Pasangan suami istri, Alvin dan Anita, meminta maaf atas kasus tumbler Tuku yang viral, melalui video yang diunggah pada Kamis (27/11/2025) malam.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasangan suami istri Alvin Harris dan Anita, yang unggahannya mengenai hilangnya tumbler Tuku di KRL rute Tanah Abang-Rangkasbitung menjadi viral, akhirnya muncul ke publik untuk menyampaikan permintaan maaf. Melalui sebuah video yang diunggah ke Instagram @alvinhrrs pada Kamis (27/11/2025) malam, pasangan ini secara resmi meminta maaf setelah menjadi pusat perhatian dan sasaran kritik warganet.
Unggahan awal mereka di Threads dinilai telah menimbulkan kerugian, terutama bagi petugas PT KAI bernama Argi yang disebut-sebut terkena dampaknya. "Kami berdua ingin meminta permohonan maaf sebesar-besarnya khususnya kepada saudara Argi dan semua pihak terkait yang terkena dampak dan dirugikan atas ucapan dan perbuatan kami berdua," ujar Alvin.
"Kami sangat sadar cara kami menyikapi kejadian ini sangat tidak bijak sehingga melukai banyak perasaan orang-orang di luar sana. Dan dari kejadian ini sebagai pembelajaran untuk kami agar lebih berhati-hati ke depannya. Dari lubuk hati kami yang paling dalam, kami sangat meminta maaf yang sebesar-besarnya," kata Anita menambahkan.
Kasus tumbler Tuku Anita dinilai membuka mata lebar-lebar masyarakat tentang bagaimana media sosial (medsos) kini berfungsi sebagai "pengadilan publik" yang cepat. Menurut Guru Besar Psikologi dari Universitas Indonesia, Prof Rose Mini Agoes Salim, mengatakan biasanya orang memilih untuk menggunakan jalur media sosial karena tidak ada jalan atau cara yang mereka ketahui untuk mengutarakan keluhan mereka.
Ketika saluran formal terasa buntu, unggahan di dunia maya, seperti yang dilakukan Anita, dianggap menjadi cara tercepat untuk menarik perhatian publik. "Nah oleh karena itu supaya menarik perhatian, maka dia taruh di media sosial agar banyak yang baca banyak yang lihat sehingga kemudian bisa kemudian mengundang orang untuk memberikan perhatian kepada kasus yang dia alami," ujarnya kepada Republika.co.id pada Kamis (27/11/2025) malam.
Kecepatan viralitas di medsos, yang membuat sesuatu yang tadinya tidak mungkin menjadi mungkin, memang menawarkan solusi cepat, namun dampaknya memang bisa bermacam-macam; bisa cepat mendapatkan sesuatu yang menjadi perhatian, tetapi bisa juga berbalik arah kepada orang yang bersangkutan. Kasus yang dimulai dari hilangnya sebuah tumbler ini kemudian memicu sanksi sosial masif atau cancel culture, khususnya terhadap pihak yang dianggap lemah, yaitu petugas KRL.
Prof Rose Mini menyoroti bahwa respons publik begitu masif karena berkaitan erat dengan masalah moral. "Ini kan sebetulnya masalahnya moral. Apapun kejadiannya moral itu adalah kemampuan manusia membedakan baik dan buruk, dan ternyata ini banyak sekali orang yang merasa bahwa ini ketidakadilan," ujarnya.

1 hour ago
1













































