Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah akhirnya memutuskan untuk meluncurkan paket kebijakan ekonomi untuk menunjang kesejahteraan masyarakat. Paket ini diumumkan oleh para menteri Kabinet Merah Putih pada 16 Desember 2024.
Paket kebijakan yang berisikan 15 stimulus a.l. PPN Ditanggung Pemerintah (DTP), PPnBM DTP, Bea Masuk 0% hingga insentif PPh Pasal 21 DTP ini dirancang sebagai buffer bagi perekonomian masyarakat setelah pemerintah memutuskan untuk tetap menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk barang dan jasa tertentu.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa sesuai amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah akan memberlakukan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% mulai 1 Januari 2025. Dia pun menekankan kebijakan tersebut juga merupakan bagian dari reformasi perpajakan.
"Untuk itu, agar kesejahteraan masyarakat tetap terjaga, pemerintah menyiapkan insentif berupa Paket Stimulus Ekonomi yang akan diberikan kepada berbagai kelas masyarakat," ungkap Airlangga, dikutip Jumat (26/12/2024).
Dia pun memastikan paket ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung pelaku usaha, utamanya UMKM dan padat karya, menjaga stabilitas harga serta pasokan bahan pokok, sehingga bisa menimbulkan kesejahteraan masyarakat. Airlangga menjamin bahwa kebijakan perpajakan ini menjunjung prinsip keadilan dan gotong royong dalam rangka menyejahterakan masyarakat.
Berikut ini, daftar 15 stimulus paket kebijakan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat:
- PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 1% dari kebijakan PPN 12% untuk minyak goreng sawit curah yang dikemas dengan merk "MINYAKITA", sehingga PPN yang dikenakan tetap sebesar 11%.
- PPN DTP sebesar 1% dari kebijakan PPN 12% juga diberlakukan untuk tepung terigu, sehingga PPN yang dikenakan pada tepung terigu juga tetap sebesar 11%.
- Gula industri juga menjadi komoditas yang memperoleh fasilitas PPN DTP sebesar 1% dari kebijakan PPN 12%, sehingga dikenakan PPN sebesar 11%. Adapun gula industri tersebut merupakan input penting bagi industri makanan minuman, dimana industri makanan dan minuman memiliki share sebesar 36,3% terhadap total industri pengolahan.
- Pemberian Bantuan Pangan berupa beras sebanyak 10 kilogram per bulan kepada masyarakat desil 1 dan 2 selama 2 bulan (Januari dan Februari 2025), dengan sasaran sebanyak 16 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP).
- Diskon sebesar 50% untuk pelanggan dengan daya terpasang listrik hingga 2200 VA selama 2 bulan (Januari-Februari 2025), dengan menyasar sebanyak 81,42 juta pelanggan, mencakup konsumsi 9,1 Twh/bulan yang setara 35% total konsumsi listrik nasional.
- PPN DTP Properti bagi pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar dengan dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp2 miliar. Skema insentif tersebut diberikan sebesar diskon 100% untuk bulan Januari - Juni 2025 dan diskon 50% untuk bulan Juli - Desember 2025.
- PPN DTP Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) atau Electric Vehicle (EV) dengan rincian sebesar 10% atas penyerahan EV roda empat tertentu dan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 40%, dan sebesar 5% atas penyerahan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 20% sampai dengan kurang dari 40%.
- PPnBM DTP EV sebesar 15% atas impor KBLBB roda empat tertentu secara utuh (Completely Built Up/CBU) dan penyerahan KBLBB roda empat tertentu yang berasal dari produksi dalam negeri (Completely Knock Down/CKD).
- Pembebasan Bea Masuk EV CBU sebesar 0%, sesuai program yang sudah berjalan.
- Pemberian insentif PPnBM DTP sebesar 3% untuk kendaraan bermotor bermesin hybrid.
- Insentif PPh Pasal 21 DTP untuk pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10juta/bulan yang berlaku untuk sektor padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan furnitur.
- Optimalisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan sebagai buffer bagi para pekerja yang mengalami PHK dengan memberikan dukungan berupa manfaat tunai 60% flat dari upah selama 6 bulan, manfaat pelatihan Rp2,4 juta, kemudahan akses informasi pekerjaan, dan akses Program Prakerja.
- Diskon sebesar 50% atas pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) selama 6 bulan bagi sektor industri padat karya yang diasumsikan untuk 3,76 juta pekerja.
- Perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5% sampai dengan tahun 2025 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM yang telah memanfaatkan selama 7 tahun dan berakhir di tahun 2024. Untuk WP OP UMKM lainnya tetap dapat menggunakan PPh Final 0,5% selama 7 tahun sejak pertama kali terdaftar sesuai Peratuan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, dan untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta/tahun maka akan diberikan pembebasan PPh.
- Pembiayaan Industri Padat Karya untuk revitalisasi mesin guna meningkatkan produktivitas dengan skema subsidi bunga sebesar 5% dan range plafon kredit tertentu.
Pemerintah memproyeksikan nilai insentif PPN dibebaskan yang akan diberikan pada tahun 2025 mencapai sebesar Rp265,6 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati merinci total Rp265,6 triliun tersebut terdiri atas PPN dibebaskan untuk bahan makanan sebesar Rp77,1 triliun, insentif untuk UMKM Rp61,2 triliun, PPN dibebaskan untuk transportasi Rp34,4 triliun, dan PPN dibebaskan untuk jasa pendidikan dan kesehatan Rp30,8 triliun, PPN dibebaskan untuk jasa keuangan dan asuransi Rp27,9 triliun, insentif PPN untuk otomotif dan properti Rp15,7 triliun, PPN dibebaskan untuk listrik dan air Rp14,1 triliun dan insentif PPN lain-lain Rp4,4 triliun.
"Insentif perpajakan 2025, mayoritas adalah dinikmati oleh rumah tangga, serta mendorong dunia usaha dan UMKM dalam bentuk insentif perpajakan. Meskipun ada undang-undang perpajakan dan tarif pajak, namun pemerintah tetap peka untuk mendorong barang, jasa dan pelaku ekonomi," tegas Sri Mulyani.
Dia pun menekankan bahwa pemerintah juga akan terus mendengar berbagai masukan dalam memperbaiki sistem dan kebijakan perpajakan yang berkeadilan. Dia juga berharap, dengan berbagai upaya ini, momentum pertumbuhan ekonomi dapat terus dijaga, sekaligus melindungi masyarakat, serta menjaga kesehatan dan keberlanjutan APBN.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengungkapkan paket kebijakan ini masih belum bisa membantu sektor padat karya dalam meminimalisir kebijakan kenaikan PPN 12%.
Dia mencontohkan insentif berupa pajak penghasilan (PPh) pasal 21 DTP. Menurutnya, insentif tersebut hanya ditujukan kepada pekerja yang memiliki gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan untuk industri padat karya.
"Ini tidak membantu pelaku usahanya, industri padat karya tidak terbantu karena yang dibantu adalah pekerjanya. Permintaan kami adalah PPh badan yang dibantu," paparnya dalam Apindo Economic Outlook 2025, Kamis (19/12/2024).
Kemudian, insentif bantuan subsidi bunga 5%. Shinta khawatir insentif ini tidak bisa langsung dimanfaatkan pelaku usaha padat karya karena syarat-syarat yang dipatok untuk mendapatkannya. Padahal, menurutnya, pelaku usaha membutuhkan bantuan yang cepat.
(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Prabowo Segera Umumkan "Nasib" Rencana Kenaikan PPN
Next Article Hati-Hati Masalah Kelas Menengah Tak Diurus, Krisis 98 Bisa Terulang