Jakarta, CNBC Indonesia - Kejayaan Intel sebagai raja chip dunia kian tergusur. Raksasa asal Santa Clara, Amerika Serikat (AS) tersebut berdarah-darah menghadapi persaingan dengan raksasa chip lain yang lebih dulu mengembangkan chip kecerdasan buatan (AI) seperti Nvidia dan AMD.
Pada Desember 2024, dewan komisaris Intel memberhentikan Pat Gelsinger sebagai CEO karena dinilai gagal memulihkan kinerja raksasa chip komputer tersebut. Gelsinger hanya bertahan 4 tahun di pucuk kepemimpinan Intel.
Kini, Intel menunjuk CEO baru yang punya reputasi memukau di industri teknologi, Lip-Bu Tan. Ia diminta menakhodai perusahaan yang sedang karam dan nyaris tenggelam.
Tan memiliki beberapa keunggulan dalam memimpin Intel. Hampir semua mantan dan calon klien Intel mengenalnya dan pernah berbisnis dengannya, dikutip dari Reuters, Jumat (14/3/2025).
Para mantan dan calon klien Intel setidaknya pernah membeli salah satu produk dari banyak startup yang didukung Tan. Beberapa juga pernah menggunakan software dari perusahaan yang dikelola Tan.
Tan memiliki kedekatan dengan orang-orang berpengaruh di sektor chip AI. seperti Lisa Su dari AMD dan Jensen Huang dari Nvidia. Upaya Tan untuk membawa kembali kejayaan Intel juga agaknya akan diawasi secara dekat oleh Presiden AS Donald Trump yang ingin Intel bangkit.
"Tan dapat memanfaatkan pengalaman dan terkhusus koneksinya di industri, sembari menggenjot pertumbuhan di Intel," kata analis independen Jack Gold.
"Semoga dewan komisaris memberikan kebebasan bagi Tan untuk membawa perubahan," ia menambahkan.
Saham Intel naik lebih dari 10% sebelum jam perdagangan dibuka pada Kamis (13/3) waktu setempat.
Tan yang berusia 65 tahun dikenal dengan strateginya yang tak biasa untuk menyulap perusahaan-perusahaan kecil menjadi besar.
Ia lahir di Malaysia, besar di Singapura, dan kini sudah menjadi Warga Negara (WN) AS. Tan datang ke AS untuk mengenyam pendidikan nuklir di universitas kawakan MIT.
Selanjutnya, ia pindah ke California untuk melanjutkan sekolah bisnis dan mendirikan firma modal ventura Walden International pada 1987. Tan percaya startup berskala kecil dengan ide rancangan chip yang baik akan berhasil berkompetisi melawan raksasa chip.
Ia menggelontorkan banyak uang untuk mendanai ratusan startup. Beberapa contoh startup yang ia danai dan akhirnya berkembang pesat adalah Annapurna Labs. Saat ini Annapurna Labs telah diakuisisi Amazon dengan nilai US$370 juta.
Amazon mengatakan Annapurna kini menjadi 'jantung' pengembangan chip in-house perusahaan. Raksasa AS itu mengatakan sekarang sudah lebih banyak menggunakan chip buatan Annapurna ketimbang Intel.
Tan juga berinvestasi pada Nuvia yang telah dibeli Qualcomm senilai US$1,4 miliar pada 2021. Nuvia menjadi kekuatan baru Qualcomm untuk bersaing melawan Intel di pasar chip laptop dan PC.
Tan masih aktif berhubungan dengan startup-startup yang ia danai. Ke depan, bisa jadi startup-startup itu menjadi kompetitor atau target akuisisi Intel.
Sebagai contoh, awal pekan ini Tan menggelontorkan dana ke startup Celestial AI yang juga dibekingi AMD yang merupakan salah satu rival Intel.
Dalam perannya sebagai investor dan CEO, Tan dikenal cepat mendeteksi tren besar yang akan mengubah industri chip dalam waktu 30 tahun.
Pada 2009-2021, Tan merupakan CEO Cadence Design Systems, yakni firma perancang software chip. Tan memfokuskan Cadence untuk menyuplai software dan bermitra dekat dengan perusahaan kawakan seperti TSMC.
Dalam masa Tan memimpin Cadence, saham perusahaan naik 3.200%. Cadence juga berhasil menjadikan Apple sebagai klien terbesarnya, ketika produsen iPhone itu ingin beralih dari penyuplai chip seperti Intel untuk mulai mengembangkan chip secara mandiri.
Tool Cadence menjadi pilihan utama bagi perusahaan chip kawakan seperti Broadcom, yang membantu Google, Amazon, dkk merancang chip AI buatan mereka sendiri dengan bantuan TSMC.
"Ia [Tan] bekerja sangat baik dalam mengarahkan Cadence ke fokus yang tepat," kata Karl Freund, analis di Cambrian AI Research.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini: