Ikut Wall Street, Bursa Asia Dibuka Kurang Darah

1 month ago 19

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka melemah pada perdagangan Rabu (11/12/2024), di tengah sikap investor yang menanti pertemuan kebijakan utama di China.

Per pukul 08:30 WIB, hanya indeks Hang Seng Hong Kong dan KOSPI Korea Selatan yang menguat pada hari ini yakni masing-masing 0,64% dan 0,74%.

Sedangkan sisanya terpantau melemah. Indeks Nikkei 225 Jepang turun tipis 0,09%, Shanghai Composite China terkoreksi tipis 0,02%, Straits Times Singapura melemah 0,47%, dan ASX 200 Australia terpangkas 0,48%.

Pemerintah China dilaporkan akan memulai rapat kerja ekonomi tahunannya pada hari ini untuk menguraikan kebijakan ekonomi dan target pertumbuhannya untuk tahun depan.

Konferensi Kerja Ekonomi Pusat (Central Economic Work Conference/CEWC) yang berlangsung dua hari ini diperkirakan akan berlangsung hingga Kamis besok.

Acara tersebut akan memusatkan perhatian pada penyusunan agenda ekonomi untuk tahun 2025, dengan dihadiri oleh sejumlah pemimpin pemerintah pusat dan provinsi, serta kepala lembaga keuangan dan perusahaan milik negara.

Rapat ini menjadi sorotan investor sebagai petunjuk awal bagaimana pembuat kebijakan akan menyikapi tahun mendatang.

Politbiro, badan pengambil keputusan Partai Komunis, telah menghidupkan kembali istilah yang terakhir kali digunakan sejak krisis keuangan global lebih dari satu dekade lalu, seperti janji untuk menerapkan kebijakan moneter "cukup longgar" dan alat fiskal "lebih proaktif" untuk mendukung ekonomi.

Pergerakan bursa Asia-Pasifik pada hari ini cenderung mengekor bursa AS, Wall Street kemarin, yang kembali ditutup melemah.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,35%, S&P 500 terkoreksi 0,3%, dan Nasdaq Composite terpangkas 0,25%.

Pembacaan Indeks Harga Konsumen (IHK) AS periode November yang akan dirilis pada malam hari ini, merupakan salah satu laporan utama terakhir menjelang pertemuan The Fed pada 17-18 Desember.

Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan bahwa inflasi umum naik 0,3% pada November secara bulanan (month-to-month/mtm) dan 2,7% secara tahunan (year-on-year/yoy).

Jika hal ini benar terjadi, maka probabilitas The Fed dalam menurunkan suku bunganya di bulan ini akan semakin kecil mengingat angka inflasi yang terus meningkat.

Sejauh ini, menurut perangkat CME FedWatch, probabilitas pasar yang memperkirakan The Fed akan kembali memangkas suku bunga acuannya masih cukup besar yakni mencapai 8,61%. Angka ini mengalami peningkatan dari sehari sebelumnya yang mencapai 85%.

Dengan meningkatnya probabilitas pasar yang memperkirakan The Fed akan kembali memangkas suku bunga acuannya, maka sejatinya pasar masih cukup optimis bahwa bank sentral Negeri Paman Sam akan kembali memangkas suku bunga acuannya pada pertemuan pekan depan.

Namun yang perlu diwaspadai adalah pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell yang menekankan kehati-hatian mengenai pendekatan bank sentral dalam melonggarkan kebijakan moneter karena ketahanan ekonomi.

Hal ini karena data tenaga kerja di AS makin pulih, membuat kemungkinan The Fed akan kembali merubah sikapnya pada pertemuan terakhir di 2024.

The Fed kini berada dalam periode tanpa komentar mengenai pertemuan penetapan kebijakannya, tetapi investor akan memperoleh satu wawasan terakhir mengenai pengambilan keputusan mereka dengan data inflasi utama yang akan dirilis pekan ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(chd/chd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Investor Pantau Rilis Inflasi AS, IHSG & Rupiah 'Kudu' Waspada?

Next Article Joe Biden Mundur Dari Calon Presiden AS, Bursa Asia Dibuka Merana

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|