Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa wilayah di Indonesia mengalami musim hujan di akhir tahun, termasuk area Jabodetabek. Bahkan, ada juga yang mengalami bencana hidrometeorologi.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengatakan musim hujan tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya karena Indonesia tengah mengalami La Nina Lemah.
La Nina adalah fenomena iklim global yang akibat anomali suhu permukaan laut di Samudra Pasifik yang menjadi lebih dingin dibandingkan biasanya, dikutip dari keterangan pers BMKG, Selasa (24/12/2024).
"Tahun lalu yang terjadi adalah El Nino dan bersifat kering, sementara tahun ini adalah La Nina Lemah. Hal inilah yang menjadi booster pertumbuhan awan-awan hujan sehingga intensitas dan volume hujan meningkat. Bagi Indonesia, fenomena ini menyebabkan peningkatan curah hujan di hampir sebagian besar wilayah yang berkisar 20-40 persen," ungkap Dwikorita dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Siaga Darurat Bencana Hidrometeorologi Tahun 2024 di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, baru-baru ini.
Rakor tersebut dihadiri Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI Pratikno, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto, Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Timur Adhy Karyono, dan Bupati/Walikota se-Jawa Timur.
Lebih lanjut, Dwikorita mengatakan letak geografis Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudra menyebabkan Indonesia tengah dikepung bibit siklon yang mengakibatkan angin kencang, gelombang tinggi, dan cuaca ekstrem.
Selain itu, dinamika atmosfer seperti Madden-Julian Oscillation (MJO) dan potensi Cold Surge (seruakan udara dingin) yang bergerak dari daratan Asia (Siberia) menuju wilayah barat Indonesia, juga diproyeksikan aktif selama periode Natal dan Tahun Baru (Nataru).
"Saat ini Indonesia sendiri tengah berada di puncak musim penghujan. Kondisi ini ditambah La Nina serta kombinasi aktif Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Rossby, gelombang Kelvin, serta konvektif lokal di wilayah barat, selatan dan tengah Indonesia memperkuat dinamika atmosfer yang mendukung terjadinya hujan lebat di berbagai daerah," ia memaparkan.
Untuk itu, lanjut Dwikorita, sejak Bulan November lalu, BMKG terus mengeluarkan peringatan dini terkait potensi bencana hidrometeorologi. Selain mengimbau masyarakat di wilayah rawan bencana, BMKG juga terus berkoordinasi dengan instansi terkait dan juga pemerintah daerah untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiap-siagaan akan potensi bencana hidrometeorologi yang bisa datang sewaktu-waktu.
Secara spesifik di Jawa Timur, Dwikorita menerangkan bahwa seluruh wilayah di Jawa Timur telah memasuki musim hujan dengan puncak musim hujan diprakirakan terjadi di Bulan Februari 2025. Prakiraan curah hujan sepanjang Desember 2024 hinggaJanuari 2025, wilayah Jawa Timur umumnya berada pada kategori menengah hingga sangat tinggi (201- >500mm) dengan sifat hujan normal hingga atas normal.
Selain menghadapi potensi banjir, sejumlah wilayah juga berpotensi mengalami tanah bencana longsor, gelombang tinggi, serta banjir rob.
"Kepada masyarakat kami mengimbau untuk senantiasa mengecek prakiraan cuaca lewat aplikasi InfoBMKG secara berkala. Peringatan dini cuaca akan disampaikan, sepekan dan diulang tiga hari sebelum kejadian, bahkan hingga tiga jam sebelum kejadian cuaca ekstrem," ia menuturkan.
Sementara itu, Pj Gubernur Jawa Timur Adhy Karyono menyampaikan bahwa rakor ini merupakan bentuk upaya nyata bersama untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana hidrometeorologi. Utamanya pada musim penghujan dan momen libur Nataru 2025.
"Pemprov Jatim telah menyiapkan langkah antisipasi bencana hidrometeorologi antara lain rakor bencana hidrometeorologi, surat himbauan Gubernur ke kabupaten/kota se-Jatim menetapkan status siaga darurat bencana meteorologi dengan SK Gubernur. Pemprov juga membuat keposkoan siaga bencana hidrometeorologi, apel siaga dan gelar peralatan serta pengecekan Early Warning System (EWS), serta dukungan logistik dan peralatan yang diserahkan kabupaten/ kota," kata Adhy.
Mitigasi bencana di Jatim, kata Adhy, dikelompokkan menjadi delapan klaster. Yakni Metropolitan, Madura, Ijen, Probomajang, Malang Raya, Wilis Selatan, Wilis Utara dan Labanegoro. Serta ada pengelempokan Daerah Aliran Sungai (DAS) diantaranya Wilayah Sungai Bengawan Solo, WS Brantas, WS Madura-Bawean, WS Welirang Rejoso yang mengakibatkan banjir di beberapa wilayah.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Adopsi IoT di RI Laris Manis, Pasarnya Tembus USD40 M di 2025
Next Article Peringatan BMKG Gempa Megathrust Ancam RI, Ini Peta Sebarannya