Teknologi deepfake (ilustrasi).
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Majalah Foreign Affairs melaporkan pada Senin (29/12/2025), bahwa pengembangan kecerdasan buatan (AI), khususnya deepfake, berpotensi mengancam keamanan nuklir global. Kepala Ekonom Biro Regional Asia-Pasifik Program Pembangunan PBB (UNDP) Philip Schellekens bulan ini memperingatkan bahwa penerapan AI di bidang militer bisa menjadi ancaman terhadap eksistensi manusia dan bisa menelan korban jiwa secara masif.
Dia menekankan perlunya teknologi itu diatur agar digunakan secara sangat bertanggung jawab. Menurut laporan majalah AS itu, deepfake — manipulasi audio visual dengan AI untuk membuat konten baru yang terlihat asli dan meyakinkan — dapat memicu pemimpin-pemimpin negara bersenjata nuklir untuk melancarkan serangan nuklir.
Disebutkan, salah satu risiko utama adalah kemungkinan melimpahkan kewenangan untuk mengambil keputusan penggunaan senjata nuklir kepada sistem berbasis AI. Apalagi AI secara signifikan telah menghilangkan hambatan dalam pembuatan video, audio, atau gambar palsu sehingga informasi bohong kian mudah tersebar luas, menurut laporan itu.
Kondisi tersebut mengancam keamanan nuklir karena deepfake bisa dipakai untuk meyakinkan suatu negara bahwa mereka sedang diserang dengan senjata nuklir, tulis Foreign Affairs.
Deepfake juga bisa disalahgunakan untuk memanipulasi pemimpin negara senjata nuklir agar melancarkan serangan pendahuluan, atau digunakan untuk merekayasa alasan perang, menggalang dukungan publik terhadap konflik, serta memicu perpecahan di masyarakat, kata laporan itu.
sumber : Antara, Sputnik/RIA Novosti

2 hours ago
4

















































