Jakarta, CNBC Indonesia - Internal pemerintah era Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat berselisih paham terkait regulasi impor. Bahkan menimbulkan permasalahan puluhan ribu kontainer mandek di pelabuhan.
Pertengahan tahun ini, Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan revisi regulasi terkait impor sebanyak tiga kali, sejak dikeluarkan pada Desember 2023 lalu. Menurut Wakil Menteri Perdagangan kala itu Jerry Sambuaga, perubahan ini diharapkan bisa meluruskan aturan yang tidak sinkron di lapangan.
Permendag impor ini telah mengalami tiga kali revisi. Awalnya Kemendag mengeluarkan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Revisi kedua dilakukan pada 5 Maret 2024, menjadi Permendag Nomor 3 Tahun 2024.
Sebulan setelahnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan kembali merevisi aturan menjadi Permendag Nomor 7 Tahun 2024. Kemudian Kemendag kembali melakukan revisi aturan itu menjadi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang diundangkan 17 Mei 2024.
Revisi aturan yang terakhir merupakan arahan dari Presiden RI Ke-7 Joko Widodo, dalam rapat internal untuk melancarkan arus impor. Pasalnya Jokowi mendapatkan laporan adanya komoditas dalam 17.304 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, dan 9.111 kontainer di Tanjung Perak yang tertahan sejak aturan impor pertama kali diterapkan 10 Maret 2024.
"Ada kendala dalam perizinan impor sampai sekarang kami data ada 26 ribu kontainer yang tertahan di pelabuhan," kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (17/5/2024).
Dalam konferensi pers itu, juga dihadiri oleh perwakilan Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan. Yakni Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Budi Santoso, dan Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Akolani.
Airlangga mengungkapkan barang impor yang tersangkut di pelabuhan itu imbas penerapan Permendag Nomor 36/2023 juncto Permendag Nomor 7 Tahun 2024 tentang larangan dan pembatasan impor itu.
Kontainer itu berisi 7 komoditas impor yang diperketat dalam Permendag 36, yakni besi, baja, tekstil produk tekstil (TPT), produk kimia, produk elektronik, dan komoditi lainnya. Komoditas itu memerlukan perizinan impor tambahan seperti Persetujuan Impor (PI), Persetujuan Teknis (PT) dan Laporan Surveyor (LS).
Sebagai gantinya pemerintah menerbitkan Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Aturan itu memberikan relaksasi perizinan impor untuk 7 kelompok barang yang diatur dalam Permendag 36.
Relaksasi itu dibagi menjadi dua kelompok. Pertama untuk 4 komoditas, yaitu obat tradisional dan suplemen kesehatan; kosmetik dan perbekalan rumah tangga; tas; dan katup. Impor empat komoditas ini sebelumnya diperketat dengan menambahkan PI dan LS. Aturan baru membolehkan 4 komoditas ini diimpor hanya dengan menggunakan LS.
Selain itu untuk 3 komoditi lainnya yakni elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesories juga diatur ulang. Dalam Permendag 36, 3 komoditas ini membutuhkan Pertek untuk bisa masuk. Namun dengan aturan baru Pertek itu tak diperlukan lagi.
Sehari setelah konferensi pers, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, bersama Menko Airlangga langsung meninjau kontainer yang tertahan di Jakarta International Container Terminal (JITC), Tanjung Priok, Jakarta Utara, (18/5/2024).
Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani menegaskan sebab kontainer tertahan itu bukan akibat dari Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC). Saat itu masyarakat tengah menyoroti lembaga di bawah Kementerian Keuangan itu.
Menurutnya, Bea Cukai merupakan salah satu dari berbagai Kementerian dan Lembaga (K/L) yang terlbat dalam proses importasi barang.
"Karena mungkin yang lagi diperhatikan masyarakat Bea Cukai. Namun, sebetulnya seluruh proses ini tidak hanya Bea Cukai," kata Sri Mulyani.
Sejumlah pihak yang terlibat mulai dari Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, DJBC, pelabuhan JITC. Termasuk pihak Surveyor, pengelola pelabuhan, hingga Badan POM. Sehingga ini merupakan koordinasi bersama, lanjutnya.
"Jangan sampai hanya kemudian memusatkan perhatian seolah-olah ini tanggung jawab satu institusi saja," kata Mantan petinggi Bank Dunia ini.
26.000 Kontainer Lepas dari Pelabuhan
Hingga pada akhirnya, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan memastikan seluruh kontainer yang tertahan di Tanjung Priok dan Tanjung Perak sudah keluar dari pelabuhan pada, Senin (3/6/2024).
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heriyanto mengatakan, proses penyelesaian seluruh kontainer di dua pelabuhan itu berjalan sesuai ketentuan berlaku.
"Kami pastikan prosesnya tetap sejalan dengan governance atau tata kelola yang berlaku dan dilaksanakan secara akuntabel. Juga, dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawab tiap-tiap pihak, seperti importir, surveyor, pengelola tempat penimbunan sementara (TPS), Pelindo, serta kementerian/lembaga terkait, yaitu Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Bea Cukai, dan lainnya," ujarnya, dalam siaran persnya, Senin (3/6/2024).
Sementara itu, untuk kontainer-kontainer impor yang tertolak, karena beberapa alasan, seperti perlu di-re-ekspor, termasuk barang tidak dikuasai (BTD), barang yang terkena aturan larangan dan pembatasan, barang tidak sesuai SNI, dan tidak mendapatkan persetujuan impor (PI) atau pertimbangan teknis (Pertek) dari kementerian terkait, maka tetap ditindak secara konsisten.
Diketahui, pada Minggu (02/06) di Tanjung Priok terdapat sekitar 8.900 kontainer baru dan di Tanjung Perak terdapat sekitar 2.400 kontainer baru yang penyelesaiannya akan ditindaklanjuti bersama berdasarkan service level agreement (SLA) terbaru di Permendag-08. Dengan jumlah kontainer baru tersebut, yard occupancy ratio (YOR) atau kapasitas terminal petikemas relatif masih normal, yaitu sekitar 40-50%.
Foto: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto didampingi Menteri Keuangan, Sri Mulyani dan Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga dalam konferensi pers Sosialisasi Permendag 8/2024 dan Peninjauan terkait Pengaturan Kembali Kebijakan Lartas Barang Impor di Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok, Sabtu, 18/5. (Dok Kemnko Perekonomian)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto didampingi Menteri Keuangan, Sri Mulyani dan Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga dalam konferensi pers Sosialisasi Permendag 8/2024 dan Peninjauan terkait Pengaturan Kembali Kebijakan Lartas Barang Impor di Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok, Sabtu, 18/5. (Dok Kemnko Perekonomian)
Memanas, Menperin Minta Sri Mulyani Jelaskan Isi Kontainer
Di sisi lain, Kementerian Perindustrian mengaku masih membutuhkan penjelasan yang lebih dalam mengenai revisi Permendag 36/2023 itu, juga 26.000 kontainer yang tertahan di pelabuhan itu.
Ia mempertanyakan isi dari 26.000 kontainer itu yang tertahan. Bahkan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang saat itu mengirim surat kepada Bea Cukai agar membuka data-data mengenai isi kontainer tersebut.
"Itu yang kami sedang cari tahu, kalau 100 - 200 ton mungkin tidak terlalu besar. Tapi karena 26 ribu (kontainer) sangat besar. Apakah bahan baku, atau barang jadi? Kami sudh tanyakan ke pihak terkait (Menteri Keuangan)," kata Agus, (9/7/2024).
Hanya saja, Menperin tidak mendapatkan jawaban hingga akhir Juli 2024.
Dari pandangan Agus Gumiwang, juga melihat hasil Revisi Permendag Nomor 8, dianggap tidak sesuai harapan pelaku industri karena menimbulkan ketidakpastian. Sehingga ia mengusulkan agar dikembalikan ke aturan sebelumnya yakni Permendag 36/2023.
"Berdasar masukan resmi, aturan itu dianggap tidak mendukung industri dalam negeri dan akan mematikan industri dalam negeri. Karena industri dalam negeri akan kesulitan hadapi gempuran impor yang pada dasarnya harganya sangat murah," kata.
Dalam prosesnya tarik ulur kejelasan isi kontainer ini terjadi. Pihak Kementerian Perindustrian bersikukuh untuk mengungkap isi 26.000 itu.
Di sebutkan, sebabnya industri bertanya-tanya apakah isi kontainer itu merupakan barang jadi atau bukan. Dari sisi industri seperti TPT takut jika isi kontainer itu merupakan barang jadi atau berupa pakaian hingga gulungan kain yang dapat mengganggu industri dalam negeri.
Akhirnya sampai pada (31/7/2024), Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani mengungkapkan isi 26.000 kontainer itu.
Askolani mengaku sudah memberikan laporan itu ke Kementerian Perindustrian. Ia mengklaim persoalan dari isi kontainer itu sudah selesai.
"Itu sudah selesai, nanti minggu depan (umumkan), selesai dan sudah sesuai ketentuan mana yang dilarang mana yang boleh," kata Askolani, di Kantor Pusat DJBC.
"Sudah kita laporin ke Kemenperin juga," tuturnya.
Ia juga mengatakan kontainer sudah diperiksa oleh pihak surveyor. Menurutnya barang itu ada barang ilegal dan tidak, tidak sesuai ketentuan prinsip pemeriksaan berdasarkan ada tidaknya Standar Nasional Indonesia (SNI), izin Persetujuan Impor (PI), hingga pertimbangan teknis (Pertek). Meski ia belum mau mengungkapkan detail barangnya.
"Yang ilegal kita musnahin, ada di di situ, jadi kontainer itu kita asess bersama seuai ketentuan," kata Askolani.
Mendag Ungkap Alasan Permendag Direvisi : Jokowi Marah
Zulkifli Hasan yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan kala itu, mengungkapkan alasan revisi yang ketiga perlu dilakukan. Menurutnya itu merupakan arahan dari Presiden Jokowi yang tahu puluhan ribu kontainer mandek di pelabuhan.
Hal itu diungkapkan Zulhas, dalam Rapat Kerja dengan komisi VI DPR RI, Kamis (13/6/2024).
Zulhas mengatakan awalnya, Permendag aturan impor diterbitkan dengan menampung permintaan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) agar ditetapkan syarat Pertimbangan Teknis (Pertek). Dia kemudian menyetujui memasukkan syarat Pertek ke dalam ketentuan mendapatkan Persetujuan Impor (PI).
Namun, pada saat menghadiri pertemuan APEC tersebut, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menelpon Zulhas. Mengabarkan terjadi penumpukan kontainer di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
"Kemenperin bilang "harus ada Pertimbangan Teknis, pak". Saya setuju, oke. Saya kan begitu semangatnya. Nah, lahirlah Pertek macam-macam, supaya nggak gampang lah barang-barang itu masuk, karena dikendalikan," katanya.
"Lalu saya berangkat ke APEC, karena itu penting, Sekitar 72% market share itu di APEC, ada Menteri Perdagangan AS, China. Sata ke Peru. Lalu, Pak Menko telpon, 26 ribuan kontainer numpuk di Priok. Katanya gara-gara Pertek nggak kelar-kelar dan Presiden marah," ungkap Zulhas.
Akhirnya, pemerintah mengubah aturan impor dengan menerbitkan Permendag No 8/2024.
"Lalu katanya Permendag harus diubah. Saya kan menteri, saya bilang siap. Nah, kalau Mendag nggak ada kan, Menko saja ya (yang teken). Lalu saya bilang, saya saja yang teken karena saya Mendagnya. Lalu dikirimlah secara digital lalu saya teken. Jadi begitu. Semua hal kan memang tergantung kesiapan dan kerja sama kita. Kalau nggak siap ya begitu," kata Zulhas.
(dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Staf Ahli Sri Mulyani Ungkap Kriteria Barang Kena PPN 12%
Next Article Mendag Zulhas Buka-bukaan Soal Serbuan Impor & Aturan Terbaru!