'Malapetaka' Asia Datang karena Trump Presiden AS Lagi, RI Disebut

15 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Kemenangan Donald Trump menjadi salah satu berita terpopuler 2024. Pebisnis dan politisi Partai Republik Amerika Serikat (AS) itu menjadi presiden terpilih setelah meraup electoral college sebanyak 277 dari hasil penghitungan suara popular vote, 5 November lalu.

Perlu diketahui, untuk memenangkan pemilihan presiden, diperlukan 270 electoral college. Sementara itu, calon presiden dari Partai Demokrat Kamala Harris hanya meraup 224 electoral college.

Berita ini menjadi terpopuler di November lalu. Belum lagi perang dagang yang dipastikan kembali terjadi di jaman Trump memimpin.

Dilaporkan bagaimana 'malapetaka' mungkin akan menghampiri banyak negara Asia karena perang dagang Trump tersebut. Hal ini setidaknya diungkap Goldman Sachs dalam analisisnya.

Perlu diketahui, saat berkampanye, Trump kerap mengatakan akan menaikkan 60% tarif impor ke barang China dan 10-20% ke negara-negara lainnya. Meskipun defisit perdagangan bilateral AS dengan China telah sedikit menurun sejak pemerintahan Trump, defisit dengan eksportir Asia lainnya telah meningkat secara signifikan.

"Dengan Trump dan beberapa calon yang ditunjuk berfokus pada pengurangan defisit bilateral, ada risiko bahwa- dengan cara yang agak 'menghancurkan'- defisit bilateral yang meningkat pada akhirnya dapat memicu tarif AS pada ekonomi Asia lainnya," kata kepala ekonom Asia-Pasifik Goldman, Andrew Tilton, dikutip dari CNBC International.

Tarif impor sendiri merujuk ke pajak atas barang impor tetapi tidak dibayarkan oleh negara pengekspor. Tarif AS akan dibayarkan oleh perusahaan yang ingin mengimpor produk ke negara tersebut, sehingga meningkatkan biaya mereka.

"Korea (Korsel), Taiwan, dan terutama Vietnam telah mengalami keuntungan perdagangan yang besar dibandingkan AS," kata Tilton.

Korsel dan Taiwan memiliki posisi teratas dalam rantai pasokan semikonduktor. Sementara Vietnam telah diuntungkan dari pengalihan perdagangan dari China.

Pada tahun 2023, surplus perdagangan Korsel dengan AS dilaporkan mencapai rekor US$44,4 miliar, surplus terbesar dengan negara mana pun, dengan ekspor mobil mencapai hampir 30% dari semua pengiriman ke AS. Ekspor Taiwan ke AS pada kuartal pertama (Q1) tahun 2024 mencapai rekor tertinggi sebesar $24,6 miliar, meningkat 57,9% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, dengan pertumbuhan ekspor terbesar berasal dari teknologi informasi dan produk audiovisual.

Di sisi lain surplus perdagangan Vietnam dengan AS terlihat antara Januari dan September. Bahkan angkanya mencapai US$90 miliar.

"India dan Jepang juga mengalami surplus perdagangan dengan AS, dengan surplus Jepang tetap relatif stabil dan surplus India meningkat secara moderat dalam beberapa tahun terakhir," kata Goldman Sach.

"Ke depannya, mitra dagang Asia ini mungkin mencoba menurunkan surplus ini dan mengalihkan perhatian melalui berbagai cara, seperti mengalihkan impor ke AS jika memungkinkan," tambah Tilton memperkirakan.

Hal sama juga dikatakan analis Barclays Bank. Menurutnya kebijakan perdagangan memang penting bagi Trump di jabatan keduanya nanti.

"Tarif yang diusulkan Trump kemungkinan besar akan menimbulkan kerugian yang lebih besar pada ekonomi yang lebih terbuka di kawasan tersebut, dengan Taiwan lebih rentan terhadap ancaman tersebut daripada Korea atau Singapura," tulis ekonom bank yang dipimpin oleh Brian Tan.

"Kami melihat Thailand dan Malaysia di tengah, dengan Thailand diperkirakan akan mengalami pukulan yang sedikit lebih besar," tambah catatan tersebut.

Secara rinci, data AS menunjukkan bahwa defisit perdagangan AS dengan China menyempit menjadi US$279,11 miliar pada tahun 2023, dari $346,83 miliar pada tahun 2016. Meskipun perdagangan AS dengan China menyusut setelah penerapan tarif pada pemerintahan Trump yang pertama, volume perdagangan disalurkan ke negara-negara ketiga seperti Vietnam, Meksiko, Taiwan, termasuk Indonesia.

Dampak ke RI?

Mengutip Al-Jazeera, Oxford Economics, sebuah firma konsultan, memperkirakan bahwa Asia non-China akan mengalami penurunan ekspor dan impor masing-masing sebesar 8% dan 3% berdasarkan versi paling konservatif dari rencana Trump.

Analis di London School of Economics and Political Science telah memperkirakan bahwa tarif Trump akan menyebabkan penurunan PDB China sebesar 0,68%, di mana ini juga akan berimbas ke kerugian PDB masing-masing sebesar 0,03% dan 0,06% untuk India dan Indonesia.


(sef/sef)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Hantu Tarif Trump Gentayangan, Perang Dagang 2 Dimulai?

Next Article Elon Musk Bagi-Bagi Rp15 M, Ini Syaratnya

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|