tersebut telah diizinkan untuk dibagikan kepada warga.

Kelaparan yang kini mengancam lebih dari dua juta penduduk Gaza telah memicu kemarahan global dan tekanan diplomatik terhadap pemerintahan Netanyahu. Pada Minggu malam, Netanyahu mengumumkan bahwa Israel akan mengakhiri pengepungan tersebut karena "krisis kelaparan" dikhawatirkan merusak citra negara itu di mata internasional.

Namun, pernyataan tersebut ditanggapi skeptis oleh berbagai pihak. Yair Golan, pemimpin partai Demokratik (oposisi tengah-kiri) yang juga mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel, menyatakan bahwa reputasi Israel sudah terlanjur rusak akibat serangan yang menurutnya terlalu brutal.

"Negara yang waras tidak berperang melawan warga sipil, tidak membunuh bayi sebagai hobi, dan tidak menjadikan pengusiran suatu populasi sebagai tujuan," kata Golan kepada stasiun radio Reshet Bet.

Ia menuding bahwa kebijakan pemerintah Netanyahu membuat Israel terisolasi seperti Afrika Selatan pada era apartheid.

Pernyataan Golan langsung ditanggapi keras oleh Netanyahu yang menyebutnya sebagai "fitnah antisemit yang hina terhadap tentara dan negara Israel." Namun, Golan tidak mundur dan kembali mengukuhkan pernyataannya dalam konferensi pers.

Ia mengatakan bahwa meskipun perang di Gaza bermula dari pembalasan atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik 250 lainnya, namun konflik ini telah berubah menjadi "perang yang korup."

Ia juga mengkritik pihak kiri Israel yang menurutnya terlalu takut untuk bersuara lantang terhadap situasi kemanusiaan tersebut.

Selama konflik, mayoritas protes di kalangan Yahudi Israel lebih banyak terfokus pada kegagalan pemerintah dalam membebaskan sandera atau cara pelaksanaan operasi militer, ketimbang jumlah korban warga Palestina atau kehancuran yang terjadi di Gaza. Mereka yang mencoba menyuarakan penderitaan rakyat Palestina justru kerap menghadapi represi aparat.

Senin lalu, polisi Israel menangkap sejumlah aktivis anti-perang yang menggelar protes di dekat perbatasan Gaza sambil membawa foto anak-anak Palestina yang tewas akibat serangan udara Israel. Mereka ditahan semalam dan kemudian dikenakan tahanan rumah. Salah satu dari mereka adalah Alon-Lee Green, ko-direktur gerakan Palestina-Israel Standing Together.

"Ketika demonstran damai diseret ke pengadilan, pemukim ekstremis sayap kanan justru diizinkan masuk ke Gaza secara ilegal, menyerang warga Palestina di Tepi Barat, dan menyelenggarakan konferensi pemukiman di perbatasan Gaza dengan impunitas penuh. Ini mengungkap standar ganda berbahaya dalam penggunaan kekuatan oleh negara," tulis Standing Together dalam sebuah pernyataan.

Sementara itu, serangan darat dan udara Israel yang terus meningkat makin memperparah penderitaan warga Gaza. Pada Selasa, serangan udara Israel dilaporkan menewaskan sedikitnya 85 orang, termasuk dalam serangan ke sebuah rumah keluarga dan sebuah sekolah yang digunakan sebagai tempat perlindungan di Gaza utara.

Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa setidaknya 22 dari korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.

Israel sebelumnya juga telah mengeluarkan perintah evakuasi untuk seluruh wilayah Khan Younis bagian tengah, kota terbesar kedua di Jalur Gaza, yang kini dinyatakan sebagai "zona tempur." Penduduk yang kelelahan dan kelaparan kembali dipaksa mengungsi, meskipun tidak ada satu pun wilayah di Gaza yang benar-benar aman dari serangan.

Hingga saat ini, jumlah korban tewas akibat serangan Israel dilaporkan telah melampaui 53.000 jiwa, dengan lebih dari separuhnya merupakan warga sipil. Menurut data dari UN Women minggu ini, lebih dari 28.000 dari korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.


(luc/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Siap Menyerang! Tentara Israel Usir Warga Palestina Dari Gaza

Next Article Tentara Israel Blokir Jalan, Ribuan Warga Gaza Tak Bisa Pulang

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|