Seni Menikmati Hidup: Mengapa Tauhid Adalah "Obat Penenang" Terbaik

1 day ago 9
 Mengapa Tauhid Adalah Foto ilustrasi Seni Menikmati Hidup: Mengapa Tauhid Adalah "Obat Penenang" Terbaik. (Foto: Dok RUZKA INDONESIA)

RUZKA-REPUBLIKA NETWORK -- Pernah merasa lelah yang bukan sekadar fisik, tapi lelah di dalam dada? Di dunia profesional, kita sering diajarkan untuk mengejar target, menaklukkan pasar, dan selalu menjadi pemenang.

Tapi ironisnya, semakin kencang kita berlari, seringkali hati kita justru semakin kosong dan cemas. Depresi menjadi bayang-bayang yang nyata bagi banyak orang sukses.

Sebenarnya, Islam menawarkan sebuah konsep psikologi tingkat tinggi yang sering kita lupakan. Bukan sekadar agama ritual, tapi sebuah Way of Life. Kuncinya ada pada satu kata: Tauhid.

Saat kita benar-benar bertauhid, kita sedang memindahkan beban berat dari pundak kita yang kecil ke tangan Tuhan yang Maha Besar. Mari kita duduk sejenak dan merenungkan ini.

Paradoks "Baik dan Buruk"

Dalam bisnis, kita terbiasa menilai segala sesuatu secara biner: Untung itu baik, rugi itu buruk. Proyek gol itu sukses, penolakan itu gagal. Tapi, Al Quran mengajak kita melihat melampaui tembok tebal itu.

Ingat Surat Al-Baqarah ayat 216? Di sana Allah menampar logika manusiawi kita dengan lembut: "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui."

Ayat ini adalah game changer

Saat tender lepas, saat bisnis sedang down, orang yang bertauhid tidak akan depresi. Kenapa? Karena dia yakin, itu adalah cara Allah menyelamatkan dia dari masalah yang lebih besar di masa depan yang tidak dia ketahui.

Atau mungkin, Allah sedang menunda kesuksesan itu agar kita tidak menjadi sombong. Dengan mindset ini, kita jadi bisa menikmati peran kita sebagai seorang "Hamba". Kita cuma pemeran, Allah sutradaranya. Dan skenario Sutradara Langit tidak pernah gagal.

Melihat Ujian Sebagai Privilege

Ada sebuah hadis yang kalau kita renungkan, bisa membuat bulu kuduk merinding sekaligus hati menjadi tenang.

Rasulullah SAW pernah menceritakan situasi di akhirat nanti. Saat orang-orang yang di dunia hidupnya penuh ujian menerima pahala mereka, orang-orang yang di dunia hidupnya lurus-lurus saja, mulus, dan minim masalah, mereka akan menatap iri.

Saking irinya melihat besarnya ganjaran kesabaran itu, mereka berangan-angan: "Seandainya dulu di dunia kulit kami digunting-gunting (dipotong), agar kami bisa mendapatkan pahala sebesar itu."

Baca juga: Kejagung Lelang Kapal Tanker MT Arman 114 Beserta Muatan Minyak Mentah

Bayangkan. Ujian yang hari ini membuat kita menangis—cicilan yang macet, klien yang pergi, atau masalah kantor yang pelik—di mata akhirat adalah "aset investasi" yang nilainya luar biasa mahal.

Jadi, apapun yang terjadi hari ini, semuanya baik. Tidak ada yang buruk.

Dzikir Penenang Jiwa: Alhamdulillah ‘Ala Kulli Hal

Inilah puncak ketenangan jiwa (anti-depresi) seorang muslim. Jika kita dapat rezeki, kita bersyukur. Tapi jika kita dapat musibah, kita tetap bersyukur.

Kita diajarkan sebuah pegangan atau dzikir yang dahsyat: Alhamdulillah 'ala kulli hal (Segala puji bagi Allah atas setiap keadaan).

Kita tidak hanya berterima kasih untuk "permen", tapi juga berterima kasih untuk "obat pahit", karena kita tahu obat itu yang menyembuhkan. Kalimat ini bukan sekadar ucapan di lisan, tapi bentuk pengakuan total seorang hamba bahwa Allah tidak pernah salah dalam memutuskan takdir.

Kasih Sayang yang Melampaui Logika

Mungkin sering terbesit di pikiran, "Kenapa ujian ini berat sekali? Saya nggak kuat."

Buang pikiran itu. Allah sendiri yang menjamin dalam Al-Baqarah ayat 286, "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya."

Itu adalah garansi mutlak. Kalau masalah itu ada di depan mata Anda hari ini, itu artinya mental dan fisik Anda mampu menghadapinya. Allah tidak pernah salah ukur kapasitas hamba-Nya.

Baca juga: Raih Nanyang Alumni Award 2025, Lucy Kurniasari: AHY Menginspirasi Anak Muda Indonesia

Ingatlah, kasih sayang Allah itu jauh melampaui kasih sayang seorang Ibu kepada bayinya. Seorang Ibu tidak mungkin mencelakakan anaknya sendiri. Jika Ibu saja begitu, apalagi Allah? Setiap kejadian, sepahit apapun, adalah bentuk kasih sayang-Nya yang mungkin baru akan kita pahami hikmahnya bertahun-tahun kemudian.

Maka, jalanilah hidup dan bisnis ini dengan ringan. Nikmati prosesnya, syukuri setiap detiknya. Bahagia itu sederhana: cukup sadari bahwa kita punya Allah yang Maha Mengatur, dan Dia menyayangi kita lebih dari kita menyayangi diri sendiri. (***)

Penulis: Bobby Sumantri (Pengusaha Muda Indonesia/Pemimpin Perusahaan Media Online Ruzka Indonesia)

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|