Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia aviasi tahun ini dihebohkan dengan terungkapnya skandal 'penerbangan hantu' yang melibatkan maskapai terbesar Australia, Qantas Airways Ltd.. Perusahaan diketahui telah menyesatkan hampir 1 juta pelanggannya dengan menjual tiket untuk puluhan ribu penerbangan yang sebenarnya tidak ada.
Dokumen pengadilan yang dirilis beberapa bulan lalu mengungkapkan skala pelanggaran dan tingkat kesadaran maskapai terhadap masalah tersebut.
Qantas menyelesaikan gugatan ini pada Mei lalu dengan membayar denda dan kompensasi sebesar 120 juta dolar Australia atau lebih dari Rp1,2 triliun. Maskapai ini mengakui telah menjual tiket pada penerbangan yang telah diputuskan untuk dibatalkan, serta menyesatkan pemegang tiket dengan tidak segera memberi tahu mereka bahwa penerbangan tersebut sebenarnya fiktif.
Krisis Manajemen dan Dampaknya
Skandal ini menyebabkan pengunduran diri CEO Qantas, Alan Joyce, pada tahun lalu sebelum masa jabatannya berakhir. Namun, kasusnya baru terungkap tahun ini, di mana Qantas mengetahui kekurangan dalam sistem pemesanan tiketnya.
Kasus ini diajukan oleh Australian Competition & Consumer Commission (ACCC), yang awalnya meminta denda lebih besar, yakni lebih dari 250 juta dolar Australia atau lebih dari Rp2,5 triliun.
Pernyataan fakta yang disepakati dan pengakuan yang dirilis September lalu di situs web Pengadilan Federal Australia menyebutkan bahwa "manajer senior" Qantas secara kolektif mengetahui dampak masalah ini terhadap penumpang, meskipun tidak ada satupun individu yang sepenuhnya memahami keseluruhan masalah.
"Qantas mengetahui cara sistem mereka beroperasi," demikian bunyi dokumen tersebut, sebagaimana dikutip Time. "Konsumen menderita kerugian akibat tindakan pelanggaran Qantas."
Para manajer yang dimaksud tidak disebutkan namanya. Namun, Qantas menegaskan bahwa CEO saat ini, Vanessa Hudson, tidak termasuk di antara mereka. Sebelumnya, Hudson menjabat sebagai kepala keuangan grup Qantas sebelum diangkat menjadi CEO pada September 2023.
Detail Pelanggaran Sistematis
Dokumen pengadilan mengungkapkan bahwa Qantas dapat secara manual menghapus penerbangan yang dibatalkan dari sistem penjualan, tetapi mereka tidak pernah melakukannya. Sistem maskapai kini telah diperbarui untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
Qantas diketahui tetap menjual tiket untuk 71.000 penerbangan yang dijadwalkan berlangsung antara Mei 2022 dan Mei 2024 meskipun telah memutuskan untuk membatalkannya. Sekitar 87.000 pelanggan membeli tiket untuk penerbangan fiktif tersebut atau dialihkan ke penerbangan yang sebenarnya sudah dibatalkan.
Bahkan, sebanyak 884.000 pelanggan tidak diberi tahu secara cepat bahwa penerbangan mereka telah dibatalkan.
Rata-rata, Qantas terus menjual tiket penerbangan yang dibatalkan selama 11 hari setelah keputusan pembatalan. Waktu yang sama biasanya diperlukan oleh maskapai untuk memberi tahu penumpang bahwa penerbangan mereka telah dibatalkan, menurut dokumen pengadilan.
Dampak pada Pelanggan
Tindakan Qantas ini menyebabkan ketidaknyamanan besar bagi pelanggan. Konsumen tidak hanya kehilangan uang mereka, tetapi juga mengalami gangguan besar dalam rencana perjalanan mereka.
"Konsumen dirugikan akibat tindakan Qantas yang melanggar hukum," demikian bunyi pernyataan resmi dari pengadilan.
Keputusan untuk tetap menjual tiket penerbangan yang telah dibatalkan dianggap sebagai pelanggaran kepercayaan konsumen dan mencerminkan kegagalan serius dalam pengelolaan operasional maskapai.
Reformasi dan Komitmen Baru
Setelah skandal ini, Qantas telah berkomitmen untuk meningkatkan sistemnya guna mencegah terulangnya masalah serupa di masa depan. Perubahan ini mencakup pembaruan sistem pemesanan tiket dan peningkatan transparansi dalam komunikasi dengan pelanggan.
"Kami berkomitmen untuk belajar dari kesalahan ini dan memastikan bahwa pelanggan kami mendapatkan layanan yang lebih baik di masa depan," kata seorang juru bicara Qantas.
Meskipun demikian, kasus ini menjadi pengingat keras bagi maskapai dan sektor bisnis lainnya untuk menjaga integritas operasional mereka dan memastikan kepatuhan terhadap hukum perlindungan konsumen. Dengan denda besar dan reputasi yang rusak, Qantas menghadapi tantangan besar untuk memulihkan kepercayaan publik.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Banyak Nyambuk DBD, Australia Beri Travel Warning Bali
Next Article Detik-Detik Pesawat Terjun Bebas 20.000 Kaki dalam 6 Menit