Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan informasi prakiraan hilal saat matahari terbenam tanggal 29 dan 30 Maret 2025 sebagai penentu awal bulan Syawal 1446 H.
Sebagaimana diketahui, dalam menentukan awal bulan hijriah, termasuk Ramadan dan Syawal, pemerintah dan PBNU mengikuti kriteria MABIMS atau kesepakatan Menteri Agama Brunei Darusalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Sementara, Muhammadiyah memakai kriteria wujudul hilal.
MABIMS punya patokan awal hijriah adalah hilal punya tinggi minimal 3 derajat, elongasi atau jarak sudut Matahari-Bulan 6,4 derajat. Sedangkan, Muhammadiyah tetap menghitung bulan baru selama ketinggian hilal sudah terhitung di atas 0 derajat.
Hal ini yang kemudian sering memicu perbedaan hari besar islam. Namun begitu, berdasarkan hasil prediksi BMKG, perbedaan itu kemungkinan tak terjadi di Idufitri 2025.
BMKG menghitung prakiraan hilal penentu Syawal ini berdasarkan kondisi di saat ijtimak atau konjungsi atau satu putaran penuh Bulan mengelilingi Bumi, yakni pada 29 Maret sebelum magrib.
Untuk mengukur kondisi hilal, BMKG menggunakan waktu Matahari terbenam paling awal pukul 17.44 WIT di Oksibil, Papua; dan paling akhir pukul 18.48 WIB di Sabang, Aceh pada 29 Maret.
Kemudian di wilayah Indonesia pada tanggal 30 Maret 2025, waktu Matahari terbenam paling awal adalah pukul 17.43 WIT di Merauke, Papua; dan paling akhir 18.48 WIB di Sabang, Aceh.
Berdasarkan data prediksi BMKG, ketinggian Hilal di Indonesia saat Matahari terbenam pada 29 Maret 2025, berkisar antara -3,29 derajat di Merauke, Papua sampai dengan -1,07 derajat di Sabang, Aceh.
Sementara, Ketinggian Hilal di Indonesia saat Matahari terbenam pada 30 Maret 2025, berkisar antara 7,96 derajat di Merauke, Papua sampai dengan 11,48 derajat di Sabang, Aceh.
Sementara, elongasi di Indonesia saat Matahari terbenam pada 29 Maret 2025, berkisar antara 1,06 derajat di Kebumen, Jawa Tengah sampai dengan 1,61 derajat di Oksibil, Papua.
Kemudian, elongasi di Indonesia saat Matahari terbenam pada 30 Maret 2025, berkisar antara 13,02 derajat di Merauke, Papua sampai dengan 14,83 derajat di Sabang, Aceh.
Jika mengacu kategori MABIMS, maka kemungkinan besar 1 Syawal akan jatuh pada 31 Maret, karena ketinggian hilal dan elongasi pada tanggal 29 Maret tidak memenuhi syarat.
Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Pusat Riset Antariksa dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaludin, juga memprediksi 1 Syawal 1446 Hijriah akan jatuh pada 31 Maret 2025.
Thomas menyebut posisi Bulan di Indonesia masih berada di bawah ufuk pada waktu maghrib tanggal 29 Maret.
"Pada saat maghrib 29 Maret posisi Bulan di Indonesia di bawah ufuk. Artinya, tidak memenuhi kriteria MABIMS yang digunakan Pemerintah dan ormas-ormas Islam serta tidak memenuhi kriteria Wujudul Hilal yang digunakan Muhammadiyah," ujar Thomas kepada CNNIndonesia.com, dikutip Jumat (28/3/2025).
"Keputusannya Idulfitri 1446 H: seragam 31 Maret 2025," imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri Agama Nasarudin Umar juga memperkirakan Hari Raya Idulfitri 1446 Hijriah tahun ini akan serempak antara pemerintah dan ormas Islam lainnya.
Menurut Nasaruddin, hal ini dikarenakan ketinggian hilal diperkirakan masih belum akan terlihat pada tanggal 29 Maret 2025, sehingga Idulfitri diperkirakan juga akan kembali berbarengan dengan Muhammadiyah pada 31 Maret 2025.
"Lebaran kita diprediksi tanggal 31 Maret 2025," ujar Nasaruddin beberapa waktu lalu.
Jika prediksi Menag benar, maka lebaran tahun ini berpotensi berbarengan dengan tanggal yang ditentukan oleh Organisasi Islam PP Muhammadiyah.
PP Muhammadiyah sebelumnya lebih dulu menetapkan Idulfitri 2025 jatuh pada Senin, 31 Maret 2025. Penetapan itu dibuat berdasarkan hasil hakiki wujudul hilal dalam Maklumat PP Muhammadiyah tentang penetapan hisab Ramadan, Syawal, dan Zulhijah 1446 Hijriah.
(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Waspada! Ada Risiko Cuaca Ekstrem Selama 3 Hari Ke Depan
Next Article Video: BMKG Ungkap Fenomena Ekstrem di RI Hingga Senjata Baru AS