Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo merespons beberapa keluhan dari masyarakat yang merasa sudah dikenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% untuk barang-barang yang tidak mewah.
Sebagaimana diketahui, tarif PPN 12% hanya berlaku untuk barang mewah yang selama ini masuk ke dalam daftar barang terkena Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), sedangkan di luar itu tarif efektifnya tetap 11% karena adanya dasar pengenaan pajak nilai lain 11/12 dari harga jual.
Menurut Suryo, permasalahan ini memang akan timbul ketika adanya perubahan kebijakan, maka ia mengaku tengah mempersiapkan jangka waktu masa transisi untuk mengatur kembali ketentuan penyelesaian barang yang terlanjur dipungut tarif PPN 12% atau pengusahanya sudah menetapkan tarif 12% pada sistem faktur pajaknya.
"Jadi tanggal 31 diumumkan tentu ada kejadian. Nah bagaimananya, ini yang lagi kita atur transisinya seperti apa," kata Suryo saat media briefing di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Suryo pun mengaku sudah mengadakan pertemuan pagi tadi dengan para pengusaha kena pajak untuk meramu masa transisi ini, supaya dari sisi perubahan sistem pemungutan yang telah didesain 12% dalam sistem faktur pajak mereka dikembalikan lagi sesuai dengan tarif efektif pajak barang non mewah menjadi 11%.
Namun, ia mengaku belum mendapatkan kepastian tanggal penyesuaian masa transisi untuk perbaikan sistem pemungutan tarif PPN di sisi para pengusaha yang telah mendesain sistemnya untuk pungut PPN 12% di luar barang mewah, apakah 3 bulan atau lebih.
"Situasinya ada yang sudah gunakan tarif sesuai yang kita harapkan, itu sudah ada tuh, jadi ternyata mix, jadi kita coba dudukan aturan, termasuk saat terbitkan faktur pajaknya karena bisa dipastikan tidak semua terbitkan faktur pajak insidentil, terutama yang besar-besar, pasti sudah by sistem," tegas Suryo.
Kendati begitu, Suryo menekankan, yang jelas bagi tingkat konsumen akhir ketentuannya akan sama dengan yang telah diputuskan Presiden Prabowo Subianto, yakni yang untuk barang mewah tarifnya 12% sedangkan di luar barang mewah 11%. Maka, apabila ada kelebihan bayar konsumen harus mendapat haknya.
"Jadi secara teknis kita akan atur, tapi yang jelas hak wajib pajak kita kembalikan, caranya seperti apa ya nanti kita dudukan, dan saya coba berjanji tidak memberatkan wajib pajak," tegasnya.
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama menambahkan, sebelum masa transisi itu nantinya ditetapkan oleh Ditjen Pajak, sebetulnya para wajib pajak bisa menggunakan skema penggantian faktur pajak untuk merespons permasalahan pengenaan tarif PPN 12% untuk barang-barang yang seharusnya terkena tarif efektif 11%.
"Ini sudah terlanjur diumumkan 12%, banyak PKP yang buat sistem 12%, sehingga ada transisi. Tapi saya kasih clue, kalau faktur pajak dibuat dan salah, harusnya menjadi 11% dalam konteks hitungannya ada skema seperti penggantian faktur pajak," ucap Hestu.
"Jadi itu bisa saja dilakukan oleh si penjual, sehingga pembeli nanti terima faktur pajak baru tapi ini untuk yang standar. Dan kalau si penjualnya enggak mau ganti 12%, sepanjang itu 12% disetor, dilaporkan si penjual, sebenarnya di regulasi kita si pembeli boleh minta pengembaliannya," tegasnya.
(arj/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video : Partai Saling Lempar 'Bola Panas' Soal PPN 12%
Next Article Rusun-Apartemen Kena PPN 11%, Ini Tanggapan Ditjen Pajak!