Melirik Potensi Pertambangan Timah di Bangka Belitung

1 day ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri pertambangan timah telah membawa dampak yang sangat signifikan bagi perekonomian Indonesia, termasuk Bangka Belitung sebagai sentra produksi komoditas tersebut. Sayangnya, tata kelola niaga masih menjadi masalah pelik bagi industri tersebut.

Ketidakpastian tata kelola niaga ini membuka celah munculnya praktik penambangan timah ilegal. Akibatnya, manfaat atas komoditas ini tidak bisa dirasakan oleh masyarakat lokal secara optimal. Negara pun bakal menderita kerugian akibat praktik tersebut.

Lantas, bagaimana langkah pemerintah dan pengusaha dalam mengatasi permasalahan ini?

Wakil Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI), Resvani menilai, akar masalah industri pertambangan timah di Indonesia adalah pelacakan sumber keuntungan dari penjualan timah yang belum tertata dengan baik. Oleh karena itu, ia mengapresiasi langkah pemerintah yang telah menerapkan Sistem Informasi Mineral dan Batubara Antar Kementerian/Lembaga (Simbara) melalui Kementerian ESDM. Aplikasi ini pun sudah diintegrasikan dengan kementerian lainnya.

Simbara dipandang dapat melacak seluruh sumber asal timah di Indonesia. Sistem ini mampu mengetahui legalitas smelter pengolahan timah, termasuk kepatuhan pembayaran pajak dari pelaku usaha tambang tersebut.

"Simbara ini sudah jalan untuk komodiras batu bara, serta sudah jalan untuk komunitas nikel dan timah. Yang kita tunggu berikutnya, kita dorong terus untuk komoditas-komoditas yang lain," ungkap dia dalam program Mining Zone, dikutip Selasa (7/1/2025).

Masalah berikutnya berkaitan dengan formalisasi izin yang kerap dikeluhkan pelaku usaha timah. Hal ini perlu diperhatikan karena kemungkinan ada pengusaha yang kesulitan mengurus perizinan, terutama perusahaan skala kecil. Terbukti, banyak Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang belum terbit.

Pemerintah harus benar-benar serius memberantas praktik pertambangan ilegal (Peti) agar industri timah bisa membawa dampak positif dan kesejahteraan bagi seluruh pihak, terutama masyarakat setempat. "Tentunya jika Peti ini berhasil diberantas, keuangan negara akan membaik dan kesejahteraan itu juga akan bisa dipenuhi," ujarnya.

Sementara itu, Rektor Universitas Muhammadiyah Bangka Belitung, Fadillah Sabri optimistis bahwa setiap permasalahan pasti ada harapan untuk perbaikan. Di sinilah momentum yang tepat sebenarnya bagi semua, tidak hanya PT Timah Tbk (TINS), melainkan juga pemerintah daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), hingga akademisi untuk ikut serta dalam memperbaiki tata kelola di industri pertambangan nasional.

"Saya menyarankan tata kelola timah ini harus diperbaiki. Karena apa? Sejak zaman saya kecil, timah itu selalu digaungkan akan habis, tapi tidak habis-habis tuh. Sebenarnya memang, karena pulau Bangka Belitung ini kan memang jalurnya timah," jelasnya.

Oleh sebab itu, Fadillah berharap bahwa momentum perbaikan tata kelola industri timah tidak berakhir hanya menjadi sebuah diskusi saja. Harus ada ikhtiar baru dari seluruh pihak, sekecil apapun.

Sebab, timah telah menjadi bagian dari sejarah panjang Bangka Belitung. Dari generasi ke generasi, logam berharga ini menghidupi banyak keluarga, serta menjadi denyut nadi ekonomi dan kebanggaan daerah. Bagi Bangka Belitung, timah bukan sekadar sumber ekonomi, tetapi bagian dari jati diri yang harus dijaga.

Langkah untuk memperbaiki tata kelola bisnis timah harus terus digencarkan. Hal ini untuk memastikan kepatuhan regulasi oleh seluruh pelaku usaha dan menghindari praktik bisnis yang menyimpang.

Sementara itu, Peneliti Sejarah dan Kebudayaan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Dato' Akhmad Elvian menuturkan, timah mulai ditemukan di Bangka Belitung sekitar tahun 1724 silam, bersamaan dengan penemuan lada di lokasi yang sama.

Kala itu, pemerintah Hindia-Belanda sempat membuat semacam ungkapan bahwa semakin banyak timah, maka negara tersebut akan semakin makmur dan kaya.

"Jadi segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan timah itu dienyahkan oleh pemerintah Belanda. Karena timah itu membawa kekayaan bagi negara, timah juga membawa kemakmuran," kata dia.

Seorang mitra tambang PT Timah Tbk, Aditya mengaku, kondisi di industri timah sudah berangsur membaik. Para mitra pertambangan timah sudah mulai bekerja secara normal. Dia juga mengapresiasi langkah pemerintah yang mulai gencar memberantas kegiatan pertambangan timah ilegal.

"Kalau masyarakat awam ini yang bekerja ilegal di lokasi-lokasi yang tidak ada izin, tidak ada apanya itu akan terganggu. Karena setelah ada kasus ini, kan memang pemerintah galak melakukan razia seperti penertiban di lokasi-lokasi IUP PT Timah yang masih ada timahnya," ujar dia.

Senada, Penambang Rakyat, Ican menjelaskan, harga timah pada masa lalu tergolong mahal dan risiko penambangannya begitu besar. Namun, sekarang, para penambang bekerja melalui kolaborasi dengan mitra. Alhasil, kegiatan penambangan bisa berjalan dengan aman, legal dan bebas dari razia, serta dijamin atas risiko pekerjaan di lapangan.

"Memang harganya agak murah, namun semua terjamin. Kalau sendiri tuh kan kita juga kerja pun was-was karena takut ditangkap tuh kan. Kalau sekarang kan tidak lagi," tukasnya.

Pada akhirnya, upaya perbaikan tata kelola tambang timah menjadi harapan besar bagi Indonesia. Regulasi yang kuat dan pengawasan ketat harus menjadi fondasi agar komoditas timah membawa berkah bagi masyarakat. Kasus penambangan ilegal mesti menjadi momentum penting untuk membangun tata kelola sektor pertambangan yang lebih bijaksana dan juga lebih transparan.

Reformasi bukan akhir, melainkan babak baru untuk masa depan yang lebih cerah bagi sektor timah dan juga perekonomian Bangka Belitung. Dari Bangka Belitung inilah langkah awal menuju masa depan yang lebih cerah, adil dan juga transparan bagi seluruh masyarakat Indonesia.


(dpu/dpu)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Dilema Tambang Ilegal, Bos Timah Usul Izin Pertambangan Rakyat

Next Article Timah (TINS) Pecah Rekor Produksi 2019, Apa Peran Harvey Moeis?

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|