Jakarta, CNBC Indonesia - Tempat wisata yang saat ini tengah ramai dikunjungi masyarakat seiring dengan momen liburan akhir tahun, ternyata dihantui ancaman efek gempa megathrust, setidaknya oleh para pelaku wisata.
Menjawab kegelisahan pelaku wisata di dalam negeri, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) lantas memberikan saran bagi para pelaku wisata untuk menghadapi ancaman itu.
Walaupun BMKG sudah menyatakan bahwa gempa itu tidak dapat ditebak atau diprediksi kapan dan seberapa besar gempanya, tidak ada salahnya untuk melakukan antisipasi siaga hingga mitigasi bencana.
"Saya ingin membagi upaya-upaya mitigasi ini. Yang pertama, bagaimana menyiapkan assessment. Ini artinya adalah kawasan wisata dan para pengelola, dalam hal ini hotel, ataupun pengelola wisata lainnya itu mampu memahami potensi bahaya yang bisa saja melanda wilayahnya," kata Kepala Bidang Mitigasi Tsunami Samudra Hindia dan Pasifik BMKG, Suci Dewi Anugerah, dalam The Weekly Brief With Sandi Uno, dikutip Sabtu (28/12/2024).
Setelah mengetahui megathrust dan dampak bahayanya, ia mengatakan masyarakat juga harus bisa mengidentifikasi bagaimana tindakan evakuasi.
"Berapa kira-kira perkiraan jumlah wisatawan yang akan datang hingga bagaimana rencana evakuasinya. Dan lanjut ke aspek bagaimana membangun kesiapsiagaan. Hotel-hotel coba dicek lagi apakah rambu-rambu evakuasi, jalur evakuasi sudah disiapkan dengan baik?" pungkas Suci.
Ia mengingatkan hotel untuk lebih memperjelas papan petunjuk evakuasi serta jalur evakuasi. Para pemilik usaha hotel juga perlu mengetahui bagaimana kerja dari pintu darurat mereka, dan menyiapkan alarm evakuasi.
"Mitigasi selanjutnya adalah menyiapkan informasi kesiapsiagaan. Dibuat materi-materi edukasi, misalnya dibuat poster-poster lalu tempelkan pada papan informasi hotel," kata Suci.
Ia menyorot masih banyak hotel yang sering menjadi tempat pertemuan, tidak memberikan safety briefing kepada para pengunjungnya. Padahal, safety briefing merupakan prosedur standar dalam keselamatan evakuasi.
"Hotel yang berada di wilayah rawan gempa bumi dan tsunami ini harus melakukan safety briefing sebelum pertemuan, sehingga tamu memahami apabila dalam kondisi darurat mereka tahu harus melakukan apa. Juga upayakan pegawai hotel terlatih dan sering mengikuti sosialisasi dan simulasi rutin," tegas Suci.
Ia juga kembali menegaskan bahwa gempa megathrust bukanlah sekadar isu, melainkan fakta dan memang sudah pernah terjadi di Indonesia.
"Tidak hanya berdasarkan kajian, tetapi faktanya memang itu pernah terjadi. Jangan lupa tsunami Aceh 2004 yang kekuatannya lebih dari 9 magnitudo, jangan lupa juga tsunami Mentawai yang kekuatannya 7,9 tetapi membangkitkan tsunami yang sangat besar. Tsunami Pangandaran 2006 ataupun tsunami Nias di 2005 itu adalah gempa tsunami yang dibangkitkan oleh gempa bumi di wilayah megathrust. Jadi ini semua adalah fakta yang tidak bisa kita elakkan," imbuh Suci.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Momen Libur, Bos Taman Hiburan "Panen" Cuan
Next Article BMKG Ungkap Gempa Megathrust RI Hanya Tunggu Waktu, Cek Zona Merahnya