Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kompak bergerak di zona merah pada perdagangan sesi I Senin (16/12/2024), jelang pengumuman paket kebijakan ekonomi oleh pemerintahan Prabowo-Gibran.
IHSG tercatat ambruk hingga 1,49% ke posisi 7.217 dalam tiga puluh menit pertama perdagangan sesi I. Sementara itu rupiah turun 0,18% ke angka Rp 16.018/US$.
Selain pengumuman paket kebijakan ekonomi yang arahnya ditunggu oleh investor, nasib buruk IHSG dan rupiah juga ikut dipengaruhi oleh buruknya sentimen global di tengah sikap investor yang menanti keputusan suku bunga acuan bank sentral pada pekan ini.
Hari ini, presiden Prabowo Subianto bersama sejumlah menteri akan membahas nasib kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada besok. Sejumlah menteri yang diundang yakni Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani.
Airlangga mengatakan, tidak cuma PPN yang akan diumumkan, namun juga sederet kebijakan perekonomian. Landasan hukumnya meliputi Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan sinyal kuat kenaikan PPN yang diamanatkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menjadi 12% pada Januari 2025. Penegasan ini ia sampaikan saat rapat kerja dengan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Komisi XI DPR.
Sri Mulyani menjawab pertanyaan para anggota DPR tentang kepastian kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 2025.
Selain itu sentimen lain dari dalam negeri adalah Badan Pusat Statistik (BPS) yang akan merilis data neraca perdagangan beserta data ekspor dan juga impor periode November 2024.
Surplus neraca perdagangan diproyeksi masih akan berlanjut pada November 2024. Namun, surplus diproyeksi akan menyusut karena tingginya impor.
Sebelumnya, BPS mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2024 mencapai US$ 2,48 miliar, melanjutkan capaian surplus pada September 2024 sebesar US$ 3,23 miliar.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada November 2024 akan mencapai US$ 2,21 miliar.
Surplus tersebut lebih rendah dibandingkan Oktober 2024 yang mencapai US$2,48 miliar.
Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 55 bulan beruntun sejak Mei 2020. Surplus membentang dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) - hingga Prabowo Subianto.
Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor masih akan tumbuh 6,07% (year on year/yoy) sementara impor juga naik 6,36% yoy pada November 2024.Pada Oktober 2024, ekspor terbang 10,3% (yoy) dan impor melesat 17% (yoy).
Dari sisi global, imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun tercatat naik menyusul pengumuman data ekonomi yang kuat. Sementara indeks dolar AS (DXY) tampak turun 0,18% di angka 106,81. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan penutupan sebelumnya yang berada di angka 107.
Selain itu, data inflasi produsen (IHP) AS yang di atas ekspektasi juga menjadi pendorong pelemahan rupiah belakangan ini.
Sebagai informasi, IHP Negeri Paman Sam pada bulan lalu tercatat tumbuh mencapai 3% year on year/yoy pada November, lebih tinggi dari Oktober lalu yang tumbuh 2,6%. Angka ini juga lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 2,6%.
Lalu, dari mitra dagang terbesar RI, China juga akan merilis beberapa data ekonomi. Pada hari ini, China akan merilis produksi industri China secara tahunan sejak periode Januari hingga November 2024.
Sebelumnya terpantau produksi industri China hingga Oktober 2024 tercatat 5,8%. Angka tersebut bergerak stagnan dari periode September 2024 yang juga tercatat 5,8%.
Masih dalam hari yang sama, China juga akan merilis tingkat pengangguran periode November 2024. Sebelumnya tingkat pengangguran di China menurun pada periode Oktober 2024 sebesar 5%, dari 5,1% pada periode September 2024.
Selain itu juga terdapat rilis data penjualan ritel China periode November 2024. Sebelumnya penjualan ritel di China mengalami lonjakan pada periode Oktober menjadi 4,8% dari sebelumnya 3,2% dari periode September 2024.
Namun yang utama, investor menanti keputusan suku bunga terbaru Bank Indonesia (BI) dan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Kepastian prospek suku bunga The Fed akan dinanti pasar pada pertemuan FOMC meeting yang akan berlangsung ada Selasa dan Rabu. Bersamaan dengan itu, Bank Indonesia (BI) juga menggelar rapat yang akan menentukan arah kebijakan moneternya.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: IHSG Kembali Menguat, Balik ke Level 7.100-an
Next Article BEI Pantau Ketat Pergerakan Saham Wulandari Bangun Laksana (BSBK)