Gonjang-Ganjing di JCC Bikin Resah, Pelaku MICE Minta Ini

2 months ago 21

Jakarta, CNBC Indonesia - Upaya pengakhiran kontrak sepihak yang dilakukan oleh Pusat Pengelola Kawasan Gelora Bung Karno (PPKGBK) terhadap pengelolaan Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta mulai menimbulkan kekhawatiran pelaku usaha di industri Meeting, Incentive, Convention and Exhibition (MICE). Perubahan pengelolaan dinilai berpotensi untuk menurunkan standar kualitas layanan dan mendorong banyak pengguna JCC berpindah ke venue lainnya.

Sekretaris Jendral Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (ASPERAPI) Jeffrey Eugene mengatakan, situasi yang terjadi di JCC terkait rencana pengelolaan venue tersebut oleh PPKGBK membuat banyak anggotanya khawatir. Pasalnya, perubahan pengelola bisa mengancam standar layanan di JCC yang selama ini menjadi kiblat pengelolaan MICE di Indonesia, bahkan di Asia.

"Di komplek GBK ini sesungguhnya ada beberapa venue untuk kegiatan MICE. Tapi anggota ASPERAPI selalu memprioritaskan JCC, selain kapasitasnya besar, yang utama pengelolanya sudah teruji bertahun-tahun. Standar layanan yang selama ini diterapkan oleh pengelola JCC sangat tinggi, makanya event organizer (EO) baik lokal maupun asing selalu repeat order," kata Jeffrey, Jumat (22/11/2024).

Ia menambahkan, melihat pengalaman dan fakta yang terjadi di industri MICE Indonesia, hampir semua venue besar dikelola oleh swasta. Selain JCC yang dikelola oleh PT Graha Sidang Pratama (GSP), ICE BSD oleh PT Indonesia International Expo juga JIExpo yang dimiliki dan dikelola oleh PT Jakarta International Expo. Saat ini juga sedang ada penyelesaian pembangunan venue baru di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) II seluas lebih dari 120 meter persegi yang juga akan dikelola oleh swasta.

"Sebagai pelaku usaha, ASPERAPI akan selalu mendukung upaya pemerintah untuk terus meningkatkan kontribusi industri MICE ini terhadap perekonomian Indonesia. Karena itu harapan kami pemerintah juga mampu menjaga iklim industri ini selalu kondusif dan memastikan diterapkannya standar layanan yang tinggi, profesional, akuntabel dan terukur seperti yang sudah diberikan oleh venue-venue besar seperti JCC," tambah Jeffrey.

Lebih jauh Jeffrey menegaskan, mengelola industri MICE itu sulit. Karena hal ini tidak saja berkaitan dengan kompetensi dan rekam jejak, tetapi juga jejaring bisnis yang tentunya dibangun bertahun-tahun. Karena itu adanya ancaman terhadap perubahan pengelola di JCC telah menjadi perhatian serius ASPERAPI. Apalagi di industri MICE Indonesia tidak banyak pelaku usaha yang memiliki kemampuan mengelola venue sebesar JCC. Bahkan sebagian besar pengelola venue baik yang ada di Jakarta maupun di berbagai kota lainnya di Indonesia pernah belajar dan terhubung dengan pengelola JCC saat ini.

"Jangan berpikir dengan mengubah pengelolaan JCC semua vendor akan langsung melanjutkan kerjasamanya. Apalagi jika pengelola baru memiliki kualifikasi dan akuntabilitas yang lebih rendah dibandingkan pengelola sebelumnya. Pemerintah harus mengambil keputusan terbaik untuk menyelamatkan Industri ini dari kepentingan sepihak dan jangka pendek," tegasnya.

Sebelumnya Edwin Sulaeman, General Manager JCC mengatakan, sebagai investor dan pengelola JCC, PT GSP akan selalu mengutamakan kepentingan dan kepastian bisnis dari para klien agar bisnis MICE di JCC dapat terus berjalan secara optimal.

"JCC tetap beroperasi seperti biasa, dan seluruh kontrak dengan para klien yang telah ditandatangani tetap berjalan. Agenda MICE di JCC ini memiliki dampak ekonomi yang luar biasa, jadi kami tetap fokus melayani kebutuhan klien," kata Edwin dalam acara Media Briefing di JCC, Senayan Jakarta Pusat, Kamis (7/11).

Menurut Edwin, JCC telah memiliki sejumlah kontrak sampai tahun 2025 dengan berbagai klien, baik lokal maupun internasional. Sebagian besar kontrak tersebut merupakan kegiatan rutin tahunan yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Sebagai ikon MICE Indonesia dan memiliki jaringan international, JCC juga memiliki kontrak dengan berbagai Event Organizer (EO) dunia.

Mengingat peran strategis dan dampak besar JCC terhadap industri MICE Indonesia, Edwin berharap agar seluruh pihak tetap mendukung kegiatan di JCC tetap berjalan normal. Menurutnya berbagai segmen pelaku usaha mulai dari korporasi hingga UMKM memiliki kepentingan terhadap suksesnya kegiatan bisnis maupun non bisnis di JCC.

"Banyak pelaku bisnis yang bergantung dari berbagai event MICE di JCC. Jadi, kami berharap agar semua agenda MICE tidak terganggu selama proses hukum berlangsung," tegas Edwin.

Amir Syamsudin, Kuasa Hukum PT GSP menjelaskan, kehadiran PT GSP sebagai investor dan pengelola JCC memiliki dasar hukum yang kuat yaitu perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operation Transfer/BOT) yang ditandatangani dan disepakati bersama pada tanggal 22 Oktober 1991.

Saat itu, PT GSP mendapat mandat dari pemerintah untuk membangun JCC sebagai venue penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gerakan Non-Blok (GNB) ke-10 yang diikuti oleh sekitar 100 delegasi dan 60 kepala negara pada September 1992.

Sesuai klausul dalam pasal 8 ayat 2 perjanjian kerjasama disebutkan, ketika Perjanjian berakhir pada 21 Oktober 2024, PT GSP (dulu PT Indobuildco) memiliki pilihan pertama untuk memperpanjang Perjanjian dengan PPKGBK (dulu Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan/BPGS) berdasarkan persyaratan yang akan ditentukan kemudian.

"Adanya klausul di pasal 8 ayat 2 itulah yang menjadi salah satu faktor yang meyakinkan perusahaan untuk membantu pemerintah menyiapkan venue menyambut perhelatan KTT Non-Blok ke-10. Dengan adanya klausul itu, PT GSP melihat bahwa pemerintah juga memperhatikan potensi risiko bisnis yang akan dihadapi oleh PT GSP selama kontrak BOT berlangsung selama 30 tahun. Apalagi saat itu kami juga belum mengetahui seluk beluk pengelolaan event dan rencana penggunaan venue setelah KTT selesai," jelas Amir.


(ayh/ayh)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Target RK, Jakarta Bikin Konser Taylor Swift Cs 3X Lebih Banyak

Next Article 2024, Bisnis MICE di RI Diramal Tumbuh 17%

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|