Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus melemah melanjutkan penurunan pada perdagangan sesi 1 Selasa (10/12/2024). Di tengah banyaknya rilis data dan agenda di dalam negeri maupun global pada pekan ini.
Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia hingga pukul 12.00 Selasa hari ini (10/12/2024), IHSG melemah hingga 0,24% ke level 7.419,78. Pelemahan ini terjadi setelah sehari sebelumnya (9/12/2024) IHSG alami penguatan hingga 0,74 ke posisi 7437,73.
Nilai transaksi indeks pada siang hari ini relatif lesu atau mencapai sekitar Rp 9,09 triliun dengan melibatkan 11,79 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 847.214 kali.
Sebanyak 237 saham naik, 316 saham turun, dan 235 saham stagnan. Enam dari 10 sektor saham menjadi beban IHSG dan berada di zona merah dengan sektor Real Estate sebagai penekan terkuat dengan penurunan sebesar 1,23%.
Sementara Sektor lain yang menjadi pemberat pergerakan IHSG yakni sektor Basic Materials yang melemah sebesar 1,1% , disusul oleh sektor industri dan teknologi yang turun 0,82% dan 0,72%, kemudian diikuti sektor finansial yang turun 0,63% serta sektor healthcare yang melemah hingga 0,18.
Dari sisi Emiten, PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) sebagai laggard terbesar bagi IHSG dengan ambruk hingga 15,71 indeks poin, disusul dua saham perbankan pelat merah yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang masing-masing turun hingga 8,94 poin dan 7,24 indeks poin.
Diikuti dengan PT DCI Indonesia Tbk dan PT Sinar Mas Multiartha Tbk yang turut menekan IHSG yakni masing-masing turun hingga mencapai 4,29 dan 2,16 indeks poin.
Lebih lanjut, pelemahan IHSG seiring dengan tekanan dari berbagai sentimen global dan domestik. Dari eksternal, data perdagangan China untuk November 2024 menjadi salah satu fokus utama pelaku pasar.
Surplus perdagangan China melonjak menjadi US$ 97,44 miliar, naik dari US$ 69,45 miliar pada November tahun sebelumnya dan melampaui ekspektasi sebesar US$ 95 miliar. Namun, perlambatan pertumbuhan ekspor menjadi 6,7% (yoy) dari 12,7% pada Oktober serta penurunan impor sebesar 3,9% menandakan lemahnya permintaan domestik dan dampak dari ancaman tarif lebih lanjut dari AS.
Penurunan impor yang lebih tajam dari ekspektasi menunjukkan ketidakstabilan ekonomi domestik China, yang berpotensi mengganggu mitra dagangnya, termasuk Indonesia. Pasalnya, China adalah salah satu tujuan ekspor utama Indonesia, sehingga perlambatan di negara tersebut berpotensi menekan permintaan terhadap komoditas unggulan Tanah Air.
Selain itu, surplus perdagangan China dengan AS yang sedikit melebar menjadi USD 34,9 miliar pada November turut memunculkan kekhawatiran mengenai hubungan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut.
Dari domestik, sentimen melemah juga datang dari data penjualan ritel Indonesia yang mencatat pertumbuhan hanya sebesar 1,5% pada Oktober 2024 (yoy), melambat dari kenaikan 4,8% pada bulan sebelumnya. Ini menjadi pertumbuhan paling lambat sejak Januari, meski tetap mencatat peningkatan selama enam bulan berturut-turut.
Penurunan ini terutama disebabkan oleh perlambatan penjualan makanan yang hanya naik 3,3% dari sebelumnya 6,9%, serta penurunan lebih tajam pada informasi dan komunikasi sebesar -25,1%.
Di sisi lain, kenaikan yang lebih cepat tercatat pada bahan bakar, pakaian, serta suku cadang dan aksesori otomotif. Namun, konsensus pasar memperkirakan adanya sedikit perbaikan pada data November, dengan proyeksi pertumbuhan sebesar 1,7% secara tahunan.
IHSG yang bergerak di zona merah sepanjang sesi pertama mencerminkan kehati-hatian investor terhadap perlambatan ekonomi global dan sinyal pelemahan permintaan domestik.
Kombinasi antara tekanan dari perdagangan China yang lesu dan data ritel Indonesia yang melambat ini diperkirakan akan terus mempengaruhi pergerakan pasar hingga akhir perdagangan hari ini.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini: