Eksklusif! Wamenlu Anis Matta Blak-blakan soal Timteng dan Ending Gaza

3 months ago 32

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, politisi Anis Matta telah diangkat menjadii Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu). Ia adalah salah satu dari tiga wamenlu yang menjabat saat ini di Kementerian Luar Negeri (Kemlu).

Sebagai salah satu wamenlu, Anis mengungkapkan dirinya akan fokus menangani masalah diplomasi di Timur Tengah. Salah satu yang menjadi fokus adalah isu Palestina dan Israel.

CNBC Indonesia berhasil untuk bertemu dan mewawancarai Anis terkait dengan jabatannya sebagai wamenlu sekligus pandangannya terkait masalah di Timur Tengah saat ini. Berikut wawancara lengkapnya:

T: Sebelumnya selamat karena Anda baru saja menjabat sebagai Wakil Menteri Luar Negeri, Bisa diceritakan kepada kami, apa sebenarnya tanggung jawab atau tugas Anda dalam posisi ini?

J: Yang pertama, saya juga sebenarnya kaget waktu ditawarin menjadi Wakil Menteri Luar Negeri. Tapi memang dikasih ruang penjelasan bahwa (jabatan) ini spesifik menangani dunia Islam. Jadi ada fokus ke dunia Islam itu.

Dari begitu banyak obrolan saya dengan Pak Prabowo, baik di masa kampanye maupun waktu saat kami mendengarkan arahan-arahan beliau, memang saya menangkap ada dua premis dasar dalam cara beliau berpikir yang saya kira perlu kita fahami, dan ini mendasari beliau mengambil keputusan.

Yang pertama, premis geopolitik. Jadi beliau (Prabowo) menganggap bahwa sekarang ini situasi geopolitik sedang sangat memasuki satu tahapan krisis yang sangat dalam, yang bersifat sistemik, dan karena itu tidak ada keputusan besar yang bisa kita ambil sebagai negara yang punya dampak mobilisasi ekonomi, politik, sosial, budaya, tanpa menjadikan isu geopolitik ini sebagai pertimbangan utama.

Negara-negara tertentu, misalnya, mengambil keputusan untuk melakukan investasi, itu bukan murni keputusan ekonomi, tapi merupakan keputusan geopolitik. Jadi ini premis pertama soal, pentingnya kita menempatkan isu geopolitik sebagai premis dasar dalam pengambilan keputusan.

Yang kedua, di tegak perubahan geopolitik yang tidak ada yang bisa memprediksi ujungnya seperti apa dan potensi konfliknya, bahkan kadang-kadang beliau membuat scoring tentang potensi terjadinya peran dunia yang sangat tinggi sekali.

Beliau mengatakan bahwa mazhab beliau dalam mengelola negara, itu adalah mazhab survival. Beliau ini seorang realis, kita tidak bisa memaksakan satu ideologi tertentu untuk dijadikan patokan platform bagi semuanya, atau juga belum tentu bisa mencapai target-target kesejahteraan yang kita mau.

Tapi dalam situasi konflik global seperti yang sekarang sedang terjadi, yang dipicu oleh konflik supremasi antara kekuatan-kekuatan utama, kemudian perubahan dalam perimbangan kekuatan global, dan munculnya kekuatan-kekuatan regional baru di mana-mana, pada dasarnya setiap negara, baik besar maupun kecil, sama-sama menghadapi tantangan yang sama.

Bisa bertahan hidup atau enggak. Bisa survive atau enggak. Jadi dua premis ini, yaitu premis geopolitik dan mazhab dalam mengelola negara, membuat beliau memandang bahwa halaman geopolitik Indonesia ini perlu kita lihat kembali.

Perlu kita persepsi ulang. Kenapa dunia Islam masuk dalam konteks ini? Karena kalau kita lihat, Indonesia ini secara geopolitik paling tidak ada empat halaman yang harus kita lihat.

Yang pertama halaman geografi. Ini takdir namanya. Kita ada di ASEAN.

Ada di Asia Tenggara bertetangga dengan negara-negara ASEAN, bertetangga dengan Asia Timur. Kita ada di kawasan ini. Kawasan geografi ini adalah kawasan takdir kita. Bentuk negara kita seperti ini, konturnya seperti ini, ini adalah halaman kita yang pertama.

Yang kedua, kita punya halaman identitas dan budaya. Inilah dunia Islam.

Kita disatukan oleh agama dengan dua miliar pemeluk agama Islam di seluruh dunia, tapi tersebar dalam wilayah geografi yang berbeda-beda dari timur sampai ke barat. Tapi kita punya kesamaan. Kesamaan dalam agama, kesamaan dalam identitas, kesamaan dalam budaya.

Kalau di halaman pertama kita punya kesamaan etnis. Kita bertetangga namanya. Takdir kita bertetangga dengan China, takdir kita bertetangga dengan negara ASEAN, takdir kita ada di kawasan ini.

Tapi sejarah mempertemukan kita dengan bangsa-bangsa lain, etnis-etnis lain dalam satu agama, yaitu Islam. Kenyataannya, ini jumlahnya besar secara populasi, secara geografinya juga sangat lebar, dan inilah yang dirangkum dalam OKI (Organisasi Kerja Sama Islam).

Yang ketiga, sekarang kita juga punya lingkar baru. Lingkar yang kita sebut dengan global south, selatan. Yang kita dipertemukan oleh isu-isu global saat ini. Isu ketidakadilan ekonomi, isu konflik, isu-isu kemanusiaan, dan seterusnya.

Jadi isu-isu ini mempertemukan kita dengan halaman baru ini. Trend global south ini adalah trend transisi atau kerja transisi dari sistem unilateral, sekarang secara global, kepada yang multipolar. Kita dipertemukan juga dalam isu-isu.

Kemudian yang keempat, baru kita dipertemukan dengan halaman besar dunia kita dalam tatanan global baru yang sekarang ini sedang mengalami krisis. Kira-kira yang saya fahami dari perbincangan dengan Prabowo itu menganggap bahwa halaman dunia Islam ini, halaman identitas dan budaya ini, ini adalah halaman yang sangat penting karena satu, salah satu spot konflik global sekarang itu ada di dunia Islam, Timur Tengah. Terutama yang dipicu oleh isu Palestina.

Dan isu Palestina ini selamanya akan menjadi isu game changer. Apapun output dari hasil konflik ini nanti, ini pasti akan mempunyai dampak yang bukan hanya regional tapi juga global. Jadi konflik yang terjadi di kawasan ini punya potensi, dan karena itu bagi Indonesia ini adalah isu keamanan nasional.

Yang kedua, kita tidak mungkin memisahkan diri dari konflik yang terjadi di Timur Tengah karena kita diikat dengan mereka oleh halaman yang kedua tadi itu, budaya dan agama. Di luar dari isu kemanusiaan dan juga di luar dari amanah konstitusi kita.

Karena itu, ini juga merupakan wilayah pengaruh dunia Islam. Wilayah pengaruh Indonesia di dunia Islam ini.

Yang ketiga, dan ini pandangannya agak spesifik dari Pak Prabowo, dunia Islam ini secara ekonomi ukurannya sangat besar sebenarnya. Penuh dengan sumber daya alam yang sangat kaya. Energi, mineral, itu sangat kaya.

Kemudian ada negara-negara kecil yang sangat kaya seperti negara-negara teluk, yang punya kelebihan secara cash, tapi tidak punya ruang secara geografi untuk menggunakan seluruh resursi di dalam negerinya, dan karena itu dia juga perlu tempat destinasi lain untuk mereka berinvestasi.

Dan pada waktu yang sama, Indonesia dengan sebagai negara di dunia Islam ini kan secara ekonomi Indonesia paling besar bukan hanya populasi, tapi juga ekonomi. Kan dari negara Islam ini yang masuk di kelompok G20 ada tiga. Indonesia, Turki, dan Arab Saudi.

Jadi secara ekonomi kita paling besar, secara populasi kita juga paling besar. Dan karena itu dunia Islam ini juga bisa menjadi market bagi Indonesia. Jadi dalam konteks pendekatan, keamanan, politik, ekonomi, dan budaya inilah kita memandang bahwa satu posisi di kementerian luar negeri yang secara khusus menengah dengan dunia Islam itu menjadi penting.

T: Dari sekiarnya banyak tanggung jawab dan juga tugas sesuai arah dengan Prabowo Subianto, apa yang akhirnya membuat Anda mengambil tanggung jawab ini?

J: Saya berpikir sederhana begini. Apa ada sesuatu yang bisa saya kontribusikan di situ? Setelah saya pikir-pikir, rasanya Insya Allah ada yang bisa saya kontribusikan di situ. Walaupun saya sebenarnya ada catatan ya.

Saya kira ada bagusnya kita jujur juga kepada publik. Background pendidikan saya itu pada dasarnya tidak terlalu cocok untuk posisi di posisi diplomatik seperti ini. Bahasa Inggris saya sebenarnya tidak bagus, tetapi bahasa Arab saya bagus.

Tapi kata Pak Prabowo, bahasa Inggrisnya nggak diperlukan. Yang diperlukan bahasa Arab-nya. Jadi ya oke kalau begitu ya saya terima.

Saya rasa ada hal yang bisa saya kontribusikan dalam posisi ini. Karena saya kira misalnya target presiden untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi 8%, itu memaksa kita untuk mencari strategik partner baru. Partner-partner strategis baru.

Inilah salah satu tugas saya di Kemlu, yakni mencari partner strategis baru dari kelompok negara-negara Islam ini sebagai partner pembangunan Indonesia. Partner ekonomi Indonesia itu, baik untuk investasi, perdagangan, turisme, ataupun yang lainnya. Tetapi yang kita perlukan adalah strategic partner dan alhamdulillah proses ini yang sekarang sedang berjalan.

Pak Prabowo kemarin ke Mesir. Misalnya kita akan meningkatkan hubungan kita dengan Mesir sampai ke level strategic partnership. Hal yang sama akan kita lakukan dengan Arab Saudi, dengan Uni Emirat Arab, dengan Qatar, Turki.

Jadi ini yang kita mau supaya Indonesia mempunyai banyak strategic partner baru untuk target-target pembangunan kita itu.

T: Jika strategic partnership itu menjadi salah satu tugas dan fokus Anda di Kementerian Luar Negeri saat ini, lantus bagaimana dengan Wamen yang lainnya? Adakah pembagian tugas atau positioningnya?

J: Pak Tata (Arrmanatha Nasir) sebagai Wamenlu dengan backgrounf birokrat. Beliau menangani dua fokus, yaitu multilateral dengan penguatan organisasi Kementerian Luar Negeri.

Sedangkan Pak Havas (Arif Havas Oegroseno), sesuai dengan backgroundnya, beliau akan menengani lebih banyak masalah isu-isu hukum internasional, khususnya yang ada potensi perjanjian-perjanjian internasional. Ini beliau yang akan menenganinya.

Meski ada pembagian tugas, tapi pada dasarnya kita tetap melakukan pendekatan kolegial dalam mengelola seluruh isu di Kementerian Luar Negeri. Jadi tidak terlalu ketat.

T: Selama menjabat dalam beberapa bulan, ada tidak tantangan yang sudah mulai terasa?

J: Di sini saya perlu menyebutkan dulu, ada kelebihan yang saya temukan di Kemlu. Proses rekrutmen sumber daya manusianya bagus. Jadi di sini ada banyak talenta yang sangat bagus, dan menurut saya mereka bisa perform dengan sangat baik kalau kita memberikan mereka target yang sangat bagus.

Saya kira tantangan terbesarnya lebih banyak pada dua hal. Yang pertama sisi target besar yang ingin dicapai oleh Presiden dalam masa kepemimpinan beliau ini, baik dalam target diplomasi politiknya maupun dalam target diplomasi ekonominya.

Target diplomasi politik misalnya apabila Indonesia ingin terlibat dalam, dan ini yang banyak diarahkan oleh Presiden, untuk terlibat dalam inisiatif perdamaian.

Misalnya di Ukraine, dalam posisi ini kita mungkin bisa terlibat di sini. Di isu-isu baik yang ada di ASEAN, kita bisa terlibat dalam isu-isu konflik ini sebagai peace initiator, atau sebagai mediator. Begitu juga dalam isu-isu yang sifatnya supporting, seperti isu Palestina.

Kan kita tidak ikut dalam perjanjian damai, karena pada dasarnya kita mendukung kemerdekaan Palestina. Jadi isu-isu seperti ini membutuhkan kerja yang progresif, tapi pada waktu yang sama juga detil, dan kerja-kerja lobi politik yang bagus, yang kuat.

Yang kedua, pada dasarnya ini akhirnya membutuhkan satu infrastruktur diplomatik yang juga kuat. Nah infrastruktur diplomatik yang kuat ini, ini yang membutuhkan anggaran.

Kemlu ini selama ini termasuk di antara kementerian yang paling kecil anggarannya. Dengan anggaran yang kecil ini, banyak beban yang dibebankan kepada Kemlu mungkin agak susah untuk dicapai, karena infrastruktur diplomatik kita yang perlu kita kejar.

Jadi di dalam masa pemerintahan Pak Prabowo ini, salah satu agenda besar kita di internal Kemlu adalah memperkuat infrastruktur diplomatiknya, supaya kita mencapai satu kondisi minimum dari infrastruktur diplomasi yang kita perlukan.

T: Terkait dengan isu-isu internasional, Anda kemarin sempat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Luar Biasa OKI dan juga Liga Arab di Riyadh. Bagaimana Anda melihat sikap negara-negara Arab terhadap isu-isu saat ini? Seperti misalnya konflik Israel-Palestina dan juga kekerasan yang terjadi di Gaza.

J: Jadi seperti yang saya katakan tadi, bahwa Timur Tengah ini sekarang menjadi salah satu spot konflik regional yang paling berbahaya dibanding spot konflik yang lainnya yang ada di dunia saat ini.

Nah ada perubahan pada lanskap politik di kawasan itu secara keseluruhan dalam satu tahun terakhir. Perubahan yang pertama adalah genosida yang sudah berlangsung lebih dari satu tahun di Palestina, yang telah mengubah perang Palestina ini dari sekedar perlawanan menjadu, yang saya sebut, sebagai ini perang kemerdekaan.

Kalau kita melihat gelombang besar yang terjadi secara global sekarang ini adalah gelombang dukungan kepada kemerdekaan Palestina. Jadi dia sudah mengalami lompatan. Tapi karena dalam masa satu tahun lebih ini sudah terjadi genosida yang besar, maka wajah perang Palestina sekarang itu akan mirip sekali dengan wajah perang Vietnam.

Ini telah berlarut, lama waktunya, korbannya sangat banyak sekali. Susah membayangkan endingnya yang tidak bersifat tunggal. Atau dengan kata lain, susah membayangkan satu ending yang bisa menyenangkan kedua belah pihak karena sifatnya eksistensial bagi kedua belah pihak.

Kalau kita melihat semangat OKI kemarin, dan saya kira Indonesia punya posisi yang sangat tegas dan sangat kuat sekali. Kita mendapatkan respek yang luar biasa dari publik dunia Islam secara umum, bukan hanya dari pemerintahan, tapi terutama dari publiknya, karena suara yang dibawa Indonesia itu suara yang mewakili bukan hanya pemerintah Indonesia, tapi umat Islam di seluruh dunia.

T: Apa alasan Indonesia disebut dapat mewakili seluruh umat Islam di seluruh dunia?

J: Karena mereka menganggap bahwa sikap Indonesia itu tegas, sederhana, dan jelas. Pertama kita meminta supaya kita semua harus mencegah terjadinya eskalasi perang di sana, dari perang Palestina, Israel dan Palestina menjadi perang kawasan. Tapi pada waktu yang sama kita juga harus memobilisasi semua dukungan untuk mendorong kemerdekaan Palestina, baik dukungan diplomatik, dukungan politik, dukungan ekonomi, maupun bantuan kemanusiaan.

Tapi yang ketiga kita juga meminta misalnya supaya kita meminta semua negara-negara di OKI yang punya hubungan dengan Israel untuk memikirkan kembali hubungannya dan memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Israel.

Kemudian Indonesia juga mendorong supaya kita memobilisasi negara-negara yang tergabung dalam Global South untuk mendorong kemerdekaan Palestina. Juga memobilisasi dunia Islam seluruhnya dan membuka kanal-kanal resmi untuk memberikan bantuan supaya 2 miliar umat Muslim ini bisa memberikan bantuan kepada Palestina.

Kemarin di D-8, Pak Prabowo kembali menyuarakan lagi masalah Palestina ini ya. Jadi sikap Indonesia ini dianggap oleh publik dunia Islam sekarang ini mewakili betul suara hati nurani mereka.

T: Kalau dari negara-negara Islam yang tergabung dengan OKI, seperti apa responnya?

J: Supaya kita bisa memahami bagaimana negara-negara Arab itu merespon isu ini, dalam tataran isu kemanusiaan, isu politik, diplomatik, kira-kira kita semuanya (memiliki pandangan yang) sama. Yang berbeda itu adalah sejauh mana kita ingin terlibat.

Jadi, misalnya, karena kawasan ini adalah kawasan konflik, dan pelaku utamanya bukan hanya yang ada di kawasan itu, tapi semua negara besar. Di sini ada Amerika, ada Eropa, ada Rusia, ada China, ada juga pemain regional seperti Turki yang kuat, Mesir, Arab Saudi, Uni Arab Emirat (UEA), Iran, yang semuanya memiliki kepentingan yang berbeda-beda.

Pada waktu yang sama juga ada pemain lokal di dalam Palestina, dengan berbagai macam faksi. Jadi di internal Palestina saja ada banyak faksi, di kawasan negara tetangganya juga ada banyak faksi. Jadi memang konflik ini sangat kompleks sekali, sangat rumit sekali. Begitu satu pihak memasuki satu tahapan, ini akan berubah menjadi perang kemerdekaan, ini yang menurut saya membuatnya berlarut.

Sebagai contoh, setahun yang lalu mungkin kita tidak bisa membayangkan bahwa rezim Bashar al-Assad tiba-tiba hilang. Namun itu terjadi sekarang dan relatif tanpa perlawanan. Contoh lain yang berubah adalah misalnya sebuah kelompok dahulu disebut sebagai gerakan teroris, tiba-tiba memegang kendali di pemerintahan Suriah sekarang ini.

Melihat hal ini, dunia barat sekarang mulai melakukan positive engagement, mulai memikirkan untuk mencabut status dari Hay'at Tahrir al-Sham (HTS) dari daftar teroris, misalnya.

Ini kan perubahan yang kita tidak pernah bisa bayangkan sebelumnya, apa yang sebenarnya sedang terjadi di sana.

Kemudian apa yang kita sebut dengan poros perlawanan, Iran, Suriah, Libanon, Hezbollah, Yaman, Irak, yang tadinya semuanya merupakan kekuatan-kekuatan perlawanan setelah pembunuhan yang dilakukan kepada Hasan Dasrullah, pimpinan Hezbollah di Beirut, kemudian pemimpin Hamas Ismail Haniya di Teheran. Ini kan ada perubahan pada perimbangan kekuatan yang terjadi di lapangan.

Dan karena itu, dalam membaca situasi ini semuanya, saya bisa membayangkan rumitnya mengelola organisasi seperti OKI itu. Karena mereka ada di pusaran konflik itu, tetapi pemainnya terlalu banyak. Bahkan pemain yang besar, yang ada dari luar dan punya sumber daya kekuatan yang jauh lebih besar, bisa memaksakan kehendak di lapangan.

Dalam proses situasi ini, Indonesia memandang bahwa kita tidak terlibat secara langsung di situ dalam pengertian militer, dalam pengertian politik secara langsung di kawasan itu, tetapi kita punya kekuatan moral, diplomatik, politik, dan untuk bisa mendorong satu arah yang menyatukan sikap bersama dunia Islam itu.

Itu yang ingin difokus oleh Indonesia. Karena itu Pak Prabowo di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Developing Eight (D-8) kemarin juga, mengatakan kembali bahwa tidak ada yang bisa kita lakukan bersama tanpa terlebih dahulu menyatukan sikap kita terhadap masalah yang sama yang kita hadapi.

Bisa dikatakan posisi Indonesia saat ini memang sebagai penyatu. Itu yang kita mau. Kita ingin menyatukan sikap kita supaya kita punya sikap yang sama dulu.

T: Kalau berbicara mengenai saat ini, di tengah ketegangan global yang tinggi, bagaimana Anda melihat Indonesia memposisikan diri agar bisa menjaga hubungan baik dengan semua pihak yang terkait?

J: Pada dasarnya Indonesia diuntungkan oleh falsafa dasar dalam kebijakan luar negeri, yakni bebas aktif.

Kita punya sikap netral, non-blok, tetapi kita punya value, punya nilai-nilai. Kemerdekaan itu adalah nilai yang kita perjuangkan untuk semua bangsa. Makanya diplomasi kita berbasis pada nilai ini.

Kita mendukung penuh kemerdekaan Palestina. Kita tidak ingin ada penjajahan di muka bumi apapun bentuknya. Kita bertemu dengan negara-negara global south misalnya dalam isu-isu keadilan.

Keadilan sosial. Dalam banyak isu-isu global, kita bertemu dengan negara-negara ini semuanya. Sikap dasar Indonesia sebagai non-blok ini memungkinkan kita bergaul, berinteraksi, mendorong agenda-agenda positif bersama untuk menciptakan perdamaian, dan kembali kepada track pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan semua.

Supaya Indonesia bisa menjadi faktor semacam jembatan yang bisa mengurangi ketegangan, tensi dalam konflik supremasi sekarang yang sedang berlansung ini, dan mencoba mencari jalan tengah untuk semua.

Jadi menerjemahkan sikap bebas aktif itu, sikap netralitas kita itu, sekarang kita bisa proaktif yang positif. Menjadi pembangun jembatan di antara semua negara-negara ini, dan karena itu kita akan masuk dalam banyak isu-isu inisiatif perdamaian, negosiasi, mediasi, dan seterusnya.

T: Seperti yang sebelumnya Anda bilang, Indonesia sudah dipercaya, apakah itu menjadi salah satu alasan akhirnya Indonesia menjadi tuan rumah untuk perhelatan OKI?

J: Kalau itu biasanya sih giliran ya, tapi sampai sekarang kita belum (mengetahuinya). Yang saya tahu itu kalau tahun depan ada kemungkinan parlemen OKI ya, kalau yang OKI-nya sendiri belum kita tahu. Yang kita terima baru kepemimpinannya D8 ya.

T: Lalu apa sebenarnya yang ingin dicapai dengan pertemuan dengan negara-negara Islam itu?

J: Seperti yang saya katakan tadi, kita ingin menyatukan sikap terhadap berbagai masalah isu bersama secara global. Sebenarnya tugas Indonesia di sini menjadi pemersatu, menjadi perekat antara negara-negara Islam ini, karena kita yang paling netral di antara semuanya.

Dengan posisi kita sebagai kekuatan ekonomi terbesar, dengan populasi terbesar, peran ini sangat mungkin kita lakukan. Sangat mungkin.

T: Kalau nanti pertemuannya berjalan, isu-isu apa saja yang akan diangkat dalam pertemuan tersebut?

J: Sebenarnya Indonesia dengan dunia Islam ini, kalau kita lihat ya, kita harus mulai mencari satu output ke depan berupa integrasi politik antara negara-negara Islam ini yang lebih baik.

Yang kedua adalah integrasi ekonomi yang lebih baik. Karena kita semua mempunyai sumber daya yang sangat bagus, ada sumber investasi yang juga sangat bagus, sebagai market juga sangat besar, sangat mungkin kita membangun satu kekuatan ekonomi bersama baru dengan negara-negara Islam ini semuanya, karena ukurannya yang sangat memungkinkan.

Sangat besar itu. Dan saya kira itu hanya mungkin dilakukan kalau kita secara politik terlebih dahulu punya, kita bisa menyatukan, menyeragamkan cara pandang kita terhadap berbagai macam isu-isu global, baru kita bisa mulai melakukan langkah-langkah pembangunan bersama begitu ya.

T: Terakhir, bagaimana Anda melihat prospek diplomasi Indonesia mungkin dalam 5 sampai 10 tahun ke depan?

J: Saya kira kalau kita konsisten menjalankan agenda ini, Indonesia sebagai kekuatan menengah ya, sebagai middle power, saya kira perlahan-lahan akan masuk di mainstream, kekuatan mainstream dunia yang ikut menentukan jalannya sejarah dunia ke depannya. Asalkan kita konsisten terus-menerus, bekerja dalam track ini, saya yakin, Insya Allah, cepat atau lambat Indonesia bisa akan menjadi salah satu kekuatan utama dunia yang ikut menentukan jalannya. Paling tidak jalannya sejarah kita ke depan.

Setidaknya kita sebagai negara middle power di kawasan, secara regional kita adalah kekuatan terbesar di sini, kita punya halaman dunia Islam yang sangat besar dan leverage ini semua bisa dipakai oleh Indonesia untuk bisa menjadi kekuatan arus utama secara global. Saya sangat optimis.


(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Anis Matta Dipanggil Prabowo, Jadi Wakil Menteri Luar Negeri

Next Article Video: Anis Matta Dipanggil Prabowo, Jadi Wakil Menteri Luar Negeri

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|