Tanda Kiamat Ini Tak Bisa Ditutupi Lagi, Bencana Sudah di Depan Mata

7 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya, lebih dari 84%t erumbu karang di seluruh dunia kini mengalami pemutihan. Hal ini memicu kekhawatiran di kalangan ilmuwan tentang kemungkinan kematian massal ekosistem penting ini yang menjadi tulang punggung kehidupan laut dan penghidupan jutaan manusia.

Peristiwa pemutihan global ini dimulai sejak 2023 dan telah berkembang menjadi yang paling luas dan paling parah dalam catatan sejarah. Wilayah yang terdampak mencakup lautan Pasifik, Hindia, dan Atlantik, memperlihatkan bahwa krisis ini benar-benar bersifat global.

Fenomena ini mendorong para ilmuwan dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Amerika Serikat untuk menyatakan bahwa situasi di beberapa wilayah kini ekstrem, bahkan berpotensi menyebabkan "kematian hampir total atau lintas spesies di sebuah terumbu karang."

Pemutihan karang terjadi saat karang mengalami stres panas dan mengusir alga simbiotik yang memberi warna, makanan, dan nutrisi. Ketika karang kehilangan alga ini, mereka menjadi putih pucat dan lebih rentan terhadap penyakit, yang pada akhirnya bisa menyebabkan kematian.

Melanie McField, ilmuwan senior dari inisiatif Healthy Reefs for Healthy People yang berbasis di Karibia, menggambarkan betapa gentingnya situasi ini.

"Jika kita terus mengalami gelombang panas demi gelombang panas, sulit untuk melihat bagaimana karang bisa pulih," katanya kepada AFP, dilansir Rabu (23/4/2025).

NOAA menyatakan bahwa dari 1 Januari 2023 hingga 20 April 2025, lebih dari 83,7% area terumbu karang dunia telah terdampak oleh stres panas yang menyebabkan pemutihan. Mereka bahkan harus menambahkan tiga tingkat baru pada skala peringatan pemutihan mereka yang sudah lama digunakan, menandakan bahwa intensitas peristiwa ini telah melampaui ambang batas sebelumnya.

"Ini setara dengan menambahkan Kategori 6 dan 7 pada skala badai tropis," ujar Alex Sen Gupta, ilmuwan iklim dari University of New South Wales, Australia.

McField juga menyampaikan contoh konkret tentang cepatnya kematian karang. Pada September 2023, sebuah terumbu ikonik di lepas pantai Honduras masih menunjukkan 46 persen tutupan karang hidup. Namun hanya dalam beberapa bulan, yakni pada Februari 2024, persentase itu merosot drastis menjadi hanya lima persen.

"Kami belum pernah melihat sebelumnya kematian massal seperti ini," ucapnya.

Menurut Inisiatif Terumbu Karang Internasional (International Coral Reef Initiative), tutupan karang hidup telah menyusut setengahnya sejak 1950 akibat perubahan iklim dan kerusakan lingkungan.

Padahal, terumbu karang tak hanya menopang keanekaragaman hayati laut, tetapi juga menyediakan makanan, perlindungan dari badai, dan mata pencaharian bagi ratusan juta orang yang tinggal di komunitas pesisir di seluruh dunia.

Ilmuwan memperkirakan bahwa pada tingkat pemanasan 1,5 derajat Celsius, sebanyak 70% hingga 90% terumbu karang dunia akan lenyap. Jika suhu global meningkat hingga 2 derajat Celsius, hampir semua terumbu akan musnah.

Saat ini, planet kita telah mengalami pemanasan sekitar 1,36 derajat Celsius dibandingkan masa pra-industri, menurut pemantau iklim Uni Eropa, Copernicus. Ambang batas 1,5 derajat bisa terlampaui lebih awal dari yang diperkirakan, yakni pada dekade berikutnya.

"Hubungan antara emisi bahan bakar fosil dan kematian karang adalah langsung dan tak terbantahkan," tegas Sen Gupta.

Lautan menyerap sekitar 90% panas berlebih akibat emisi gas rumah kaca dari aktivitas manusia seperti pembakaran batu bara, minyak, dan gas. Panas laut inilah yang menjadi penyebab utama pemutihan karang.

Sementara itu, pemerintah-pemerintah di dunia belum menunjukkan komitmen yang cukup kuat, ilmuwan memperingatkan bahwa jika kebijakan iklim saat ini dilaksanakan sepenuhnya, suhu global masih bisa naik hingga 3,1 derajat Celsius pada akhir abad ini-sebuah lonjakan yang akan membawa bencana tak terhindarkan bagi kehidupan laut dan jutaan manusia yang bergantung padanya.


(luc/luc)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Dunia Bergejolak, Komitmen Hadapi Perubahan Iklim Terpangkas

Next Article Arab Saudi Disebut Percepat 'Kiamat' Gegara Piala Dunia, Kok Bisa?

Read Entire Article
Ekonomi | Asset | Lokal | Tech|