Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terpantau kembali merana pada perdagangan sesi I Senin (16/12/2024), di tengah sikap investor yang menanti keputusan suku bunga acuan bank sentral pada pekan ini.
Hingga pukul 12:00 WIB, IHSG merosot 0,89% ke posisi 7.259,47. IHSG sempat ambles 1,2% pada awal sesi I hari ini. Bahkan, IHSG pun kembali menyentuh level psikologis 7.200.
Nilai transaksi indeks pada sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 5,6 triliun dengan melibatkan 12,7 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 654.840 kali. Sebanyak 138 saham naik, 432 saham turun, dan 219 saham cenderung stagnan.
Tercatat seluruh sektor berada di zona merah. Sektor properti, teknologi, bahan baku, transportasi, konsumer non-primer, kesehatan, dan infrastrukur terkoreksi lebih dari 1% pada sesi I hari ini.
Sementara dari sisi saham, emiten telekomunikasi PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) menjadi penekan terbesar IHSG yakni mencapai 11,4 indeks poin. Selain itu, adapula emiten konglomerasi Prajogo Pangestu PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) dan emiten teknologi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang juga membebani IHSG sebesar 4,6 indeks poin.
Berikut ini saham-saham penekan IHSG di sesi I hari ini.
IHSG kembali merana di tengah sikap investor yang menanti keputusan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) dan Bank Indonesia (BI) pada Rabu siang dan Kamis dini hari.
Bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) diperkirakan akan menurunkan suku bunga seperempat poin lagi, tepatnya pada 18 Desember 2024. Keputusan ini akan menandai pemotongan suku bunga tiga kali berturut-turut.
Adapun, semua kebijakan tersebut memangkas satu poin persentase penuh dari suku bunga dana federal sejak September lalu.
Sejauh ini, bank sentral AS tampaknya telah bergerak perlahan karena mereka mengkalibrasi ulang kebijakan setelah dengan cepat menaikkan suku bunga ketika inflasi mencapai titik tertinggi dalam 40 tahun.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) diprediksi belum akan memangkas kembali suku bunga acuannya dan cenderung kembali menahannya pada pertemuan Desember kali ini. Hal ini lantaran kondisi rupiah yang makin mengkhawatirkan belakangan ini.
Namun sebelum menuju The Fed dan BI, investor akan memantau rilis beberapa data ekonomi di global dan dalam negeri pada hari ini.
Dari global, yakni dari mitra dagang terbesar RI, China juga akan merilis beberapa data ekonomi. Pada hari ini, China akan merilis produksi industri China secara tahunan sejak periode Januari hingga November 2024.
Sebelumnya terpantau produksi industri China hingga Oktober 2024 tercatat 5,8%. Angka tersebut bergerak stagnan dari periode September 2024 yang juga tercatat 5,8%.
Masih dalam hari yang sama, China juga akan merilis tingkat pengangguran periode November 2024. Sebelumnya tingkat pengangguran di China menurun pada periode Oktober 2024 sebesar 5%, dari 5,1% pada periode September 2024.
Selain itu juga terdapat rilis data penjualan ritel China periode November 2024. Sebelumnya penjualan ritel di China mengalami lonjakan pada periode Oktober menjadi 4,8% dari sebelumnya 3,2% dari periode September 2024.
Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data neraca perdagangan beserta data ekspor dan juga impor periode November 2024.
Surplus neraca perdagangan diproyeksi masih akan berlanjut pada November 2024. Namun, surplus diproyeksi akan menyusut karena tingginya impor.
Sebelumnya, BPS mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2024 mencapai US$ 2,48 miliar, melanjutkan capaian surplus pada September 2024 sebesar US$ 3,23 miliar.
Konsensus pasar yang dihimpunCNBC Indonesiadari 11 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada November 2024 akan mencapai US$ 2,21 miliar.
Surplus tersebut lebih rendah dibandingkan Oktober 2024 yang mencapai US$2,48 miliar.
Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 55 bulan beruntun sejak Mei 2020. Surplus membentang dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) - hingga Prabowo Subianto.
Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor masih akan tumbuh 6,07% (year on year/yoy) sementara impor juga naik 6,36% yoy pada November 2024.Pada Oktober 2024, ekspor terbang 10,3% (yoy) dan impor melesat 17% (yoy).
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini: