Jakarta, CNBC Indonesia - Industri otomotif global menghadapi dampak besar akibat tarif 25% yang diumumkan Presiden AS Donald Trump terhadap mobil dan suku cadang impor ke AS. Kebijakan ini diperkirakan akan menaikkan harga kendaraan, mengurangi variasi model, serta membatasi fitur yang tersedia bagi konsumen.
Para analis menilai tarif tersebut akan langsung membebani pilihan bisnis produsen mobil dan berdampak pada daya beli masyarakat. Meskipun Trump mengklaim kebijakan ini akan meningkatkan produksi domestik, kenyataannya konsumen yang akan menanggung kenaikan harga.
Mantan CEO Aston Martin, Andy Palmer, menegaskan bahwa sebagian besar produsen mobil tidak bisa menanggung tarif sebesar itu. Langkah ini termasuk dengan mengurangi fitur demi menekan harga produksi.
"Mereka akan meneruskan sebagian besar biaya tarif ini ke konsumen," ujarnya, dikutip dari Reuters, Sabtu, (29/3/2025).
Untuk mengatasi kenaikan biaya, produsen diperkirakan akan menyebarkan beban antara model yang diproduksi di AS dan yang diimpor. Beberapa model murah yang ditujukan bagi pembeli pertama kali kemungkinan akan dihentikan karena harga jualnya menjadi kurang kompetitif.
Kondisi ini dapat membuat lebih banyak warga AS kesulitan membeli kendaraan baru. S&P Global Mobility memperkirakan penjualan mobil tahunan di AS akan turun menjadi 14,5 juta hingga 15 juta unit dalam beberapa tahun mendatang dari 16 juta unit pada 2024.
Cox Automotive memprediksi tarif ini akan menambah biaya hingga US$3.000 (Rp49 jutaan) untuk mobil yang diproduksi di AS dan US$6.000 (Rp99 jutaan) untuk kendaraan yang dibuat di Kanada atau Meksiko tanpa pengecualian. Merek mewah seperti Bentley atau Ferrari mungkin bisa meneruskan beban biaya ke konsumennya, tetapi produsen besar dengan margin tipis akan lebih kesulitan.
Model yang paling terdampak antara lain Honda CR-V, Chevy Trax, Subaru Forester, Chevy Equinox, dan Honda HR-V. "Produsen tahu ada beberapa kendaraan yang bisa bertahan dengan margin lebih kecil, tetapi beberapa lainnya mungkin terlalu mahal untuk dijual," kata Erin Keating, analis di Cox Automotive.
Keating menambahkan bahwa pandemi COVID-19 telah membuat 10% populasi pembeli mobil kehilangan daya beli. "Apakah tarif ini akan menghilangkan 10% pembeli lainnya? Kemungkinan besar iya," ujarnya.
Saat ini, dealer mobil di AS masih memiliki stok yang cukup untuk sekitar 90 hari, tetapi harga diperkirakan akan naik setelah itu. Eric Mann, manajer penjualan di dealer Szott M-59 Jeep, Michigan, mengatakan semakin banyak pelanggan membeli mobil karena khawatir harga akan melonjak.
Loretta Acosta, 55 tahun, yang sedang melihat Jeep Grand Cherokee, mengaku kebijakan tarif ini mungkin menyulitkan. "Tetapi terkadang kita harus menerima hal yang tidak menyenangkan demi kebaikan negara," ujarnya.
Sementara itu, produsen mobil Eropa dan Asia yang bergantung pada pasar AS dapat memangkas produksi akibat kebijakan ini. Jika mereka menghentikan pengiriman ke AS, maka biaya produksi per unit akan meningkat dan akhirnya kembali dibebankan ke konsumen.
Jeron Reed, 46 tahun, memutuskan untuk segera menyelesaikan pembelian Equinox EV 2025 karena khawatir harga akan melonjak dalam waktu dekat. "Harga mobil sudah mahal, dan dalam beberapa minggu ke depan kemungkinan akan naik lagi," katanya.
Beberapa produsen mobil AS yang memiliki persentase besar suku cadang bebas tarif bisa menaikkan harga untuk meningkatkan keuntungan, tetapi tetap menjaga harga lebih rendah dari pesaing yang terkena dampak tarif. Namun, dalam jangka panjang, mereka harus memilih antara bertahan dengan kebijakan ini atau memindahkan produksi ke lokasi baru.
Menurut Mark Wakefield dari AlixPartners, mereka yang memilih untuk merelokasi produksi bisa menjadi pemenang dalam tiga hingga empat tahun jika tarif tetap berlaku. "Namun jika tarif ini dicabut, mereka justru akan merugi karena terlanjur menanggung biaya relokasi yang tinggi," katanya.
Bagi produsen baru seperti INEOS Automotive, opsi tersebut tidak tersedia. Perusahaan asal Prancis yang menjual model off-road Grenadier di AS sejak tahun lalu menyatakan sulit untuk menyalurkan kenaikan harga 25% ke konsumen.
CEO INEOS, Lynn Calder, mengatakan mereka akan membagi beban ini antara perusahaan, dealer, dan pelanggan. "Kami tidak bisa menanggung semuanya sendiri, tetapi konsumen juga tidak mungkin menerima kenaikan sebesar itu," ujarnya. "Pada akhirnya, semua pihak akan merasakan dampaknya."
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Trump Segera Umumkan Tarif Untuk Mobil hingga Farmasi
Next Article Video: Gubernur BI Ungkap 5 Negara Incaran Tarif Donald Trump