REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika menyiapkan menu harian untuk anak, orang tua sering kali terjebak dalam zona nyaman. Menu yang disajikan cenderung itu-itu saja, mungkin karena faktor kepraktisan, atau karena hanya jenis makanan tertentu yang disukai si kecil.
Misalnya, protein anak hanya berkutat antara telur, ayam goreng, atau nugget. Padahal, menurut ilmu gizi, konsistensi menu yang monoton ini bisa menjadi bumerang bagi tumbuh kembang optimal anak.
Ahli gizi klinis Dr dr Luciana B Sutanto, MS, SpGK(K), mengingatkan tentang pentingnya variasi sumber protein dalam menu harian anak. Menurut dia, variasi ini bukan sekadar soal rasa, melainkan kunci untuk memastikan anak mendapatkan kecukupan zat gizi yang lebih beragam dan lengkap, yang sangat vital untuk mendukung berbagai fungsi tubuh, mulai dari pertumbuhan fisik hingga perkembangan kognitif.
“Jika kita mengacu ke anjuran gizi seimbang yakni makan tiga kali sehari serta makan bervariasi untuk mendapatkan berbagai zat gizi, maka hanya mengonsumsi satu jenis protein dalam tiga waktu makan dapat berpotensi menyebabkan kekurangan zat gizi tertentu,” kata Luciana pada Selasa (25/11/2025).
Luciana mengatakan, anak sebenarnya tidak otomatis mengalami kekurangan gizi hanya karena sering mengonsumsi satu jenis protein dalam jangka panjang, selama porsinya sesuai kebutuhan. Namun demikian, ia menegaskan bahwa prinsip gizi seimbang tetap mengutamakan keberagaman.
Dia menyebut hingga kini belum ada penelitian yang secara khusus meneliti konsumsi satu sumber protein saja dalam jangka panjang. Meski demikian, ia menilai variasi tetap diperlukan agar kebutuhan zat gizi penting dapat terpenuhi.
“Jika misalnya sarapan hanya telur, tetapi siang dan malam ada sumber protein lain, maka kebutuhan gizinya tetap bisa terpenuhi,” kata dia.
Dalam kondisi ekonomi terbatas, Luciana menyebut mengandalkan satu jenis protein yang murah dan mudah dijangkau tetap aman, selama diberikan dalam jumlah sesuai kebutuhan dan diimbangi pilihan lain ketika memungkinkan. Ia menyarankan keluarga berpenghasilan rendah untuk memprioritaskan protein hewani dan nabati yang terjangkau.
Luciana menilai strategi ini paling realistis untuk keluarga yang menghadapi keterbatasan anggaran, sekaligus tetap menjaga kualitas asupan anak. “Berikan protein hewani misalnya telur, ikan, atau nabati seperti kacang-kacangan sesuai anjuran gizi seimbang,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa pengenalan variasi pangan sebaiknya dilakukan secara bertahap, tanpa paksaan, dan dapat dimulai melalui bentuk olahan berbeda, porsi kecil, atau contoh perilaku makan dari orang tua. Adapun bagi anak yang menolak sumber protein selain makanan tertentu, Luciana menekankan pentingnya pendekatan edukatif.
Luciana juga berharap edukasi yang tepat dapat membantu keluarga memahami bahwa keragaman sumber protein tidak hanya mendukung kecukupan gizi, tetapi juga membangun kebiasaan makan sehat sejak dini. “Edukasi gizi itu sangat penting untuk orang tua, dan dari orang tua akan mengedukasi ke anak-anaknya,” ujarnya.

3 hours ago
1
















































