Ojol Minta Jatah Aplikasi 10%, Ekonom Ungkap Dampaknya ke Cuan Driver

8 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Isu yang kerap muncul dalam ojek online adalah potongan komisi platform yang tidak sesuai dengan aturan. Kabarnya para perusahaan memotong lebih besar dari 20 persen yang diatur oleh pemerintah. Isu ini menjadi alasan ojol demo meminta "jatah" aplikasi diturunkan menjadi 10 persen.

Terkait hal ini, Direktur Ekonomi Digital dan Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios) Nai­lul Huda menjelaskan peraturan Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor 667 tahun 2022 yang kemudian diubah menjadi Kepmenhub Nomor 1001 tahun 2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi mengatur soal biaya jasa minimal, batas atas, dan batas bawah yang didapatkan oleh pengemudi ojek online.

Sementara untuk Kepmenhub Nomor 1001, mengatur soal biaya tidak langsung yang dibayarkan pengemudi ke platform. Di sana diatur maksimal 20 persen dengan rincian 15 persen merupakan biaya sewa dan 5 persen adalah untuk biaya penunjang dukungan platform pada kesejahteraan pengemudi transportasi online.

Namun beleid itu menyebutkan bahwa komponen tarif perjalanan bukan biaya yang dibayarkan konsumen. Jadi muncul informasi tidak sempurna terkait potongan komisi tersebut.

"Apa yang disetorkan oleh pengemudi transportasi online melebihi dari 20 persen sesuai ketentuan di mana di dalam biaya tersebut ada komponen biaya platform dan tambahan biaya lainnya. Sudah seharusnya aturan tersebut juga diperjelas untuk memastikan informasi bagi pengemudi dan penumpang sama," jelas Nailul kepada CNBC Indonesia, Selasa (20/5/2025).

Nailul mengatakan untuk bisa memperjelas soal pemotongan 20 persen. Karena terkesan ambigu dan dinilai 20 persen adalah yang dibayarkan oleh penumpang.

Dia juga menyinggung permintaan menurunkan menjadi 10 persen. Ini jadi salah satu tuntutan demo yang dilaksanakan oleh para ojol hari ini 20 Mei 2025.

Jika ini dilakukan, akan merugikan platform karena harus ada biaya yang dibayarkan dan juga strategi promo menarik penumpang.

Penumpang Indonesia, menurutnya, juga masih price oriented consumer. Mereka masih mempertimbangkan harga jadi harga yang mahal bisa berdampak pada pendapatan pengemudi.

"Konsumen kita masih price oriented consumer yang sangat mempertimbangkan harga. Dengan bentuk pasar multi-sided market, ketika harga semakin mahal dengan terbatasnya promo, pendapatan pengemudi juga akan berkurang. Pun ketika biaya tidak langsung ini berkurang, perusahaan juga pasti akan menaikkan platform fee untuk menutup kerugiannya. Harga akan semakin mahal bagi penumpang," jelasnya.

Dia meminta untuk tidak ada biaya tambahan lagi pada biaya tak langsung. Selain itu, memperlakukan semua pengemudi sama dan setara.

"Yang menjadi pembeda hanya performa di medan transportasi saja, bukan dengan mengeluarkan biaya tambahan. Kemudian, tuntutan harus ditujukan kepada peningkatan kesejahteraan dari pengemudi dengan mendesak adanya peraturan yang mempermuda pengemudi mengakses jaring pengaman sosial seperti kesehatan. Biaya kesehatan yang diperoleh pengemudi harus dari dua unsur yaitu pengemudi dan platform di mana ada 5 persen biaya tidak langsung yang dibayarkan oleh pengemudi ke platform untuk mendukung kesejahteraan pengemudi," jelasnya.


(dem/dem)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Beban Pajak Hingga Persaingan Harga "Hantui" Bisnis Telco 2025

Next Article Demo Besar-besaran Ojol 17 Februari 2025, Ini Tuntutan Driver

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|