Utang Jutaan Petani dan Nelayan Akan Dihapus Prabowo

3 months ago 37

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Prabowo telah teken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang penghapusan piutang macet kepada usaha mikro, kecil, dan menengah dalam bidang pertanian perkebunan peternakan perikanan dan kelautan, serta UMKM lainnya.

Ini setelah penantian lebih dari setahun yang lalu, Presiden ke-7 Joko Widodo melontarkan ingin menghapus kredit macet UMKM, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).

Namun, teknis pelaksanaan peraturan tersebut sempat menimbulkan berbagai pertanyaan. Bahkan banyak yang meminta agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat rumusan peraturan turunan agar himpunan bank milik negara (himbara) mendapatkan "lampu hijiau" untuk melakukan hapus tagih dan hapus buku.

PP 47 itu menyebutkan secara spesifik apakah Kredit Usaha Rakyat (KUR), program pemerintahan yang sudah berjalan selama 17 tahun itu termasuk dalam PP tersebut. PP tersebut menyatakan bahwa kredit yang dapat dihapus merupakan yang berasal dari bank atau lembaga pembiayaan BUMN yang program kreditnya telah berakhir. Sementara itu, program KUR sendiri masih terus berlanjut.

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) Sunarso menyatakan bahwa KUR tidak termasuk dalam program pemutihan tersebut. Ia memaparkan PP tersebut untuk kredit-kredit yang telah berakhir programnya seperti Kredit Candak Kulak (KCK), Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), dan lain sebagainya.

"Kalau KUR memenuhi syarat nggak? KUR itu adalah kredit program yang sekarang masih sedang berlangsung, udah gitu," kata Sunarso saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VI DPR RI, Rabu (13/11/2024).

"Ya otomatis [tidak masuk kriteria] Pak, saya tidak mau menafsirkan," kata Sunarso kepada para anggota Komisi VI DPR RI.

Ekonom Senior dan Associate Faculty LPPI Ryan Kiryanto membenarkan pernyataan Sunarso. Ia juga menjelaskan alasan lainnya adalah KUR sudah dijamin oleh PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo). Lantas, KUR tidak masuk dalam kategori pemutihan PP 47.

Ryan menerangkan Askrindo dan Jamkrindo memberikan penjaminan 70% dari nilai KUR yang disalurkan bank.

"Artinya apa? Kalau ada misalnya seorang debitur memperoleh fasilitas KUR, katakanlah Rp10 juta rupiah. Kreditnya macet. Karena itu dijamin oleh Askrindo atau Jamkrindo, maka yang menjadi tanggungan atau risiko bank itu 30%. Yang 70% itu diganti, dijamin oleh Askrindo atau Jamkrindo," kata Ryan saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (14/11/2024).

Ia menjelaskan usai krisis moneter 1997-1998, banyak pelaku usaha yang berguguran, termasuk para pelaku usaha di sektor-sektor informal seperti pertanian, perkebunan, perikanan, dan lain sebagainya. Maka pemerintah menggulirkan bantuan kepada korporasi berupa Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan bagi para pelaku sektor informal juga program-program kredit yang berasal dari Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI).

Ryan menyebut salah satu contohnya adalah Kredit Usaha Tani (KUT) dan dalam ingatannya nilai yang disalurkan sekitar Rp8 triliun. Ia menyebut segmennya pada saat itu sebenarnya lebih menyasar pada usaha kecil mikro (UKM). Namun pada perjalannya, banyak petani, nelayan, dan pekebun yang tidak mampu memenuhi kewajiban kreditnya. Sehingga tingkat pengembalian dari KUT tadi hanya mencapai 25% atau ada kredit macet sekitar Rp5,71 triliun.

"Karena yang menyalurkan waktu itu adalah bank-bank pemerintah, bank BUMN. Kemudian beberapa BPD seingat saya. Nah, itu kan kalau kredit macet di bank pemerintah, bank-bank himbara, itu kan nggak bisa dihapus tagih," jelas Ryan.

Ia mengatakan jika bank himbara melakukan hapus tagih, dapat dianggap merugikan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara.

"Itu yang menjadi ganjalan dari dulu," pungkas Ryan.

Para presiden RI yang menjabat sesudah krisis moneter telah berupaya memberikan keringanan bagi para bank BUMN untuk melakukan hapus tagih. Namun, selama ini, mereka mengeluarkan peraturan dalam bentuk peraturan presiden. Sedangkan undang-undang kedudukan hukumnya lebih tinggi, sehingga perpres yang dikeluarkan mengenai hapus tagih ini jadi tidak efektif.

"Bankir-bankir bank pemerintah tetap takut memutihkan kredit usaha tani ini. Karena kalau mereka berani memutihkan, itu bisa kena dakwaan, sangkaan apa? Telah merugikan keuangan negara," tandas Ryan.

Sementara itu, para debitur tercatat di BI Checking (sekarang SLIK OJK) bahwa skor kredit mereka kolektabilitas 5 atau kredit macet. Mereka lantas tak punya akses lagi untuk meraih pinjaman.

Lantas, PP no. 47 ini diterbitkan untuk menghapus KUT macet karena krisis moneter, serta kredit-kredit UMKM yang macet akibat krisis keuangan global tahun 2008.

Ryan yang merupakan eks Corporate Secretary BNI ini menyatakan dukungan langkah dari Presiden Prabowo dalam menerbitkan PP tersebut.

Namun, ia mengusulkan agar ada peraturan turunan dari PP no. 47 tersebut agar dapat menetapkan batasan dan teknis lebih lanjut dari pelaksanaan program pemutihan tersebut. Sebab, menurut Ryan PP lebih bersifat umum.

"Agar menjadi pegangan bankir-bankir bank pemerintah dan BPD, sebaiknya menurut saya OJK menindaklanjuti dalam bentuk menyusun atau membentuk POJK. POJK apa? POJK mengenai pemutihan kredit macet KUT atau apalah namanya. Biar clear ini,"

"Kan perlu diatur yang lebih teknis, lebih operasional. Nah itu bentuknya POJK."

Dasar Hukum

Rio Febrianus Pasaribu, Partner di Hanafiah Ponggawa & Partners (Dentons HPRP), menjelaskan bahwa Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian (Permenko) No. 15 tahun 2020 juncto Permenko No. 8 tahun 2019 terkait dengan pedoman pelaksanaan KUR, memang menetapkan agar program tersebut diberikan jaminan atas pemenuhan kewajiban finansial debitur. Adapun penjaminan tersebut diberikan oleh PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan PT Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo).

"Jadi memang disitu ada penjamin KUR, dan jelas bahwa salah satu persyaratan KUR itu adalah ada perusahaan penjamin KUR yang menerbitkan sertifikat penjaminan. Jadi level penjaminan di dalam KUR ini sendiri itu memang sudah jelas bahwa itulah yang dimaksud [kriteria] di dalam PP 47," kata Rio di segmen Legal Money CNBC Indonesia, Jumat (22/11/2024).

Selain itu, KUR bukan program pemerintah yang lain yang sudah tidak berjalan seperti Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), dan lain sebagainya.

"Sementara KUR ini masih berjalan, plus ada penjaminannya. Jadi kalau kita lihat, masuk lagi tadi kan kita langsung balik lagi setiap melihat balik ke pasal 6 lagi, berarti sudah terpenuhi bahwa dia tidak terpenuhi karena dia tidak termasuk kategori yang bisa terikut di dalam PP 47 ini," pungkas Rio.

Ia mengatakan keberadaan PP no. 47 ini juga bisa menjadi pegangan bagi para bank BUMN untuk dengan tegas menolak debitur KUR yang utangnya macet namun mencoba mengubah pencatatan programnya menjadi non KUR.

"Jadi bank itu tidak perlu ragu dan memang harusnya bisa menolak secara tegas. Karena pada prinsipnya, kredit yang diambil atau ditawarkan kepada calon nasabah itu, sejak awal itu telah disepakati tidak bisa serta-merta diubah di tengah jalan," terang Rio.

"Kenapa? karena setiap jenis kredit yang dikeluarkan bank itu memiliki faktor risiko yang berbeda-beda yang masing-masing pemberiannya memiliki persyaratan yang berbeda-beda juga. Jadi saat sebuah kredit itu sudah diputuskan untuk menjadi masuk jenisnya ada kredit usaha rakyat, sudah ada pertimbangan dari komite bank itu yang menyatakan bahwa dia memenuhi persyaratan tersebut jadi tidak bisa tiba-tiba masuk di tengah-tengah, diubah di tengah-tengah supaya bisa masuk penghapusan gitu."

Menurut Rio, sudah menjadi pertimbangan dari pemerintah dalam membuat PP no. 47 ini mengecualikan KUR dalam program pemutihan kredit macet UMKM.


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Demi Ekonomi 8%, OJK Dorong Asuransi Garap Produk Petani Cs

Next Article Muamalat Belum Batal, BTN (BBTN) Udah Incar Bank Swasta Lain

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|