Negosiasi Dagang RI dan AS Fokus pada 7 Masalah Ini, Tak Ada QRIS dan GPN!

6 hours ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi XI DPR RI telah menjalin komunikasi dengan Tim Negosiasi Indonesia di Washington DC, Amerika Serikat, Tim negosiasi ini tengah mendorong pemerintah AS untuk tidak menerapkan tarif perdagangan tinggi yang dikenakan Presiden AS Donald Trump sebesar 32% ke Indonesia.

Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Gerindra, Wihadi Wiyanto mengatakan dalam negosiasi tersebut, pembahasan hanya mengerucut pada 7 masalah hambatan perdagangan.

Dari total 7 masalah itu, ia menegaskan tidak ada pembahasan terkait dengan sistem pembayaran yang diterapkan Indonesia, baik melalui QRIS maupun GPN, sebagaimana dipermasalahkan AS dalam dokumen Foreign Trade Barriers yang dikeluarkan United States Trade Representative (USTR) pada akhir Februari 2025.

"Kami sudah mengonfiramsi kepada tim yang melakukan negosiasi di Washington, apakah ada masalah ini (QRIS dan GPN)? tidak ada. Hanya tujuh permasalahan yang disampaikan pemerintah AS dan Indonesia untuk perndungan," tegas Wihadi dalam program Money Talks CNBC Indonesia, Selasa (22/4/2025).

Wihadi tidak menjelaskan secara rinci tujuh poin permasalahan perdagangan yang menjadi pembahasan utama di tengah-tengah tim negosiasi RI dan AS. Ia hanya menekankan, poin utama dari tujuh pembahasan itu ialah permintaan AS supaya RI mengurangi pajak maupun bea masuk impor untuk barang dari AS.

"Poin yang satu adalah ya mengurangi pajak dan bea masuk impor untuk semua barang dari Amerika. Itu kan jadi satu poin juga," ungkapnya.

Poin utama kedua dari tujuh poin pembahasan ialah terkait dengan perluasan pembukaan pasar di Indonesia untuk komoditas-komoditas tertentu asal AS yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, misalnya komoditas energi.

"Salah satunya yang sudah dilakukan adalah impor daripada minyak dari Amerika yang dilakukan oleh pemerintah Amerika ke depannya. Ya tentunya semuanya berdasarkan dari market ya," ucap Wihadi.

Namun, ia menekankan, tim negosiasi hanya memberikan ruang supaya komoditas-komoditas asal AS itu bisa masuk RI. Sedangkan realisasi impornya lagi-lagi dikembalikan sesuai kebutuhan pasar di Indonesia.

"Karena ini free market tentunya market yang akan bicara. Bukan lagi kita mengatakan bahwa ini proteksi atau kita bicara kita terbuka. Tetapi ya masyarakat lah yang akan menilai apakah produk ini cukup untuk dikonsumsi atau produk ini bisa dilakukan penggunaannya di Indonesia berdasarkan harga dan sebagainya. Jadi saya persilahkan market yang menentukan itu," ungkapnya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumya telah bertemu dengan Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick dan Ambassador USTR Jamieson Greer pada Kamis (17/4/2025) di AS.

Dalam negosiasi dengan Lutnick, Airlangga menawarkan pembelian dan impor Indonesia dari AS untuk menyeimbangkan defisit perdagangan AS, antara lain pembelian produk energi (crude oil, LPG dan gasoline) serta peningkatan impor produk pertanian dari AS (soybeans, soybeans meal dan wheat) yang memang sangat dibutuhkan dan tidak diproduksi di Indonesia.

Airlangga juga menyampaikan komitmen Indonesia untuk kerja sama di bidang critical minerals, dukungan investasi AS dan juga komitmen untuk menyelesaikan permasalahan Non-Tariff Barrier (NTB) yang menjadi concern pihak pengusaha AS di Indonesia.

Dari rangkaian pertemuan Tim Negosiasi Teknis RI dan pemerintah AS, berikut ini poin-poin negosiasi:

1. Komitmen Indonesia Meningkatkan Impor Energi dari AS

RI menyampaikan rencana pembelian gas alam cair (LNG) dan minyak mentah (sweet crude oil) sebagai bagian dari upaya menjaga keseimbangan perdagangan.

2. Peningkatan Impor Produk Agrikultur AS

Indonesia siap memperluas impor gandum dan produk hortikultura dari AS, yang selama ini jadi ekspor andalan Negeri Paman Sam.

3. Fasilitasi Investasi Perusahaan AS di RI

Pemerintah Indonesia menjanjikan percepatan perizinan dan kemudahan investasi bagi perusahaan AS yang ingin memperluas bisnis di Tanah Air.

4. Kerja Sama Strategis Mineral Kritis (Critical Minerals)

Indonesia menawarkan kolaborasi dalam pengelolaan dan hilirisasi mineral penting, termasuk dalam rantai pasok global yang berkelanjutan.

5. Kemitraan SDM dan Ekonomi Digital

RI mendorong penguatan kerja sama dalam bidang pendidikan, teknologi, ekonomi digital, dan pengembangan talenta di sektor sains dan engineering.

6. Evaluasi Tarif Produk Ekspor RI yang Terlalu Tinggi

Permintaan Indonesia untuk mendapatkan penurunan tarif ekspor dari Indonesia ke AS, khususnya terhadap ekspor top-20 produk utama Indonesia, karena selama ini tarif impor Indonesia lebih tinggi dari beberapa negara kompetitor. Produk tersebut a.l. tekstil, garmen, alas kaki, furnitur, dan udang. Pemerintah menekankan perlunya kesetaraan tarif dengan negara pesaing.

7. Kesepakatan Tenggat 60 Hari

Tenggat waktu 60 hari tersebut adalah penyelesaian pembahasan isu untuk disepakati, sehingga masih terdapat waktu 30 hari dari 90 hari penundaan (pause) untuk implementasi kesepakatan.

Indonesia mendorong untuk merumuskan format kemitraan perdagangan dan investasi, serta penyusunan peta jalan final dalam waktu dua bulan ke depan.

8. Relaksasi TKDN Dibahas

AS meminta relaksasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Pemerintah RI tengah merancang ulang format TKDN menjadi berbasis insentif, bukan pembatasan, untuk mendorong efisiensi dan inovasi, tanpa melemahkan posisi industri dalam negeri.

9. Pemerintah Siapkan Paket Deregulasi

Indonesia menyiapkan paket ekonomi dan deregulasi komprehensif untuk industri yang terdampak tarif, seperti industri padat karya dan perikanan. Tiga satgas telah dibentuk untuk fokus pada efisiensi, daya saing, dan deregulasi.

10. Dorong Diversifikasi Pasar Ekspor

Pemerintah menegaskan akan mengurangi ketergantungan pada pasar AS (saat ini sekitar 10% dari total ekspor), dan mulai menjajaki pasar alternatif seperti Meksiko, Inggris, Uni Eropa, dan negara ASEAN lainnya.


(arj/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: AS Sebut QRIS & GPN Hambat Perdagangan, BI Buka Suara!

Next Article BPS: Ekspor RI Capai US$24,01 M, Turun 1,7% di November 2024

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|