Jakarta, CNBC Indonesia - Harga bawang putih yang terus meroket membuat masyarakat menjerit. Pasalnya, harga bawang putih saat ini di sejumlah daerah sudah tembus di atas Rp50.000 per kg, jauh di atas harga acuan penjualan (HAP) yang ditetapkan pemerintah Rp38.000 per kg. Adapun Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut keterlambatan realisasi impor sebagai penyebab.
Kendati demikian, Ombudsman RI menilai permasalahan ini bukan sekadar soal keterlambatan, melainkan lemahnya pengawasan dan tidak tepatnya kebijakan pemberian izin impor. Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menegaskan, seharusnya pemerintah lebih tanggap dan dinamis dalam mengawasi impor bawang putih.
"Mestinya PI (Persetujuan Impor) harus mengandung dua hal. Pertama, tenggat waktu pengiriman harus jelas. Kalau saya berikan surat persetujuan impor, Anda paling lambat harus memasukkan barangnya misalnya bulan April atau Mei. Sehingga ketersediaan bisa diatur," kata Yeka kepada CNBC Indonesia, Jumat (28/3/2025).
Selain itu, yang kedua, Yeka menyoroti perlunya sanksi bagi importir yang tidak menjalankan kewajibannya.
"Kalau diberikan kemudahan oleh pemerintah tetapi akhirnya tidak melakukan impor, ini bisa dikategorikan sebagai pengkhianatan terhadap rakyat Indonesia. Karena kebutuhan masyarakat itu sudah jelas, dan negara sudah menugaskan pelaku usaha untuk mengisi kebutuhan dalam negeri," tegasnya.
Fakta di lapangan semakin menguatkan pernyataan Ombudsman. Banyak importir lama yang tidak mendapatkan SPI (Surat Persetujuan Impor), sementara perusahaan-perusahaan baru justru mendapat izin, meskipun belum memiliki pemasok di China.
"Ini masalah besar dan berisiko. Kenapa SPI diberikan kepada pelaku usaha yang belum memiliki pengalaman dan jaringan pemasok? Ini harus diawasi," tukas dia.
Dalam sidak ke beberapa gudang, Ombudsman menemukan stok bawang putih kosong. "Mereka bilang masih berusaha mencari pemasok. Mohon maaf, tapi tata kelolanya tidak bagus. Kalau pemerintah punya stok 200 ribu ton di BUMN, kita masih bisa bereksperimen. Tapi dalam kondisi seperti ini, masyarakat yang dirugikan," paparnya.
Ombudsman menilai pemerintah harus segera mengambil langkah korektif dengan meningkatkan pengawasan yang lebih dinamis.
"Importir yang diberikan izin harus diawasi setiap bulan. Jika tidak bisa merealisasikan impor, segera diganti dengan yang lebih kompeten. Tidak bisa dibiarkan berlarut-larut seperti ini," katanya.
Menurut Yeka, pemerintah tidak bisa hanya pasrah pada situasi. "Jika ada importir yang tidak bisa mendatangkan bawang putih, langsung tanyakan 'kenapa?'. Jika tidak ada alasan yang masuk akal, SPI-nya dicabut dan diberikan ke importir lain yang lebih siap. Ini bukan soal menunggu, tapi harus bertindak," tegasnya.
Dengan lonjakan harga yang terus terjadi, Ombudsman mendesak pemerintah segera membenahi tata kelola impor bawang putih agar kejadian serupa tidak terus berulang.
"Kebutuhan bawang putih itu sudah jelas, 30-50 ribu ton per bulan. Jika tidak ada pengawasan yang ketat, masyarakat yang akan terus dirugikan," katanya.
(hoi/hoi)
Saksikan video di bawah ini: