Raja Salman Pegang 'Kartu Truf' Lawan Trump, Bisa Kubur Mimpi Besar AS

3 days ago 9

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terus mengkampanyekan normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dengan negara-negara Arab. Meski begitu, salah satu patron terbesar di kawasan Timur Tengah, Arab Saudi, masih enggan untuk ikut serta dalam pembentukan hubungan diplomatik dengan Negeri Zionis.

Mengutip Newsweek, Trump sebelumnya berambisi agar lebih banyak negara bergabung dengan Abraham Accords, yang menampung kesepakatan normalisasi Israel. Gedung Putih pada Senin lalu telah menunjuk Arab Saudi sebagai kandidat potensial.

Namun, sikap Arab Saudi terhadap rencana Abraham Accords masih mengeras, terutama setelah usulan Israel untuk mendirikan badan guna mempromosikan 'imigrasi sukarela' warga Gaza. Langkah ini dikutuk keras oleh Kementerian Luar Negeri Saudi, yang terus menyuarakan kemerdekaan dan kedaulatan Palestina.

Kerajaan tersebut, yang pernah dianggap sebagai kandidat potensial terkuat untuk mengikuti UEA, Bahrain, Sudan, dan Maroko dalam menormalisasi hubungan, membekukan kemajuan Abraham Accord pada tahun 2024 dengan alasan kampanye militer Israel di Gaza, yang menurut pihak berwenang di sana telah menewaskan lebih dari 50.000 warga Palestina sejak serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober 2023 terhadap Israel. Para pejabat Saudi juga mengatakan bahwa setiap kesepakatan bergantung pada jalur yang jelas menuju kedaulatan Palestina.

"Pejabat Saudi terus menekankan bahwa setiap kesepakatan bergantung pada syarat-syarat yang jelas, termasuk melindungi hak-hak Palestina," kata Pakar Hubungan Internasional Saad Abdullah Al-Hamed kepada Newsweek.

Raja Arab Saudi, Salman Bin Abdulaziz Al Saud, telah meningkatkan kedudukan globalnya di bawah Trump, terutama melalui upaya Arab Saudi untuk menengahi konflik Rusia-Ukraina. Kerajaan itu juga baru-baru ini menjanjikan US$ 1 triliun (Rp 16.565 triliun) dalam investasi AS dan mengamankan kesepakatan untuk senjata presisi Amerika, yang mencerminkan hubungan AS-Saudi yang secara historis dekat.

Baik Trump maupun Arab Saudi memiliki kepentingan pribadi dalam stabilitas Timur Tengah. Trump mengupayakan keamanan regional dan keseimbangan strategis, sementara Arab Saudi bertujuan untuk mencegah munculnya terorisme dan ancaman lebih lanjut terhadap perdamaian regional, khususnya dari Iran.

Namun keduanya memiliki pandangan yang berbeda soal Gaza. Trump telah menyarankan Gaza dapat dibersihkan dan diubah menjadi tujuan wisata mewah, "Riviera Timur Tengah", sebuah visi yang ditolak tegas oleh Arab Saudi karena nadanya semakin kritis.

Di sisi lain, Arab Saudi mengatakan bahwa Israel harus mengakhiri pendudukannya atas tanah yang direbutnya dari Mesir dan Yordania dalam perang Timur Tengah 1967. Lokasi itu merupakan tempat Palestina mengupayakan negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

"Kami menekankan perlunya kolaborasi berkelanjutan untuk menghadapi agresi brutal terhadap Palestina. Kami mendesak masyarakat internasional untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan menuntut penghentian segera agresi dari pasukan pendudukan dan memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan," kata Putra Mahkota Saudi Mohamed bin Salman, dalam pidatonya di KTT Arab ke-33.

Menurut analisis Al-Hamed, Riyadh akan terus menjadi tantangan besar bagi Trump untuk menyebarluaskan Abraham Accord. Ia menganggap bahwa Trump perlu menyelesaikan sejumlah hal terkait hak Palestina, yang tentunya dapat disetujui sejumlah pihak seperti Riyadh.

"Bagi Riyadh, kemenangan diplomatik yang diinginkan Trump harus dibayar dengan biaya moral dan politik yang besar, karena kerajaan tersebut mengutuk korban kemanusiaan yang dialami warga Palestina, mencap pembunuhan dan pemindahan paksa sebagai pelanggaran hukum internasional," tambah Al-Hamed


(tps)

Saksikan video di bawah ini:

Video:AS & Rusia Kopi Darat Lagi di Arab Saudi Bahas Gencatan Senjata

Next Article Raja Salman Pamer 'Pulau Surga' Arab Saudi, Bagian Proyek Rp 7.500 T

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|