Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengungkapkan, tengah melakukan peninjauan ulang terhadap transaksi barang-barang yang tak mewah, namun terdampak kebijakan tarif PPN 12% khusus barang mewah, termasuk transaksi aset kripto.
Barang-barang tak mewah yang terdampak kebijakan PPN 12% itu disebabkan dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lainnya tak tercakup ke dalam peraturan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2025. Di antaranya untuk transaksi aset kript, barang komoditas pertanian tertentu, hingga mobil bekas karena DPP nilai lainnya diatur PMK tersendiri.
Sebagaimana diketahui, dalam PMK 131/2025 ada ketentuan DPP nilai lain sebesar 11/12 sebagai faktor pengali, yang membuat barang-barang di luar barang mewah tak mengalami kenaikan tarif PPN, karena tarif PPN efektifnya tetap sebesar 11% sebagaimana tarif PPN yang berlaku sejak April 2024.
"Nah ini yang saat ini kami sedang melakukan internalisasi karena ada beberapa model barang ataupun jasa dengan model serupa termasuk jasa forwarding kalau tidak salah juga sama, kita lakukan inventarisasi, kita review dan nanti akan kita berikan penegasan," tegas Suryo saat konferensi pers APBN di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, dikutip Selasa (7/1/2025)
Suryo menegaskan, yang jelas, pemerintah memegang prinsip tarif PPN 12% hanya akan diberlakukan terhadap barang mewah yang selama ini termasuk golongan barang terkena pajak penjualan atas barang mewah atau PPnBM. Maka, ketika DPP nilai lain dari barang yang memiliki perhitungan tersendiri di luar PMK 131/2025 dan membuat harga jual akhir ke konsumen terdampak tarif PPN 12%, akan ditinjau ulang ke depannya oleh Suryo.
"Ini kembali ke rumus yang pertama tadi sepanjang dia tidak dalam kategori sebagai barang mewah yang harus naik tarif pajaknya, PPN nya dia akan mendapatkan treatment yang sama," ucap Suryo.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti menambahkan, yang terpenting tarif PPN per 1 Januari 2025 tetap mengacu pada PMK 131 tahun 2024, yaitu 12% untuk barang mewah yang selama ini dikenakan PPnBM sebagaimana diatur dalam PMK 42 tahun 2022 dan PMK 15 tahun 2023. Barang dan jasa lainnya (di luar PMK 42 tahun 2022 dan PMK 15 tahun 2023) tetap berlaku tarif efektif PPN yakni sebesar 11%.
DPP atas penyerahan barang dan jasa tertentu yang menggunakan nilai lain sebagai DPP atau Besaran Tertentu (PPN Final) seperti aset kripto, barang hasil pertanian, dan penyerahan kendaraan bermotor bekas dikecualikan dari ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 PMK 131 tahun 2024.
Artinya, nilai lain sebagai DPP PPN atas barang dan jasa tersebut bukan 11/12 (sebelas per dua belas) dari harga jual atau penggantian barang dan jasa tertentu tersebut. Sebagai contoh besaran tertentu atas penyerahan kendaraan bermotor bekas ialah 1,2% (10% x tarif PPN 12%) sehingga penghitungan PPN terutang 1,2% x harga jual.
Sementara itu, untuk aset kripto transaksinya diatur dalam PMK Nomor 81 Tahun 2024. PMK itu mengatur tarif PPN untuk transaksi aset kripto dan barang tertentu lainnya, sehingga tarif PPN untuk transaksi pembelian aset kripto melalui Pedagang Fisik Aset Kripto (PFAK) ditetapkan sebesar 0,12% (1% x 12%) dari nilai transaksi. Sementara itu, transaksi lainnya seperti biaya deposit, biaya penarikan rupiah dan biaya trading dikenakan tarif PPN efektif sebesar 11%.
Adapun DPP nilai lain untuk penyerahan atau penjualan barang hasil pertanian tertentu ditetapkan dalam PMK 89/2020 yang telah diubah melalui PMK 64/2022. Dalam Pasal 3 PMK tersebut disebutkan bahwa nilai lain atas penyerahan barang hasil pertanian tertentu tersebut ditetapkan sebesar 10% dari harga jual, bukan 11/12.
Dengan catatan itu, maka rumus pengali jumlah PPN nya menjadi 10% x 12% x harga jual, bukan lagi tetap menggunakan tarif pajak 11% dalam komponen penghitungan pungutan PPN nya. Hal ini lah yang membuat Ditjen Pajak akan melakukan perubahan rumusan dalam rancangan PMK terbarunya.
"Saat ini, sedang disusun RPMK perubahan atas peraturan perpajakan berkaitan dengan barang dan jasa tertentu tersebut agar beban PPN tidak naik," kata Dwi.
(arj/mij)
Saksikan video di bawah ini:
Video : Komentar Sri Mulyani Gagal Dapat Rp 75 T Imbas PPN Batal Naik
Next Article Video: Jika Naik Ke 12%, Tarif PPN RI Jadi Yang Tertinggi di ASEAN