Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan milik Elon Musk Tesla Inc mencatatkan kinerja keuangan yang mengecewakan pada kuartal I-2025. Pendapatan dan labanya diketahui turun masing-masing 9% dan 71%.
Melansir CNBC.com, produsen mobil listrik ini melaporkan pendapatan sebesar US$19,34 miliar atau Rp326,07 triliun, lebih rendah dari estimasi LSEG sebesar US$21,11 miliar.
Laba per saham Tesla tercatat sebesar 27 sen secara disesuaikan, juga di bawah estimasi pasar sebesar 39 sen. Total pendapatan turun 9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yang saat itu mencapai US$21,3 miliar.
Pendapatan dari segmen otomotif anjlok 20% menjadi US$14 miliar, dari sebelumnya US$17,4 miliar pada kuartal I-2024. Tesla menyebut penurunan ini dipicu oleh pembaruan jalur produksi di empat pabrik mobil untuk menyambut versi baru dari Model Y.
Penurunan harga jual rata-rata serta insentif penjualan turut menekan pendapatan dan profitabilitas perusahaan. Laba bersih Tesla ambruk 71% menjadi US$409 juta, atau 12 sen per saham, dari US$1,39 miliar atau 41 sen per saham pada tahun sebelumnya.
Awal tahun ini menjadi periode sulit bagi Tesla, di tengah keterlibatan CEO Elon Musk dalam pemerintahan Presiden Donald Trump. Rencana tarif besar-besaran dari Presiden Trump menimbulkan kekhawatiran atas kenaikan biaya produksi, terutama untuk komponen penting kendaraan listrik.
Tesla tidak memberikan proyeksi pertumbuhan untuk tahun ini dan menyatakan akan meninjau kembali panduan kinerja 2025 pada laporan kuartal II. Saham Tesla telah turun 41% sepanjang tahun 2025, dengan penurunan kuartalan terburuk sejak 2022.
Meski sempat stagnan dalam perdagangan pasca-jam bursa, saham Tesla melonjak hampir 5% usai Presiden Trump menyatakan tidak akan memecat Ketua The Fed Jerome Powell. Dalam paparan untuk pemegang saham, Tesla memperingatkan bahwa ketidakpastian pasar otomotif dan energi terus meningkat akibat dinamika kebijakan perdagangan global.
Tesla menyebut bahwa perubahan sentimen politik juga dapat berdampak signifikan pada permintaan jangka pendek terhadap produknya. Perusahaan ini tengah menghadapi gelombang protes di AS dan Eropa, menyusul dukungan Musk terhadap partai sayap kanan AfD di Jerman.
Awal bulan ini, Tesla melaporkan penurunan pengiriman kendaraan sebesar 13% secara tahunan menjadi 336.681 unit. Di saat bersamaan, perusahaan kesulitan bersaing dengan produsen kendaraan listrik murah dari China dan tertinggal dalam pasar robotaxi.
Tesla berencana meluncurkan layanan ride-hailing tanpa pengemudi pertamanya di Austin, Texas, pada Juni mendatang. Perusahaan juga memastikan pembangunan jalur produksi humanoid robot di Fremont, California, tetap berjalan sesuai rencana tahun ini.
Pendapatan operasional kuartalan turun 66% menjadi US$400 juta dari US$1,17 miliar tahun lalu, dengan margin operasi hanya 2,1%. Biaya tinggi untuk proyek kecerdasan buatan disebut sebagai salah satu penyebab penurunan ini.
Tanpa pendapatan dari kredit lingkungan, Tesla disebut akan merugi dalam penjualan mobil pada kuartal ini. Pendapatan dari kredit tersebut naik menjadi US$595 juta dari US$432 juta pada periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, pendapatan dari segmen energi dan penyimpanan melonjak 67% menjadi US$2,73 miliar dari US$1,64 miliar. Tesla menyebut pertumbuhan infrastruktur AI menciptakan peluang besar untuk produk penyimpanan energi dalam menstabilkan jaringan dan menyediakan kapasitas tambahan.
Namun, segmen energi Tesla bergantung pada pemasok luar negeri, yang turut terancam oleh kebijakan tarif baru. Perusahaan menyatakan peningkatan tarif bisa menyebabkan volatilitas pasar dan mengganggu rantai pasok dalam waktu dekat.
Dalam panggilan bersama analis, Elon Musk menyatakan bahwa Tesla adalah perusahaan otomotif yang paling sedikit terdampak tarif. Meski demikian, ia pribadi mendukung struktur tarif yang dapat diprediksi, perdagangan bebas, dan tarif yang lebih rendah.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Efek Penundaan Tarif Impor Terhadap IHSG & Rupiah
Next Article Indosat (ISAT) Cetak Laba Rp 4,9 Triliun Sepanjang 2024, Melesat 9%