Jakarta, CNBC Indonesia - Keadaan di bawah Junta Militer Myanmar semakin memanas, usai sebuah kelompok etnis bersenjata Tentara Arakan (AA) mengaku telah menguasai penuh wilayah penting di sepanjang perbatasan Bangladesh.
Mengutip AFP, AA mengklaim telah mengendalikan sepenuhnya seluruh wilayah Maungdaw, sebuah distrik yang dihuni lebih dari 110.000 orang menurut sensus terakhir, sejak Minggu, 8 Desember 2024 lalu.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis Selasa (10/12/2024) malam, AA juga mengatakan pangkalan junta terakhir di dekat kota Maungdaw telah jatuh pada Minggu dini hari setelah hampir dua bulan pertempuran. Mereka juga menambahkan telah menangkap sejumlah tentara junta termasuk komandan pangkalan.
Sebuah video yang dirilis oleh kelompok tersebut memperlihatkan orang-orang yang tampak seperti pasukan keamanan Myanmar yang menyerah berjalan keluar dari gedung-gedung yang rusak, sambil memegang bendera putih dan potongan-potongan styrofoam putih.
Pertempuran sendiri telah mengguncang negara bagian Rakhine barat sejak AA menyerang pasukan keamanan pada November 2023 lalu. Serangan ini mengakhiri gencatan senjata yang sebagian besar telah berlangsung sejak kudeta junta tahun 2021.
Pejuang AA telah merebut sebagian besar wilayah di negara bagian, yang menjadi rumah bagi proyek pelabuhan yang didukung China serta India dan hampir memutus ibu kota negara bagian Sittwe.
Kota Maungdaw terletak di sungai Naf yang memisahkan Myanmar dari Bangladesh dan merupakan rumah bagi banyak anggota minoritas Rohingya yang teraniaya. Pada Mei, AA mengatakan telah merebut kota Buthidaung, 25 kilometer (15 mil) dari Maungdaw.
Beberapa kelompok diaspora Rohingya kemudian menuduh AA memaksa Rohingya untuk melarikan diri dan kemudian menjarah dan membakar rumah-rumah mereka. Namun klaim ini disebut AA sebagai "propaganda".
Tanggapan Pemerintah RI
Melalui Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Roy Soemirat, Indonesia dan ASEAN tidak berada dalam posisi berencana untuk menjatuhkan sanksi untuk Myanmar, meski negara itu belum memenuhi five point consensus yang telah disepakati 2021 lalu.
"Indonesia tidak dalam posisi menjatuhkan sanksi di luar forum Dewan Keamanan (DK) PBB," tegasnya pada Senin (16/12/2024) lalu.
Ia menyebutkan bahwa sanksi merupakan hal yang tidak mudah untuk diterapkan. Pasalnya, sanksi dapat berdampak luas terhadap kehidupan masyarakat di negara yang dijatuhi sanksi.
"Sanksi harus diterapkan dengan terukur dan terarah. Jadi sanksi tidak bisa diterapkan secara membabi buta," tambahnya.
"Selain itu, pemberlakuan sanksi melalui DK PBB itu juga harus terus di-review."
Lebih lanjut, Roy memaparkan bahwa saat ini negara ASEAN telah memberikan tugas kepada Myanmar untuk mengadakan dialog yang inklusif antara pihak-pihak yang bertikai. Namun secara implementasi, hal ini masih sulit dilakukan lantaran banyaknya pihak yang meminta adanya syarat-syarat tertentu sebelum dialog dilakulan
"Setidaknya bisa duduk bareng dulu. Namun memang banyak pihak dalam konflik yang masih memberikan prekondisi untuk terjadinya dialog," tambahnya.
Lantas, Roy memaparkan bahwa Indonesia dan ASEAN masih terus berupaya mendorong semua pihak yang bertikai untuk paling tidak duduk bersama terlebih dahulu sebagai awalan pembicaraan perdamaian.
"Jadi sekarang kita berada dalam posisi bahwa prekondisi ini bukanlah hal yang sustainable untuk dilakukan karena dapat membuat diskusi ini jalan ditempat."
(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Ganti Batu Bara, PLN EPI Siapkan 10 Juta Ton Biomassa Bagi PLTU
Next Article Perang Saudara Pecah di Negara Ini, Jet Tempur Bom Pasar-21 Tewas