Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Rusia pimpinan Presiden Vladimir Putin memberikan sejumlah pesan dan penjelasan kepada Amerika Serikat (AS). Hal ini terjadi saat hubungan kedua negara berada dalam eskalasi yang panas jelang pelantikan presiden baru, Donald Trump.
Pernyataan resmi Rusia ini disampaikan langsung oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia, Sergei Lavrov, dalam sebuah pernyataan persnya, Selasa (14/1/2025). Ada sejumlah isu terkait AS yang menjadi bahan pernyataan Lavrov.
Awalnya, Lavrov membahas bahwa negara-negara Barat pimpinan AS perlu menghadapi realita bahwa pengaruhnya telah berkurang banyak. Menurutnya, ambisi AS untuk memegang hegemoni dunia merupakan sesuatu yang bertentangan dengan fakta hari ini.
"Setiap politisi yang waras harus menyadari bahwa dalam 30 hingga 35 tahun terakhir, keadaan telah berubah secara drastis," kata diplomat tertinggi Putin itu, seraya menambahkan bahwa 'oposisi terhadap diktat Barat' kini telah muncul kembali di pusat-pusat ekonomi baru.
Lavrov kemudian menggambarkan bagaimana sikap negara-negara Eropa yang terus mengikut AS dalam memegang tapuk hegemoni telah menimbulkan ancaman baru. Ia menyebut indutri Eropa harus menahan pil pahit karena mengikuti Washington untuk menjauhi bahan bakar murah asal Rusia.
"Mereka (AS) dengan gegabah memberi lampu hijau untuk melancarkan serangan teroris yang menghancurkan kesejahteraan energi Uni Eropa dan mereka mendesak klien Ukraina untuk menghentikan TurkStream juga," ungkapnya.
Setelah itu, Lavrov juga menggambarkan bagaimana negara-negara yang menjauhi hegemoni AS tersingkir di panggung global. Ia mengutip Serbia dan tuntutan terbaru AS untuk mengusir modal Rusia dari industri energi negara itu.
"Cara AS menekan sekutu tradisional Rusia itu sangat menjengkelkan. Itu adalah ciri khas pemerintahan Presiden Joe Biden (petahana presiden AS)."
Lalu, Lavrov juga menyinggung terkait rencana Trump untuk menganeksasi Greenland. Menurutnya, penduduk Greenland secara layak memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri berdasarkan Piagam PBB, seperti halnya masyarakat lainnya.
"Mereka tidak serta-merta akan memilih untuk berpisah dengan Denmark dan, jika mereka melakukannya, mereka mungkin memilih kemerdekaan daripada bergabung dengan AS," tutur Lavrov.
"Rusia mendengarkan pendapat penduduk Krimea, Donbass, dan Novorossiya, untuk mengetahui bagaimana sikap terhadap rezim yang berkuasa melalui kudeta yang melanggar hukum di Kyiv pada tahun 2014."
Terakhir, Lavrov mengamati bahwa Presiden terpilih Donald Trump dan anggota pemerintahannya di masa mendatang telah berulang kali menyebutkan upaya mengatasi akar penyebab konflik Ukraina. Menurutnya, ini merupakan sesuatu yang perlu dipuji.
"Fakta bahwa situasi nyata di lapangan kini lebih sering disebutkan patut dipuji. Pernyataan Trump secara efektif merupakan pertama kalinya seorang pemimpin besar Barat secara jujur mengakui bahwa NATO telah berulang kali berbohong saat menandatangani berbagai dokumen dengan Moskow untuk terus memperluas wilayah ke perbatasan Rusia," pungkasnya.
"Meskipun Rusia belum menerima inisiatif khusus apa pun dari pihak Amerika, Rusia akan terbuka untuk mempelajari setiap proposal guna menyelesaikan konflik setelah Trump menjabat akhir bulan ini."
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Trump Bilang Bakal Segera "Kopdar" Dengan Putin
Next Article Joe Biden Tuding Rusia 'Cawe-cawe' di Pemilu AS, Ungkap Bukti Ini