Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah terpantau koreksi tipis pada perdagangan Kamis (12/12/2024), karena perkiraan permintaan yang lemah dan kenaikan yang lebih tinggi dari yang diharapkan dalam persediaan bensin dan sulingan AS membendung keuntungan dari putaran tambahan sanksi Uni Eropa yang mengancam aliran minyak Rusia.
Per pukul 09:30 WIB, harga acuan Brent turun tipis 0,03% ke posisi US$ 73,51 per barel. Sedangkan untuk jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) terkoreksi 0,1% menjadi US$ 70,23 per barel.
Sementara pada perdagangan Rabu kemarin, harga minyak global cerah bergairah. Harga Brent ditutup melejit 1,84% di posisi US$ 73,52 per barel, sedangkan WTI terbang 2,48% di US$ 70,29 per barel.
OPEC memangkas perkiraan pertumbuhan permintaannya pada 2025 untuk bulan kelima berturut-turut pada Rabu kemarin dan dengan jumlah terbesar sejauh ini.
"Investor akan memantau dengan cermat estimasi neraca pasar IEA untuk tahun 2025, yang akan mencerminkan pengumuman terkini OPEC," kata analis di ANZ dalam sebuah catatan pada hari Kamis, dilansir dari Reuters.
Di Amerika Serikat (AS), konsumen minyak terbesar dunia, persediaan bensin dan sulingan naik lebih dari yang diharapkan minggu lalu, menurut data dari Badan Informasi Energi (EIA).
Permintaan yang lemah, terutama di negara pengimpor utama yakni China dan pertumbuhan pasokan non-OPEC+ merupakan dua faktor di balik pergerakan tersebut.
Namun, investor sudah mengantisipasi peningkatan permintaan China, setelah Beijing mengumumkan rencana minggu ini untuk mengadopsi kebijakan moneter yang "cukup longgar" pada 2025, yang dapat memacu permintaan minyak.
Impor minyak mentah China juga tumbuh setiap tahunnya untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan pada November lalu, naik lebih dari 14% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Pasar kini akan memperhatikan isyarat pemotongan suku bunga oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) minggu depan.
Harga minyak naik juga disebabkan oleh duta besar Uni Eropa yang menyetujui paket sanksi ke-15 terhadap Rusia atas perangnya melawan Ukraina.
Kremlin mengatakan bahwa laporan tentang kemungkinan pengetatan sanksi AS terhadap minyak Rusia menunjukkan pemerintahan Presiden Joe Biden ingin meninggalkan warisan yang sulit bagi hubungan AS-Rusia.
Menteri Keuangan AS, Janet Yellen mengatakan bahwa AS terus mencari cara-cara kreatif untuk mengurangi pendapatan minyak Rusia, seraya menambahkan bahwa permintaan minyak global yang lebih rendah menciptakan peluang untuk lebih banyak sanksi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/chd)
Saksikan video di bawah ini: