Rupiah Balik Melawan, Dolar Turun ke Level Rp16.190

2 days ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah berhasil rebound pada penutupan perdagangan pekan ini Jumat (20/12/2024) setelah sempat tertekan lebih dari 1% di hari sebelumnya.

Melansir data Refinitiv, pada penutupan perdagangan hari ini (20/12/2024) rupiah sumringah dengan menguat hingga 0,58% ke level Rp16,190/US$. Sepanjang hari, nilai tukar rupiah berfluktuasi hingga sentuh level Rp16.185/US$ dan terjauh di posisi Rp16,305/US$.

Namun selama sepekan ini rupiah masih alami penurunan cukup dalam hingga 1,25% Seiring dengan penguatan rupiah hari ini (20/12/2024), Indeks Dolar AS (DXY) justru melemah sebesar 0,16% tepat pukul 15.00 di posisi 108,231. Pelemahan DXY pastinya membawa angin segar bagi nilai tukar rupiah.

Selain terdorong oleh melemahnya DXY, rupiah juga menguat pada akhir pekan ini di tengah pelonggaran ketidakpastian di pasar internasional dan pergerakan positif pada beberapa indikator ekonomi utama.

Salah satu faktor utama adalah stabilisasi sentimen di pasar saham AS, di mana indeks Dow Jones Industrial Average berhasil keluar dari tren pelemahan terpanjangnya sejak 1974 dengan penguatan tipis sebesar 0,04% ke level 42.342,24.

Meski penguatan terbatas, penurunan volatilitas dengan Cboe Volatility Index yang turun hampir 13% turut memberikan dorongan psikologis pada pasar keuangan global, termasuk Indonesia.

Selain itu, perhatian investor juga tertuju pada kebijakan Bank Sentral China (PBoC) yang akan mengumumkan suku bunga periode Desember. Sebelumnya, China mempertahankan suku bunga pinjaman 1 tahun di level 3,1% dan 5 tahun di 3,6%.

Kebijakan ini dinilai sebagai upaya menjaga stabilitas ekonomi pasca pelonggaran agresif beberapa bulan lalu, memberikan sinyal bahwa ekonomi terbesar kedua di dunia itu tetap berfokus pada pemulihan.

Dari sisi fundamental, data ekonomi China yang dirilis hari ini juga turut menjadi sorotan. Produksi industri China tercatat stabil di angka 5,8% hingga Oktober 2024, sementara tingkat pengangguran turun menjadi 5% pada periode yang sama.

Lonjakan penjualan ritel hingga 4,8% memberikan sentimen positif terhadap prospek pemulihan konsumsi domestik di negara tersebut. Namun, tekanan pada pasar negara berkembang masih membayangi, terutama dari tingginya imbal hasil dolar AS dan arus keluar modal dari negara-negara berkembang yang diperkirakan mencapai $105 miliar pada Oktober, berdasarkan laporan JP Morgan.

Walau begitu, arus keluar tersebut mulai mereda pada November dan Desember, memberikan ruang bagi mata uang seperti rupiah untuk bergerak lebih stabil. Dalam pekan ini, fokus investor juga tertuju pada inflasi Jepang, di mana tingkat inflasi inti tahunan November diperkirakan naik menjadi 2,6% dari 2,3% di bulan sebelumnya.

Kenaikan ini dipengaruhi oleh pelemahan yen, yang bisa membuka peluang pergeseran kebijakan Bank Sentral Jepang.

Penguatan rupiah mencerminkan optimisme pasar terhadap sentimen global yang lebih tenang. Meski demikian, volatilitas masih membayangi seiring tingginya ketidakpastian di pasar keuangan dunia.

CNBC INDONESIA RESEARCH


(mkh/mkh)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Trump & The Fed Bikin Cemas Pasar, Bos Sekuritas Ungkap Efeknya

Next Article Rupiah Terpukul Tensi Israel-Iran, Dolar AS Menguat Jadi Rp15.720

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|