Ombudsman Kritik Keras-Beri Saran Soal Lonjakan Harga Bawang Putih

2 days ago 8

Jakarta, CNBC Indonesia - Ombudsman RI menyoroti dengan tajam tata kelola impor bawang putih yang dinilai amburadul, menyusul terjadinya lonjakan harga komoditas tersebut di pasaran. Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menilai ada banyak kelemahan dalam sistem yang membuat harga bawang putih terus naik dan membebani masyarakat.

Yeka menyebut adanya tumpang tindih kewenangan, di sisi hulu, antara Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Kementerian Pertanian (Kementan) dalam tata kelola bawang putih. Salah satu masalah utama adalah kebijakan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang masih dipegang oleh Kementan. Padahal, menurutnya, aturan ini tidak relevan untuk bawang putih karena 90% kebutuhan nasional dipenuhi dari impor.

"Tata kelola bawang putih itu harus lebih baik lagi. Semangat RIPH itu untuk melindungi petani, tapi kalau produksi dalam negeri kecil sekali, seperti bawang putih, RIPH itu tidak diperlukan," kata Yeka kepada CNBC Indonesia, Jumat (28/3/2025).


Di sisi hilir, peran Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga dinilai belum efektif dalam memastikan kelancaran impor.


"Kemendag tahun ini telah menerbitkan Surat Persetujuan Impor (SPI) kepada lebih dari 39 perusahaan, tetapi tidak ada sanksi tegas jika mereka tidak segera merealisasikan impornya," ucap dia.


Dampak ke Konsumen dan Dugaan Kesalahan dalam Pemberian PI


Adapun lonjakan harga bawang putih di pasaran saat ini disebabkan oleh lambatnya realisasi impor. Sejumlah importir lama mengeluhkan mereka tidak mendapatkan SPI, sementara izin justru diberikan kepada perusahaan-perusahaan baru yang belum berpengalaman. Hal ini telah dikonfirmasi oleh Plt. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Isy Karim. Dia mengakui saat ini kondisinya banyak importir baru yang belum memiliki pemasok di China, sehingga impor menjadi tersendat.


Yeka pun menilai keputusan itu sangat berisiko. "Kenapa SPI diberikan ke pelaku usaha baru? Ini bermasalah dan pemerintah harus bertanggung jawab. Harus ada sanksi bagi importir yang tidak mendatangkan barang sesuai jadwal," ujarnya.


Ia mengusulkan agar pengawasan lebih dinamis. "Kalau ada importir yang tidak bisa merealisasikan impornya, SPI-nya harus segera dicabut dan dialihkan ke pelaku usaha lain yang kompetensinya sudah teruji," imbuh dia.


Sementara itu, dalam inspeksi ke beberapa gudang, Ombudsman menemukan bahwa stok bawang putih kosong. "Mereka bilang masih cari pemasok. Kalau begini, tata kelolanya nggak bagus," tukasnya.


Ia menegaskan, pemerintah seharusnya memastikan kelancaran impor sejak awal, bukan bereksperimen dengan kebijakan yang membebani masyarakat.


Oleh karenanya, Ombudsman mendorong dilakukannya evaluasi menyeluruh agar kejadian serupa tidak terulang. Yeka menyebut tiga prinsip utama dalam tata kelola impor yang harus diperbaiki, yakni partisipatif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.


"Sekarang ini, ketiganya tidak ada. Tidak transparan, tidak partisipatif, dan tidak bisa dipertanggungjawabkan," ucapnya.


Koordinasi antar kementerian juga dinilai perlu ditingkatkan. "Saya sudah berkoordinasi dengan Kemendag, dan mereka sangat kooperatif. Namun, dengan Kementan, saya belum sempat berkomunikasi langsung dengan Pak Menteri. Kami sudah mengajukan surat koordinasi, semoga setelah Lebaran bisa dievaluasi bersama," kata Yeka.


Dengan harga bawang putih yang terus melambung, Ombudsman mendesak pemerintah segera bertindak.


"Kebutuhan bawang putih itu jelas, sekitar 30-50 ribu ton per bulan. Jadi, pengawasan harus dilakukan setiap bulan agar tidak ada kelangkaan yang berdampak pada harga," tutupnya.


(fsd/fsd)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Harga Telur Dunia Naik-Susunan Komisaris & Direksi BRI Terbaru

Next Article Video: Penyebab Inflasi Saat Daya Beli Masih Lemah, Ini Kata Pengusaha

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|