Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia pada tahun 2024, menghadapi derasnya aliran impor beras, dengan total potensi masuk hingga 4,1 juta ton. Angka ini menjadi rekor tertinggi dalam sejarah impor beras nasional.
Hal itu pun menimbulkan pertanyaan besar, sebenarnya apa yang terjadi sampai Indonesia yang disebut-sebut sebagai negara agraris harus membuka lebar-lebar keran impor beras?
Memang, Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan agar RI mencapai swasembada beras di tahun 2027 nanti.
Dan, meski masih 2 tahun lagi, pemerintah pun telah mengumumkan tidak akan mengimpor beras di tahun 2025 nanti. Bahkan, sisa kuota impor tahun 2024 ini telah dibatalkan.
Jika benar demikian, tahun 2024 akan menutup rekor impor beras secara besar-besaran.
Rekor Baru Impor Beras
Pemerintah di tahun era Presiden Joko Widodo (Jokowi) menugaskan Perum Bulog untuk mengimpor tambahan 1,6 juta ton beras di tahun 2024. Angka itu di luar kuota penugasan awal sebanyak 2 juta ton yang sudah ditetapkan sebelumnya. Jika ditotal, maka untuk penugasan impor di tahun 2024 sendiri mencapai 3,6 juta ton.
Namun, perlu diketahui juga, Bulog di tahun 2024 masih harus merealisasikan pemasukan 500 ribu ton beras impor, bagian dari penugasan tahun 2023 yang mencapai 3,5 juta ton. Dengan demikian, beras impor yang masuk pasar RI pada tahun 2024 ini bisa mencapai 4,1 juta ton. Jika Bulog merealisasikan semua kuota penugasan tersebut 100%.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi menjelaskan penambahan kuota impor tersebut sebagai kewaspadaan untuk memastikan stok cadangan beras pemerintah (CBP) dalam kondisi aman. Karena menurutnya, kondisi iklim tidak bisa diprediksi, sehingga perlu ada upaya antisipasi atau sistem peringatan dini (early warning system), melalui pengadaan beras impor. Ia menekankan, pemerintah harus memiliki stok CBP minimal 1,2 juta ton.
"Impor itu yang tambahan untuk precaution (pencegahan). Nah negara kita ini harus punya cadangan pemerintah. Semisal ada hujan (gagal panen), artinya kita harus mempersiapkan lagi kan. Tahun lalu ditanya kenapa impor? Hari ini semua terbukti bahwa dilakukan impor terukur harga di petani tidak jatuh. Kita harus close juga dengan BMKG. Kalau ini satu bulan lagi baru ada hujan, artinya harus mempersiapkan 3 bulan ke depan," kata Arief saat ditemui di hotel The Margo Depok, Jawa Barat, Selasa (27/2/2024).
Adapun sistem peringatan dini yang dimaksud, jika terjadi suatu hal yang berkaitan dengan pasokan pangan, maka pemerintah sudah memiliki cadangan untuk melakukan intervensi.
"Kita kan harus punya early warning system. Nah ketika sudah ada kejadian atau bencana kita sudah punya stok. Jangan sampai begitu ada kejadian bencana, kita nggak punya stok atau baru nyari-nyari, sementara harga beras di dunia tinggi. Jadi itu arahnya, saya tegaskan kita tidak pro-impor," jelasnya.
Terpisah, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman tak menampik ihwal produksi tanam padi yang memang mengalami pengurangan, imbas dari El Nino. ia menyebut El Nino telah menurunkan luas tanam 20-30%.
"Ini dampak El Nino, saya sampaikan, kita kekurangan tanam sampai 1,9 juta hektare dampak El Nino. Ini El Nino nya tidak main-main, sehingga kita mencari solusi lain, alternatif lain. Solusinya adalah pompanisasi, kemudian lahan rawa kita optimasi," kata Amran saat ditemui di Kantor Kementerian Pertanian (Kementan), Selasa (27/2/2024).
Impor untuk Stabilitas Harga
Kepala Bapanas, Arief menekankan penambahan kuota impor di tahun 2024 sebagai upaya pemerintah dalam menstabilkan harga beras di tingkat konsumen. Dengan adanya impor beras, ia memproyeksikan harga beras di pasaran bakal turun.
"Otomatis (harga turun), jadi malah yang harus dijaga harga di tingkat petani. Saat harga gabah Rp 8.000-8.600/Kg, kembali ke Rp 6.500-7.000, itu bukan anjlok, tapi harga hilir mau sesuai HET (Harga eceran tertinggi), dan di hulu angkanya setelah Harga Pokok Produksi (HPP) ditambah harus ada margin," sebut Arief di Pasar Induk Beras Cipinang, Rabu (28/2/2024).
Sementara itu, Direktur Impor Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Arif Sulistyo mengungkapkan, untuk neraca beras nasional tahun 2024, tercatat ada 7,89 juta ton beras stok akhir tahun 2023.
Sedangkan, kebutuhan nasional tahun 2024 diprediksi mencapai 31,21 juta ton dengan taksasi produksi mencapai 32 juta ton. Produksi ini dikhawatirkan kurang untuk memenuhi kebutuhan hingga akhir tahun. Apalagi, BPS telah memprediksi ada potensi defisit 2,82 juta ton beras di periode Januari-Februari 2024.
"Berdasarkan Rakortas Kementerian Koordinator Perekonomian tanggal 5 Februari 2024 terdapat penambahan impor beras untuk keperluan umum sebesar 1,6 juta ton," katanya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2024 yang ditayangkan akun Youtube Kemendagri, Senin (26/2/2024).
"Untuk alokasi tambahan yang 1,6 juta ton sampai saat ini masih dalam proses untuk perubahan Neraca Komoditas agar dapat dilakukan permohonan Persetujuan Impornya. Jadi untuk yang 1,6 juta ton ini kami belum menerbitkan PI-nya (Persetujuan Impor)," tambahnya.
Impor beras tahun 2024 ini akan jadi rekor tertinggi impor beras yang dilakukan pemerintah. Sebagai catatan, ini adalah impor beras untuk kebutuhan umum, yang akan digunakan mengisi stok cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Bulog.
Selain itu, Indonesia juga masih mengimpor beras untuk kebutuhan khusus dan kebutuhan lainnya. Seperti beras Basmati, beras khusus, beras ketan, dan beras pecah.
Menurut Arif, tahun 2024 ini ada kebutuhan impor beras untuk industri dan horeka (hotel, restoran, dan katering) sebanyak 445.761 ton.
Lonjakan Impor dalam 5 Tahun
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor beras Indonesia pada 2023 mencapai 3,06 juta ton, melonjak hingga 613,61% dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 429 ribu ton. Angka impor beras di tahun 2023 juga merupakan yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir.
Perlu diketahui, impor beras tahun 2021 tercatat sebanyak 407,7 ribu ton, tahun 2020 sebanyak 356 ribu ton, dan tahun 2019 sebanyak 444 ribu ton.
Menurut Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini, sebanyak 2,7 juta ton atau 88,18% dari total impor beras tahun 2023 adalah jenis semi milled or wholly milled rice. Sementara 11,29% atau 345.000 lainnya adalah jenis other than of a kind.
Kemudian, ada Basmati rice, semi-milled or wholly milled rice dengan volume 7.133 ton atau 0,23%; other fragrant rice, semi milled 6.950 ton (0,23%); dan glutinous rice 1.300 ton (0,02%).
Sementara itu, BPS mencatat sepanjang periode Januari-November 2024, total impor beras RI mencapai 3,85 juta ton. Dari jumlah ini, beras tengah giling atau beras yang digiling seluruhnya dengan kode HS 10063099 mendominasi sebanyak 3,39 juta ton, atau sekitar 88,20% dari total impor. Selain beras tengah giling, Indonesia juga mengimpor beras jenis lain, seperti beras basmati dan beras pecah.
"Untuk beras basmati dan beras pecah diimpor dengan nilai yang sangat kecil, dibandingkan beras dengan kode HS sebelumnya," kata Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, Senin (16/12/2024).
Beras Asal 2 Negara Ini "Jajah" Pasar Indonesia
Dia mengungkapkan, mayoritas impor beras Indonesia selama periode ini berasal dari Thailand, yang memasok 1,19 juta ton atau sekitar 30,97% dari total impor. Disusul beras impor asal Vietnam sebanyak 1,12 juta ton atau sekitar 29,10% dari total impor. Beras impor asal Myanmar sebanyak 663.410 ton, Pakistan 642.140 ton, dan India sebanyak 205.800 ton juga ikut mengisi pasar Indonesia.
Sementara jika dari sisi nilai, impor beras selama Januari-November 2024 tercatat mencapai US$ 2,36 miliar atau sekitar Rp 37 triliun, meningkat 62,63% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2023. Sebagai perbandingan, nilai impor beras pada periode yang sama tahun 2023 adalah US$ 1,45 miliar, sedangkan pada 2022 hanya sebesar US$ 0,15 miliar.
Peningkatan drastis ini menunjukkan adanya tren kenaikan kebutuhan impor beras Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, utamanya pada tahun 2024 yang merupakan periode tahun politik.
Mendadak Kuota Impor Beras 840 Ribu Ton Dibatalkan Jelang Akhir Tahun
Di tengah derasnya impor beras pada tahun 2024, tiba-tiba pemerintah memutuskan membatalkan sisa kuota impor beras sebesar 840 ribu ton. Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyatakan, stok beras nasional sudah mencukupi hingga akhir tahun, dengan total stok mencapai 8,3 juta ton, termasuk cadangan Perum Bulog sebanyak 2 juta ton.
Dia pun memastikan sisa kuota impor beras yang belum terkontrak sebesar 840 ribu ton tidak akan direalisasikan, karena stok di dalam negeri sudah memadai.
"(Realisasi impor) 3,6 juta ton belum ya, masih ada sisa. Tapi stok kita ini sudah cukup lah sekarang. Kita sudah hitung, Bulog itu akan masuk sampai dengan 31 Desember. Ini kan masih ada waktu. 31 Desember itu kalau sudah masuk, posisinya di Bulog itu sekitar 2 juta ton," kata Arief saat ditemui di Gedung Graha Mandiri, Jakarta, Senin (9/12/2024).
Terkait sisa kuota impor beras sebesar 840 ribu ton yang belum terkontrak, Arief menegaskan kuota tersebut tidak akan diperpanjang ke tahun depan. "Nggak, kita sudah selesai. Sudah kebanyakan," tegasnya.
Keputusan ini sejalan dengan kondisi stok yang mencukupi, sehingga pemerintah memutuskan untuk tidak lagi mengimpor sisa kuota tersebut. "Diputuskan sampai 31 Desember semuanya selesai. Jadi yang belum terkontrak terakhir itu (sekitar) 800-an ribu ton, itu gak jadi," tambahnya.
Arief menjelaskan, total stok beras nasional saat ini mencapai 8,3 juta ton, termasuk cadangan yang dikelola Perum Bulog. Hingga akhir tahun, Bulog diperkirakan memiliki stok 2 juta ton setelah memperhitungkan distribusi bantuan pangan sebanyak 220 ribu ton untuk bulan Januari-Februari 2025.
"Posisinya di Bulog itu sekitar 2 juta ton (sampai akhir tahun). Sudah dikurangi bantuan pangan 220 ribu ton. Kemudian sudah diputuskan juga, Januari-Februari kan 220 ribu ton, karena produksi di bulan Januari-Februari (produksinya) memang pasti di bawah. (Di bulan Januari-Februari) nanamnya masih belum di atas 1 juta hektare, nah itu biasanya pemerintah membantu untuk bantuan kepada PBP (penerima bantuan pangan). Itu sudah kita siapkan," jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Bulog Wahyu Suparyono mengatakan, dari kuota impor beras yang ditetapkan tahun ini sebesar 3,6 juta ton, masih ada sisa 840 ribu ton yang belum terkontrak. Namun, kata dia, saat ini pihaknya tengah mengkaji apakah kekurangan 840 ribu ton itu akan tetap dieksekusi atau tidak. Sebab jika memang target pemenuhan cadangan beras pemerintah (CBP) sampai akhir tahun 2 juta ton sudah terpenuhi, maka tidak diperlukan lagi realisasi kuota impor 3,6 juta ton.
"Yang 840 ribu ton itu belum ada kontrak sama sekali. Kalau stok sampai akhir tahun 2 juta ton terpenuhi, sudah cukup, ya stop, nggak usah impor," ucapnya saat ditemui di gedung Graha Mandiri, Jakarta, Kamis (21/11/2024).
Keputusan mendadak ini menjadi sinyal positif bahwa Indonesia mampu mengelola kebutuhan pangan dengan lebih baik, meski tantangan dari perubahan iklim dan fluktuasi harga beras di pasar masih menjadi ancaman utama.
(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Punya 70 Ribu Ton, Stok Beras Warga Jakarta Aman Jelang Nataru
Next Article Bukan China! Tahun 2024, RI Impor Beras Paling Banyak dari Negara Ini