Wanita mengalami hipertensi paru (ilustrasi). Gejala hipertensi paru sering menyerupai penyakit umum seperti asma atau gangguan jantung, sehingga banyak pasien menunggu bertahun-tahun sebelum mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hipertensi paru tergolong penyakit langka dengan prevalensi sekitar 15 hingga 30 kasus per satu juta penduduk. Di Indonesia, Yayasan Hipertensi Paru Indonesia (YHPI) memperkirakan terdapat sekitar 25 ribu pasien. Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia, dan wanita menjadi kelompok paling rentan.
Hipertensi paru masih sering tidak terdeteksi atau salah dikenali, padahal tergolong penyakit berbahaya. Wakil Ketua Hipertensi Paru Indonesia (INA-PH), dr Hary Sakti Muliawan, mengatakan gejalanya sering menyerupai penyakit umum seperti asma atau gangguan jantung, sehingga banyak pasien menunggu bertahun-tahun sebelum mendapatkan diagnosis dan pengobatan yang tepat.
"Banyak yang datang dalam kondisi sudah berat karena gejala awal seperti sesak napas yang semakin berat saat beraktivitas dan mudah lelah sering dianggap hal biasa. Padahal, itu bisa menjadi tanda awal hipertensi paru," kata dr Hary dalam diskusi media di kawasan GBK, Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Dokter Hary mengatakan, edukasi publik dan peningkatan kapasitas tenaga medis perlu diperkuat agar diagnosis dapat dilakukan lebih dini dan akurat. "Keterlambatan diagnosis ini sering membuat pasien kehilangan waktu berharga untuk mendapatkan pengobatan yang tepat, sehingga kondisi mereka sudah memburuk saat akhirnya terdeteksi," kata dr Hary.
Ketua Yayasan Hipertensi Paru Indonesia (YHPI), Arni Rismayanti, menjelaskan banyak pasien setelah bertahun-tahun merasa tidak baik-baik saja, akhirnya baru mengetahui dirinya mengalami hipertensi paru. Menurut Arni, mereka datang dalam keadaan lelah, bingung, dan sering kali salah diagnosis.

1 hour ago
1













































