Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid mengungkapkan, transformasi digital berpotensi menghasilkan nilai ekonomi hingga US$ 360 miliar atau sekitar Rp 5.832.144.000.000.000 (asumsi kurs Rp 16.200) pada tahun 2030. Nilai tersebut setara dengan sepertiga dari nilai ekonomi digital di ASEAN.
Menurutnya, potensi transformasi ekonomi digital dapat membantu merealisasikan Indonesia Emas 2045. Apalagi, saat ini ekonomi digital sedang tren dan tumbuh di Tanah Air.
"Ekonomi digital Indonesia saat ini menunjukkan tren positif, dengan pertumbuhan transaksi digital mencapai USD 90 miliar pada 2024, terbesar di Asia Tenggara," kata Meutya dalam keterangan tertulisnya, dikutip Selasa (7/1/2025).
Ia merincikan, dominasi sektor e-commerce tumbuh 11% dengan nilai transaksi sebesar US$ 65 miliar. Sektor tersebut didorong berkat inovasi, seperti video commerce. Sehingga, ia berkomitmen mempercepat transformasi digital yang inklusif dan berdaulat.
Ia mengungkapkan, pembangunan infrastruktur digital menjadi penting untuk percepatan potensi ekonomi digital, pengembangan talenta digital, dan tata kelola yang adaptif untuk memperkuat ekonomi digital nasional.
Dalam hal ini, Ia menambahkan, ada tiga pilar utama untuk mendorong transformasi digital. Pertama, infrastruktur digital yang merata mencakup akses dan peningkatan kecepatan internet di seluruh Indonesia.
Kedua, talenta digital yang ditargetkan sebanyak 9 juta pada 2030 melalui program Digital Talent Scholarship. Ketiga, tata kelola ekosistem digital yang menciptakan ruang digital yang aman dan berkelanjutan.
Melihat besarnya potensi ekonomi digital,pihaknya mengajak civitas akademika untuk berperan aktif dalam pengembangan ekonomi digital, melalui kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan dunia usaha.
"Universitas memiliki potensi besar dalam membangun ekosistem digital lokal dan nasional," kata Meutya.
Meskipun demikian, Meutya menambahkan, potensi tersebut juga perlu mewaspadai tantangan global, seperti gejolak geopolitik dan fragmentasi ekonomi. Namun, dengan kolaborasi lintas sektor dan inovasi digital, Indonesia optimis menjadi salah satu pemain utama di Asia Tenggara.
Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika, Hokky Situngkir mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia saat ini sudah melek Internet. Hal ini terlihat dari persentase penetrasi Internet di Indonesia yang telah mencapai 79%.
Angka tersebut dinilainya sangat tinggi bila dibandingkan rata-rata penetrasi negara lain di dunia yang hanya 66%.
"Jadi rata-rata screen time kita di depan (computer) itu, sudah 8 sampai 9 jam. Hampir 9 jam lho. Artinya apa? Sepertiga hidup kita sudah di depan layar," jelas Hokky dalam Road to CNBC Indonesia Awards 'Best Technology'.
Kondisi tersebut lanjut Hokky menjadi sebuah peluang besar dalam mendorong ekonomi digital di RI. Hal ini juga didukung oleh jumlah penduduk dan juga budaya masyarakat di Indonesia yang luar biasa.
"Kita tadi bicara soal startup, bicara soal game, kita ini kan negara lautan konten ya. Kita punya budaya, kita punya keunikan, keberagaman yang luar biasa. Nah ini kalau misalnya kita dorong terus untuk menjadi digital dan menjadi bagian dari konten online, ini dampaknya luar biasa," terangnya.
Seperti diketahui, Menko Airlangga sebelumnya sempat memaparkan bahwa ekonomi digital Indonesia telah mencapai nilai sebesar USD 90 miliar dan pada tahun 2025 diharapkan akan berada dalam kisaran USD 130 miliar.
Hal ini juga selaras dengan potensi peningkatan ekonomi digital di regional ASEAN yang berpenduduk sekitar 600 juta. Dengan implementasi Digital Economy Framework Agreement (DEFA), nilai ekonomi digital di kawasan ASEAN pada 2030 yang semula diperkirakan oleh berbagai lembaga studi mencapai USD1 triliun akan meningkat hingga dapat mencapai USD2 triliun.
(fsd/fsd)
Saksikan video di bawah ini: