Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menganggap tekanan ekonomi global akan sangat besar pada tahun ini, yang bisa memberikan dampak langsung terhadap Indonesia.
Ia memastikan, pemerintah akan konsisten menjaga kesehatan iklim ekonomi di dalam negeri saat besarnya tekanan ekonomi global tersebut. Termasuk untuk menjaga daya beli masyarakat Indonesia.
"Kami tau tekanan ini luar biasa, tapi berbagai upaya dilakukan untuk melindungi masyarakat dan daya belinya," kata Sri Mulyani saat konferensi pers APBN 2024 di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, dikutip pada Selasa (7/1/2025)
Sri Mulyani menyebutkan berbagai tekanan yang dapat mempengaruhi ekonomi domestik itu di antaranya berbagai permasalahan politik dan peperangan yang masih terus berlangsung hingga kuartal IV-2024.
"Tekanan sangat bertubi-tubi dan sangat besar dari berbagai faktor, entah itu faktor musim el nino, geopolitik, policy Fed Fund Rates, pelemahan ekonomi di RRT (China)," ungkap Sri Mulyani.
"Di kuartal IV ini kita lihat beberapa policy dan lingkungan global juga tetap dinamis dan ini mengantarkan kita di 2025," tegasnya.
Menurut Sri Mulyani, sebetulnya untuk tekanan ekonomi dari Asia ada secercah harapan, setelah pemerintah China mulai fokus memulihkan pelemahan ekonominya dengan meluncurkan berbagai paket stimulus, baik dari sisi moneter maupun fiskal. China merupakan salah satu negara mitra perdagangan terbesar Indonesia.
Masalahnya, negara yang memiliki kapasitas ekonomi terbesar di dunia, yakni Amerika Serikat tengah mendapat sorotan pelaku pasar keuangan dan ekonomi setelah hasil Pilpres 2024 kembali dimenangkan Presiden Donald Trump yang terkenal memiliki kebijakan negatif terhadap lingkungan stabilitas perdagangan global maupun pasar keuangan.
"Makanya ini periode pemerintah Presiden Trump yang kedua disebutnya 2.0 yang semua orang kemudian melihat pada saat beliau jadi presiden banyak kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi tidak hanya ekonomi AS, tapi juga ekonomi dunia, termasuk penetapan tari dan berbagai kebijakan yang sangat inward looking atau nasionalistik," tutur Sri Mulyani.
Di benua Eropa pun masih banyak permasalahan yang terjadi di negara-negara kawasannya, seperti Prancis, Jerman, hingga Inggris. Permasalahan ketiga negara besar di Eropa itu terletak pada APBN mereka yang tak menemukan titik kesepakatan dengan pihak parlemen untuk disepakati menunjang aktivitas pemerintahannya.
"Jadi di Eropa, kondisi tidak membaik, dua ekonomi terbesar di Eropa, Prancis dan Jerman mengalami krisis, kalau saya tambahkan dengan UK (United Kingdom) sebetulnya. Di Inggris telah terjadi pergantian kekuasaan, ini juga karena masalah budget dan ekonomi yang melemah, Jerman sekarang mengalami tekanan yang sama, dan di Prancis juga mengalami tekanan politik akibat kondisi ekonomi yang tidak membaik," ungkap Sri Mulyani.
Sebagaimana diketahui, untuk menghadapi berbagai tekanan itu pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi untuk awal tahun ini yang terdiri dari 12 paket kebijakan, seperti Pemberian Bantuan Pangan berupa beras sebanyak 10 kilogram per bulan kepada masyarakat desil 1 dan 2 selama 2 bulan (Januari dan Februari 2025), dengan sasaran sebanyak 16 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP).
Lalu, Diskon sebesar 50% untuk pelanggan dengan daya terpasang listrik hingga 2200 VA selama 2 bulan (Januari-Februari 2025), dengan menyasar sebanyak 81,42 juta pelanggan, mencakup konsumsi 9,1 Twh/bulan yang setara 35% total konsumsi listrik nasional.
Adapula PPN DTP Properti bagi pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar dengan dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp2 miliar. Skema insentif tersebut diberikan sebesar diskon 100% untuk bulan Januari - Juni 2025 dan diskon 50% untuk bulan Juli - Desember 2025.
PPN DTP Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) atau Electric Vehicle (EV) dengan rincian sebesar 10% atas penyerahan EV roda empat tertentu dan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 40%, dan sebesar 5% atas penyerahan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 20% sampai dengan kurang dari 40%.
PPnBM DTP EV sebesar 15% atas impor KBLBB roda empat tertentu secara utuh (Completely Built Up/CBU) dan penyerahan KBLBB roda empat tertentu yang berasal dari produksi dalam negeri (Completely Knock Down/CKD).
Pembebasan Bea Masuk EV CBU sebesar 0%, sesuai program yang sudah berjalan, maupun Pemberian insentif PPnBM DTP sebesar 3% untuk kendaraan bermotor bermesin hybrid.
Insentif PPh Pasal 21 DTP untuk pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10juta/bulan yang berlaku untuk sektor padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan furnitur.
Optimalisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan sebagai buffer bagi para pekerja yang mengalami PHK dengan memberikan dukungan berupa manfaat tunai 60% flat dari upah selama 6 bulan, manfaat pelatihan Rp2,4 juta, kemudahan akses informasi pekerjaan, dan akses Program Prakerja.
Diskon sebesar 50% atas pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) selama 6 bulan bagi sektor industri padat karya yang diasumsikan untuk 3,76 juta pekerja.
Perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5% juga kembali diberikan sampai dengan tahun 2025 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM yang telah memanfaatkan selama 7 tahun dan berakhir di tahun 2024. Untuk WP OP UMKM lainnya tetap dapat menggunakan PPh Final 0,5% selama 7 tahun sejak pertama kali terdaftar sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, dan untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta/tahun maka akan diberikan pembebasan PPh.
Terakhir, ialah berupa pembiayaan Industri Padat Karya untuk revitalisasi mesin guna meningkatkan produktivitas dengan skema subsidi bunga sebesar 5% dan range plafon kredit tertentu.
(arj/mij)
Saksikan video di bawah ini:
Video : Dana Abadi Pendidikan RI Tembus Rp 140 Triliun di 2024
Next Article Sri Mulyani Lapor ke DPR, Pertanggungjawabkan APBN 2023