Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) membeli surat berharga negara (SBN) di pasar perdana atau primer maupun pasar sekunder sepanjang tahun ini. Tujuannya untuk menjaga stabilitas imbal hasil atau yield SBN di tengah besarnya tekanan ketidakpastian pasar keuangan global.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan, secara total, hingga pekan kedua Desember 2024, SBN pemerintah yang dibeli BI sudah mencapai Rp 169,5 triliun. Terdiri dari SBN di pasar primer senilai Rp 62 triliun untuk dan di pasar sekunder senilai Rp 107 triliun.
"Di pasar perdana kita beli Rp 62 triliun karena itu untuk yang pendek-pendek (seri SPN), sementara di pasar sekundernya kita sudah masuk dan kita sudah beli Rp 107 triliun," kata Destry di kantor pusat BI, Jakarta, Rabu (18/12/2024).
Destry menjelaskan, masih aktifnya BI membeli SBN di pasar perdana maupun sekunder selain untuk menjaga stabilitas yield SBN supaya tidak bergerak liar, juga karena instrumen operasi moneter BI, yakni Sekuritas Rupiah Bank Indonesia atau SRBI menjadikan SBN sebagai underlying.
"Apalagi instrumen kami SRBI itu kan menggunakan underlying SBN. Jadi kami juga masuk di pasar SBN, sekaligus juga memang menahan pada saat ada tekanan yang tinggi di pasar SBN, Bank Indonesia ada di sana, sehingga yield SBN juga tidak bergerak secara liar," tutur Destry.
Sebagaimana diketahui, dalam Pasal 36A Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU P2SK, BI kini diperbolehkan membeli SBN di pasar perdana dengan satu syarat, yakni adanya kondisi krisis dan harus tenor jangka panjang.
Ayat 1 huruf a Pasal 36A itu menyebutkan, dalam rangka penanganan Stabilitas Sistem Keuangan yang disebabkan oleh kondisi krisis, Bank indonesia berwenang membeli Surat Berharga Negara berjangka panjang di pasar perdana untuk penanganan permasalahan Sistem Keuangan yang membahayakan perekonomian nasional.
"Pembelian Surat Berharga Negara berjangka panjang di pasar perdana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan berdasarkan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan," dikutip dari ayat 3 Pasal 36A UU PPSK.
Ayat 4 Pasal 36A UU PPSK menyebutkan skema dan mekanisme pembelian Surat Berharga Negara di pasar perdana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan dalam keputusan bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia.
(arj/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: BI Kuasai Surat Berharga Negara Hingga 28%, Apa Risikonya?
Next Article Lelang 7 Surat Utang Negara Tembus Rp 22 Triliun