Banyak Saran Pengusaha Soal Ekspor Batu Bara Pakai HBA, Ini Kata ESDM

4 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) angkat suara perihal adanya saran dan masukan dari pengusaha perihal kewajiban penggunaan Harga Batu Bara Acuan (HBA) untuk ekspor batu bara mulai 1 Maret 2025.

Aturan ini pun tak pelak menimbulkan kontroversi, dan menjadi tantangan bagi pelaku usaha. Terlebih, ekspor batu bara biasanya disepakati berdasarkan harga pasar internasional.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno mengatakan, pihaknya akan terus terbuka atas setiap masukan dari pengusaha terkait dampak implementasi kebijakan anyar tersebut.

"Kami mendengar juga dan kami exercise juga. Kami tetap buka telinga dan buka mata lebar-lebar. Artinya setiap informasi apapun, kita harus juga aware," jelasnya kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Senin (10/3/2025).

Lebih lanjut, dia menegaskan kebijakan baru tersebut jangan sampai merugikan Indonesia sendiri. Dengan begitu, pihaknya membuka diskusi lebih lanjut dengan pengusaha batu bara dalam negeri untuk mencari jalan keluar terbaik.

"Jangan sampai juga suatu kebijakan, apapun namanya, itu malah jadi merugikan diri kita di bangsa Indonesia sendiri. Poin saya untuk (batu bara kalori) 6.000 (GAR) mungkin kita nanti ada diskusi lagi," ujarnya.

Selain itu, Tri mengatakan pihaknya ke depannya akan terus memantau jalannya kegiatan ekspor batu bara dengan HBA hingga melakukan optimalisasi penerapannya. Dia pun mengatakan, bila dibutuhkan penyesuaian terhadap kebijakan tersebut, maka pihaknya terbuka untuk melakukan penyesuaian.

"Untuk ke depan kami mencoba juga untuk di industri batubara misalnya untuk regulasi, nah ini kita akan melihat kembali untuk penerapan HBA ini seperti apa, optimalisasinya seperti apa. Untuk kemudian apakah perlu adjustment dan lain sebagainya," imbuhnya.

Lebih lanjut, Tri mengatakan, tujuan utama dari penerapan HBA sebagai patokan harga kegiatan ekspor batu bara RI adalah karena pemerintah tidak ingin merugikan dunia usaha.

"Karena pengaturan ini justru mencegah persaingan yang tidak sehat antar pelaku usaha sendiri dan pertambangan, yaitu mencegah adanya predatory pricing di mana saling baku tikam dalam harga atau dan lain sebagainya itu. Namun juga si perusahaan itu juga memperhatikan aspek-aspek lainnya terkait dengan pertambangan itu sendiri," kata Tri.

Dengan begitu, dia menekankan bahwa kerja sama antara seluruh pihak terkait perihal penerapan HBA untuk ekspor batu bara dibutuhkan oleh pihaknya. Hal itu dilakukan agar penerapan kebijakan anyar itu bisa sesuai dengan arah dan bisa memajukan industri batu bara RI.

"Ke depan tentu kerja sama dan diskusi antara pemerintah, pelaku usaha dan stakeholder lainnya sangat kita harapkan sehingga setiap apapun yang kita lakukan betul-betul arahnya bisa sesuai dan tujuannya bisa dapat tercapai untuk kemajuan industri batubara ini," tandasnya.

Saran Pengusaha

Pengusaha batu bara menuturkan, penerapan HBA sebagai patokan harga ekspor batu bara juga bisa berdampak pada kaburnya para pembeli dan beralih ke produsen negara lain.

Direktur PT Bayan Resources Tbk (BYAN) Alexander Ery Wibowo mengatakan bahwa Indonesia sendiri hingga saat ini memiliki kompetitor penjualan batu bara seperti negara Rusia dan Australia.

Alex mengingatkan, bila HBA jauh lebih tinggi dibandingkan harga indeks global yang digunakan oleh negara kompetitor, maka hal itu bisa membuat pembeli batu bara RI beralih.

"Nah, pilihannya kan bagi buyers itu adalah mencari yang murah. Artinya atau yang paling kompetitif. Saat ini pilihannya bagi mereka ada alternatifnya. Nah, bagaimana kita bisa menciptakan batubara Indonesia yang kompetitif di saat kondisi tantangan global seperti ini," katanya kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Zone, dikutip Senin (10/3/2025).

Adapun, Alex mencontohkan perbedaan harga antara indeks batu bara global dengan HBA yang digunakan di Indonesia. Khusus untuk kategori batu bara kalori tinggi yakni 6.300 GAR, Alex menyebutkan harga yang berlaku di indeks Newcastle lebih murah dibanding dengan HBA RI.

"Contoh misalkan untuk yang kalori tinggi saat ini, berdasarkan Newcastle, Newcastle Index itu US$ 128 (per ton) untuk yang GAR 63 (6.300). Di Indonesia dengan HBA yang saat ini US$ 100 (per ton). Nah, itu buyers kemungkinan besar bisa juga dia men-divert dan mengambil harga yang lebih murah kompetitif," jelasnya.

Bahkan, Alex mengatakan beralihnya pembeli batu bara kalori tinggi pihaknya itu sudah dirasakan selama sepekan terakhir ini. Pelanggan khususnya dari Jepang yang memasok batu bara kalori tinggi dari Indonesia, saat ini beralih ke Australia untuk mendapatkan harga yang terhitung lebih murah.

"Pak Dirjen, sehingga itu dari pengalaman kami nih seminggu terakhir ini, buyer beralih ke Australia karena harganya mereka US$ 100 (per ton) Newcastle, Pak Dirjen. Pas kita telusuri itu memang karena ada formulasinya yang menyebabkan hal itu," ungkap Alex.

Dengan begitu, dia berharap agar pemerintah bisa menyesuaikan kembali formulasi HBA untuk batu bara kalori tinggi tersebut. Hal itu tidak lain agar HBA batu bara kalori tinggi di Indonesia tidak berbeda jauh dengan harga batu bara global.

"Dia akan melihat situasi dulu karena selisihnya lumayan jauh dengan harga Australia, kurang lebih itu. Tapi mungkin itu bisa nanti penyesuaian atau mungkin ada lacking ya Pak, karena baru awal kali HBA ini," tandasnya.


(wia)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Menakar Untung Rugi Penerapan HBA Untuk Ekspor

Next Article Akhirnya Terbongkar! Daftar Tambang Ilegal yang Bikin Heboh

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|