Gerakan Masyarakat Adili Soeharto (Gemas) menggelar aksi penolakan rencana pemberian gelar pahlawan untuk Soeharto di depan Kantor Kementerian Sosial, Jakarta, Kamis (15/5/2025). Mereka mendesak pemerintah membatalkan rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto. Penolakan ini berdasarkan pada rekam jejak Soeharto selama 32 tahun menjabat sebagai Presiden karena diduga melakukan kekerasan terhadap warga sipil, pelanggaran HAM bahkan pelanggaran berat terhadap HAM, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, serta praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Pakar kebijakan publik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Slamet Rosyadi menilai usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden Ke-2 Republik Indonesia Soeharto perlu me lalui mekanisme uji publik yang sah sesuai prosedur yang berlaku.
"Usulan itu sah-sah saja sepanjang melalui prosedur resmi. Dalam pengusulan gelar pahlawan nasional harus ada seminar di tiga universitas nasional agar pandangan akademisi dapat menjadi dasar penilaian kelayakan seseorang," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.Ia mengatakan proses tersebut penting agar pengusulan gelar tidak menimbulkan polemik di masyarakat, terutama terhadap tokoh yang memiliki rekam jejak dengan sisi positif dan negatif seperti Soeharto.
Menurut dia, Soeharto merupakan tokoh dengan kontribusi besar dalam pembangunan, namun memiliki kontroversi yang perlu diuji secara objektif.
"Oleh karena itu, lebih baik tetap melalui mekanisme yang sudah diatur pemerintah," kata dia yang pernah terlibat dalam proses pengusulan gelar pahlawan nasional untuk Raden Mas Margono Djojohadikoesoemo yang merupakan kakek dari Presiden Prabowo Subianto.
sumber : Antara

4 hours ago
2















































