REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Jawa Tengah (Jateng), Frans Kongi, menyesalkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) Jateng sebesar 7,28 persen. Menurutnya, hal itu dapat mempengaruhi iklim investasi, khusus di bidang padat karya, di provinsi tersebut.
"Kami kecewa berat," ujar Frans ketika dimintai tanggapan soal kenaikan UMP Jateng sebesar 7,28 persen, Jumat (26/12/2025).
Frans menilai, indeks alfa yang dipilih Pemprov Jateng dalam penentuan UMP 2026 terlalu tinggi, yakni 0,9. "Harapan kami, kira-kira 0,7 lah," ucapnya.
"Ini berarti pemerintah menilai, kontribusi semua itu, ekonomi, hanya dari buruh saja, tidak ada kontribusi dari pengusaha dan lain sebagainya," tambah Frans.
Rumus penetapan UMP dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2026 tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Pengupahan. Berdasarkan PP tersebut, rumus penentuan UMP/UMK yakni inflasi + (pertumbuhan ekonomi x indeks alfa). Menurut Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), indeks alfa adalah kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam PP terbaru, rentang indeks alfa yakni 0,5 hingga 0,9.
Frans Kongi menilai, indeks alfa 0,9 yang digunakan Pemprov Jateng untuk UMP 2026 terlalu tinggi. Menurutnya, keputusan Pemprov Jateng menaikkan UMP 2026 sebesar 7,28 persen kontradiktif dengan upaya untuk menarik investasi ke provinsi tersebut.
"Kita ini kan betul-betul mau mencari investasi padat karya di Jawa Tengah. Padat karya itu kalau masalah upah kan cost. Jadi ini harus dipikirkan. Jangan sampai banyak industri padat karya masuk sini, tapi mereka melihat ada inkonsistensi, repot juga," ucap Frans.

3 hours ago
9
















































