Jakarta, CNBC Indonesia - Banyak negara mengaku menjadi korban penyerangan siber masif dari China. Selain Amerika Serikat (AS) dan Taiwan, terbaru Jepang juga mengungkap parahnya serangan yang diklaim berasal dari negara kekuasaan Xi Jinping.
Dikutip dari AP, Kamis (9/1/2025), Jepang mengatakan lebih dari 200 serangan siber dalam 5 tahun terakhir terkait dengan grup hacker asal China, MirrorFace.
Lembaga Kepolisian Nasional Jepang mengatakan penyerangan yang dilancarkan China bertujuan mencuri data keamanan nasional Jepang dan teknologi canggih di negeri Sakura.
MirrorFace disebut merupakan grup hacker yang dibekingi pemerintah China. Lembaga-lembaga di bawah Kementerian Luar Negeri dan Pertahanan Jepang menjadi salah satu target utamanya.
Lembaga antariksa dan figur-figur berpengaruh di dunia politik dan jurnalistik juga disasar hacker China. Selain itu, perusahaan swasta dan lembaga think tank terkait teknologi tak lepas dari upaya peretasan tersebut.
Para pakar sudah berkali-kali mengungkap kekhawatiran terkait kerentanan keamanan siber Jepang. Utamanya ketika negara tersebut berupaya meningkatkan kemampuan pertahanan dan banyak berkolaborasi dengan Amerika Serikat (AS).
Jepang sudah mengambil langkah-langkah strategis untuk menghindari upaya peretasan, namun menurut pakar masih belum cukup.
Modus MirrorFace dalam melakukan peretasan adalah mengirim email dengan file berisi malware untuk menargetkan data-data komputer organisasi dan tokoh-tokoh tertentu.
Aksi ini marak dilancarkan dari Desember 2019 hingga Juli 2023. Mayoritas datang dari alamat email Gmail dan Microsoft Outlook.
Taktik lainnya, para peretas menargetkan organisasi-organisasi Jepang di bidang penerbangan, semikonduktor, informasi, dan komunikasi, dari Februari hingga Oktober 2023 dengan mengeksploitasi kerentanan dalam jaringan pribadi virtual untuk mendapatkan akses tidak sah terhadap informasi.
Salah satu serangannya dialami Japan Aerospace and Exploration Agency (JAXA, yang pada Juni lalu mengatakan pihaknya mengalami serangan siber bertubi-tubi sejak 2023.
Tahun lalu, serangan siber juga melumpuhkan operasi di terminal pelabuhan di kota Nagoya selama 2 hari. Baru-baru ini, Japan Airlines terkena serangan siber pada perayaan Natal, yang menyebabkan penundaan dan pembatalan lebih dari 20 penerbangan domestik.
Maskapai penerbangan tersebut mampu menghentikan serangan hacker dan memulihkan sistemnya beberapa jam kemudian dan tidak ada dampak terhadap keselamatan penerbangan.
China Serang Taiwan
Sebelumnya, Biro Keamanan Nasional Taiwan mengatakan sepanjang 2024 terdeteksi rata-rata 2,4 juta penyerangan dalam satu hari dan mayoritas diklaim berasal dari pasukan siber China.
Dalam beberapa tahun terakhir, Taiwan mengeluhkan kekerasan di 'ruang abu-abu' yang dilakukan oleh China. Mulai dari pelatihan militer, hingga balon diduga mata-mata yang bertengger di area dekat Taiwan untuk melakukan serangan Siber.
Layanan Jaringan Pemerintah (GSN) Taiwan mengatakan jumlah serangan harian di negara tersebut pada 2023 'hanya' sekitar 1,2 juta. Artinya, penyerangan di 2024 meningkat 2 kali lipat.
Biro Keamanan Nasional Taiwan mengatakan serangan siber China umumnya menargetkan layanan telekomunikasi, infrastruktur transportas, serta pertahanan.
"Meski banyak aksi penyerangan yang terdeteksi dan diblokir, peningkatan jumlah serangan memperlihatkan aktivitas peretasan China yang masif," kata laporan tersebut, dikutip dari Reuters.
China Serang AS
Pada akhir 2024, serangan siber masif yang dilancarkan kelompok hacker China ke sistem telekomunikasi Amerika Serikat (AS) juga menghebohkan publik.
Tak cuma perusahaan telekomunikasi seluler seperti AT&T dan Verizon yang menjadi korban, tetapi juga perusahaan lain termasuk Charter Communications, Consolidated Communications, dan Windstream.
Menurut laporan Reuters, hacker juga mengeksploitasi kerentanan pada perangkat jaringan dari vendor keamanan Fortinet, serta membobol jaringan dari Cisco Systems.
Hacker juga berhasil menyusupi jaringan milik Lumen Technologies dan T-Mobile, menurut laporan terbaru. Pemerintah China membantah keterlibatan dalam penyerangan tersebut.
China lagi-lagi membantah dan menuduh AS sengaja menggembar-gemborkan informasi yang keliru ke publik.
Temuan baru soal skala penyerangan hacker China ke sistem telekomunikasi kritis AS menimbulkan kekhawatiran baru terhadap pertahanan keamanan siber di AS, baik di sisi pemerintahan maupun perusahaan swasta.
Laporan terbaru juga menyinggung omongan penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan dalam pertemuan tertutup di Gedung Putih pada 2023 lalu.
Ia mewanti-wanti para petinggi industri telekomunikasi dan teknologi bahwa hacker China sudah memiliki kemampuan untuk melumpuhkan puluhan pelabuhan, fasilitas listrik, dan infrastruktur kritis lainnya di AS.
Kelompok hacker yang berkaitan dengan China, Salt Typhoon, dikatakan menargetkan sistem AT&T dan Verizon yang berpengaruh terhadap pengguna operator tersebut.
Pemerintah mengatakan telah bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengamankan jaringan pasca penyerangan.
Lumen mengatakan pihaknya sudah tidak melihat bukti penyerang mengakses jaringan dan data konsumen. T-Mobile mengatakan pihaknya telah menyetop upaya pembobolan yang dilakukan hacker.
Verizon mengatakan sejumlah kecil konsumen di kalangan pemerintah dan politisi menjadi target penyerangan grup hacker. Orang-orang tersebut sudah diberitahu. Cisco dan Fortinet menolak berkomentar.
Target pembobolan Salt Typhoon sebelumnya disebutkan termasuk Wakil Presiden dari Partai Demokrat Kamala Harris dan Presiden AS terpilih Donald Trump dari Republik.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:
Video: iPhone 16 Belum Bisa Masuk,Kemenperin Mau Apple Revisi Proposal
Next Article China Bobol Jaringan Mata-mata AS, Informasi Penting Bocor