Ketua Presidium Aqsa Working Group (AWG) M Anshorullah dalam acara konferensi pers rencana pembangunan Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Indonesia di Kota Gaza, Palestina. Jumpa pers ini digelar di Kantin Diplomasi, kompleks kantor Kemenlu RI, Jakarta, Jumat (14/3/2025).
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan 20 poin yang disebutnya sebagai rencana perdamaian untuk Gaza.
Rencana tersebut diluncurkan tidak lama setelah AS secara sewenang-wenang melakukan veto di Dewan Keamanan (DK) PBB pada Kamis (18/9/2025), memblokir resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen di Gaza yang telah disetujui oleh empat dari lima anggota tetap DK PBB.
Ketua Presidium Aqsa Working Group (AWG), Muhammad Anshorullah mengatakan, veto tersebut menjadi veto ke-6 Amerika yang menolak resolusi kemanusiaan atas Gaza sejak genosida dua tahun yang lalu. Dalam rencananya, Trump memberikan waktu empat hari bagi kelompok perjuangan Palestina untuk menerima 20 poin tersebut yang klaimnya, telah disetujui oleh Benjamin Netanyahu.
"Nahasnya, sesaat setelah rencana itu terkuak kepada publik, negara-negara Arab dan Muslim, termasuk Indonesia, dengan cepat menyampaikan dukungannya terhadap rencana Trump tersebut," kata Anshorullah kepada Republika, Ahad (5/10/2025)
Anshorullah mengatakan, dukungan itu hanyalah menggambarkan inferioritas dan dependensi negara-negara tersebut termasuk Indonesia dan mengabaikan hak-hak bangsa Palestina untuk mempertahankan diri dari kezaliman dan penjajahan Zionis di Tanah Air mereka dan Masjid Al Aqsa.
Tak hanya itu, negara Muslim yang menyetujui stigma teroris yang disematkan oleh Trump kepada pejuang perlawanan Palestina. Dalam posisi ini, negara-negara itu dinilai benar-benar telah menjadi lawan bagi perjuangan rakyat Palestina di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla.