Krisis Baru Hantam Negara Terkaya Eropa, Pegawai Jadi Gelandangan

5 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis perumahan terus menghantam Benua Eropa. Selain Irlandia, krisis properti akhir-akhir ini juga melanda Jerman karena harga sewa yang meroket cukup tinggi.

Mengutip Deutsche Welle, dikutip Kamis (13/3/2025), krisis bahkan menghantam pekerja seperti warga bernama Attila Kokas. Kokas, yang bekerja untuk LSM bernama Berlin City Mission sebagai tukang kebun, tidur di jalanan sebelum berangkat menuju lokasi kerjanya.

Sejatinya, Kokas sempat tinggal di sebuah shelter gelandangan di kota terbesar Jerman itu. Namun, dirinya tidak merasa nyaman tinggal di tempat itu karena berisik serta berisi banyak pecandu narkoba dan para mantan pelaku kriminal yang terkadang masih menimbulkan ancaman keamanan.

"Saya ingin mendapatkan apartemen saya secepat mungkin. Namun saya tidak dapat menemukan apartemen yang terjangkau di Berlin," tuturnya.

Hal serupa juga ditemui warga Berlin lainnya bernama Denny Wagner. Koki di dapur lembaga non-profit itu menjelaskan bahwa pendapatannya sebenarnya sudah cukup baik di kota seperti Berlin, namun tetap saja tidak cukup untuk mendanai sewa sebuah tempat tinggal yang layak di kota itu.

"Pasar perumahan sedang ketat. Orang-orang dengan pendapatan rendah dan mereka yang melarikan diri dari shelter tuna wisma sangat terdampak oleh krisis perumahan," katanya.

Krisis perumahan di kota-kota besar Jerman telah menjadi topik diskusi utama para politisi di negara itu. Mereka menyoroti kurangnya pembangunan perumahan baru untuk warga.

"Perumahan adalah salah satu masalah utama bagi masyarakat, tetapi tidak ada yang membicarakannya, tidak ada yang menganggapnya serius," kata Andreas Ibel, presiden Build Europe, sebuah asosiasi yang mewakili pengembang perumahan, kepada Reuters.

Jerman adalah negara penyewa dengan lebih dari 50% menyewa rumah mereka, dibandingkan dengan rata-rata UE sekitar 30% pada tahun 2023. Tingkat tinggi ini sebagian berkontribusi pada krisis perumahan karena pembatasan harga sewa.

"Semakin banyak orang menghabiskan 40% pendapatan mereka untuk perumahan, ambang batas bagi rumah tangga untuk dianggap terbebani oleh pembayaran sewa," menurut Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi.

Kondisi ini sendiri memburuk sejak Jerman menjadi negara tujuan migran dan kuliah yang populer di dunia. Selain itu, banyaknya alih fungsi rumah menjadi rumah sewaan untuk liburan juga menjadi sorotan.

"Perkembangan seperti AirBnB, atau masuknya pencari suaka dan migran baru-baru ini hanya memperburuk situasi, tetapi itu bukanlah penyebab utama," kata ekonom Institut Penelitian Ekonomi Jerman (DIW) Christian Danne.

Selain itu, hal ini terjadi juga disebabkan oleh investasi rumah murah yang kurang populer di kalangan pengembang. Investor kebanyakan membangun apartemen mewah yang menawarkan keuntungan lebih tinggi dan pengembalian lebih cepat.

Padahal, Jerman membutuhkan 600.000 hingga 800.000 rumah lagi untuk memenuhi permintaan. Angka ini akan terus meningkat karena laju konstruksi tersendat, dan janji untuk membangun ratusan ribu rumah baru tidak terpenuhi.

"Masalah ini paling parah terjadi di Berlin, tempat perumahan sosial dijual pada tahun 2004 untuk menutupi anggaran, sehingga investor swasta dapat membangun apartemen mewah yang menawarkan keuntungan lebih tinggi. Kota-kota lapis kedua seperti Hamburg, atau Cologne juga mengalami pertumbuhan luar biasa dalam permintaan sewa," ujar platform real estat daring, Immoscout24.


(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Pemimpin Eropa Respons "Kisruh" Trump & Zelenskyy

Next Article Gonjang-ganjing Raja Ekonomi Eropa, Pemerintahan di Ambang Kehancuran

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|