Jakarta, CNBC Indonesia - Parlemen Iran memecat menteri keuangan negara itu pada Minggu setelah memakzulkannya karena inflasi yang melonjak dan mata uang yang jatuh. Menteri Ekonomi dan Keuangan Abdolnaser Hemmati kalah dalam mosi tidak percaya, dengan 182 dari 273 anggota parlemen yang hadir mendukung pemecatannya.
Sebelumnya, Presiden Masoud Pezeshkian membela Hemmati, yang juga mantan gubernur bank sentral. Ia mengatakan kepada anggota parlemen seraya menyebut bahwa negerinya sedang "dalam perang (ekonomi) skala penuh dengan musuh".
"Masalah ekonomi masyarakat saat ini tidak terkait dengan satu orang dan kita tidak bisa menyalahkan semuanya pada satu orang," katanya dikutip dari AFP, Senin (3/3/2025).
Meski begitu, anggota parlemen bergantian dengan marah dan mengecam Hemmati. Kebijakannya disalahkan dan disebut menambah kesengsaraan ekonomi Iran.
"Orang-orang tidak dapat menoleransi gelombang inflasi baru; kenaikan harga mata uang asing dan barang-barang lainnya harus dikendalikan," kata seorang anggota parlemen, Ruhollah Motefakker-Azad.
"Orang-orang tidak mampu membeli obat-obatan dan peralatan medis," kata yang lain, Fatemeh Mohammadbeigi.
Pezeshkian menjabat pada bulan Juli dengan ambisi untuk menghidupkan kembali ekonomi dan mengakhiri beberapa sanksi yang dijatuhkan Barat. Namun, depresiasi rial semakin meningkat, terutama sejak jatuhnya sekutu Iran Bashar al-Assad dari Suriah pada bulan Desember.
Di pasar gelap Minggu, rial Iran diperdagangkan pada lebih dari 920.000 terhadap dolar AS. Ini memecah rekor sebelumnya, 600.000 per dolar AS, pada pertengahan tahun 2024.
Sanksi yang dipimpin AS selama puluhan tahun telah menghantam ekonomi Iran, dengan inflasi dua digit yang menyebabkan kenaikan harga konsumen. Kelakuan Washington menarik diri dari kesepakatan nuklir penting tahun 2015 pada tahun 2018, menambah buruk situasi.
Kesepakatan tersebut, yang disebut Rencana Aksi Komprehensif Bersama, mengatur pelonggaran sanksi dan pengembalian investasi Barat ke Iran sebagai imbalan atas peningkatan batasan pada aktivitas nuklir negara tersebut. Presiden Donald Trump, yang kini memimpin AS lagi, telah menghidupkan kembali kebijakannya tentang "tekanan maksimum" terhadap Iran, yang semakin memperketat pembatasan terhadap republik Islam tersebut tetapi pada saat yang sama menyerukan perundingan.
Ekonomi Iran sejak tahun 2018 telah berada di bawah tekanan dari inflasi yang tinggi, pengangguran yang serius, dan depresiasi mata uangnya, yang sangat membebani warga Iran sehari-hari. Pada tahun itu, Menteri Ekonomi saat itu Masoud Karbasian, juga kehilangan mosi tidak percaya selama sesi pemakzulan atas kondisi ekonomi yang buruk.
Sejak tahun 2019, inflasi di Iran telah berada di atas 30% per tahun, menurut angka-angka dari Bank Dunia. Pada tahun 2023, angkanya mencapai 44%, menurut laporan terakhir lembaga yang berpusat di Washington tersebut.
Menurut konstitusi Iran, pemberhentian menteri akan berlaku segera, dengan penunjukan seorang pejabat sementara hingga pemerintah memilih penggantinya. Pada bulan April 2023, anggota parlemen memilih untuk memberhentikan menteri industri saat itu Reza Fatemi Amin karena lonjakan harga yang terkait dengan sanksi internasional.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Trump Lempar 'Bom' Baru ke Iran
Next Article Derita Tetangga RI, Terlilit Utang China & Inflasi Menggila