Jakarta, CNBC Indonesia - Junta militer Myanmar dan kelompok oposisi utama telah mengindikasikan bahwa mereka akan memperpanjang gencatan senjata. Tindakan ini untuk memprioritaskan suplai bantuan kemanusiaan pasca gempa dahsyat pada akhir Maret lalu yang menewaskan lebih dari 3.600 orang dan menimbulkan krisis kemanusiaan.
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengatakan hal tersebut pada hari Jumat (18/4), usai pembicaraan tingkat tinggi.
Myanmar berada di tengah-tengah konflik yang meluas sejak militernya menggulingkan pemerintah terpilih pada tahun 2021 dan membentuk Dewan Administrasi Negara (SAC) untuk menjalankan negara tersebut.
Datuk Seri Anwar, yang juga ketua blok regional ASEAN, mengungkapkan hasil pembicaraan yang diadakan sejak 17 April dengan kepala junta militer Myanmar Min Aung Hlaing dan Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) bayangan yang memerangi militer.
"Akan ada gencatan senjata dan tidak ada provokasi yang tidak perlu, karena jika tidak, seluruh upaya kemanusiaan akan gagal," kata Anwar kepada wartawan di ibu kota Thailand.
"Pertukaran informasi awal saya dengan Perdana Menteri SAC (Dewan Administrasi Negara) dan NUG (Pemerintah Persatuan Nasional) sangat berhasil," imbuhnya, merujuk pada kepala junta Min Aung Hlaing.
Setelah gempa Maret lalu, junta Myanmar mengumumkan gencatan senjata selama 20 hari pada 2 April 2025, menyusul langkah serupa yang diambil NUG, dengan lebih dari 3,5 juta orang telah mengungsi akibat perang saudara dan ekonomi yang hancur.
Meski demikian, junta tetap melanjutkan operasi militer di beberapa wilayah, termasuk serangan udara, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan kelompok lainnya.
Dalam pembicaraannya dengan NUG, Anwar mengatakan bahwa ia telah menyampaikan bahwa ASEAN akan melanjutkan dialog dengan junta militer Myanmar. Bantuan kemanusiaan akan diberikan ke daerah-daerah yang membutuhkan, terlepas dari siapa yang memegang kendali.
"Kami memahami bahwa ASEAN, dalam perannya sebagai badan regional, mungkin berupaya untuk melibatkan semua aktor yang terlibat dalam situasi Myanmar," kata juru bicara NUG kepada Reuters.
Pembicaraan yang dipimpin Anwar sesuai dengan pendekatan Thailand terhadap krisis Myanmar, dengan penghentian konflik yang diperlukan agar bantuan kemanusiaan dapat berjalan, kata juru bicara kementerian luar negerinya.
"Ini adalah langkah awal yang positif bagi ASEAN untuk terlibat dengan Myanmar," kata Nikorndej Balankura kepada wartawan pada hari Jumat.
Perdamaian dan Pemilu
Langkah Anwar untuk terlibat langsung dengan junta, setelah bertahun-tahun ASEAN melarang para jenderal Myanmar dari pertemuannya karena kegagalan mereka untuk mematuhi rencana perdamaiannya, dapat memberikan peluang potensial untuk menyelesaikan konflik yang berlarut-larut.
Secara khusus, Anwar harus memperluas proses dialognya untuk mencakup empat organisasi etnis bersenjata tertua di Myanmar yang menguasai sebagian besar wilayah perbatasan negara itu, kata Fuadi Pitsuwan, seorang sarjana ilmu politik di Universitas Thammasat Bangkok.
"Mereka adalah pemangku kepentingan penting dalam setiap proses perdamaian yang layak," katanya.
Blok ASEAN, yang juga mencakup Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam, akan tetap fokus pada pelaksanaan rencana perdamaiannya, kata Anwar.
"Kami akan terus melibatkan semua pihak dalam mendukung perdamaian, rekonsiliasi, dan kesejahteraan rakyat Myanmar," katanya dalam sebuah posting Facebook setelah pertemuan tersebut.
Saw Taw Nee, juru bicara Karen National Union, sebuah kelompok etnis besar yang menguasai wilayah di sepanjang perbatasan Thailand-Myanmar, mendesak ASEAN untuk mengubah pendekatannya dan mengulurkan tangan.
"Para pemimpin ASEAN harus memberikan penghargaan dan mengakui kami," katanya kepada Reuters.
Langkah baru untuk mengintensifkan dialog di Myanmar juga muncul di tengah rencana junta untuk menyelenggarakan pemilihan umum pada bulan Desember, sebuah tindakan yang dicemooh oleh para pengkritiknya sebagai tipuan untuk mempertahankan kekuasaan para jenderal melalui perwakilan.
Di Bangkok, Anwar menggarisbawahi perlunya pemilihan umum yang inklusif, bebas, dan adil - sebuah pesan yang menurutnya telah disampaikan kepada junta, yang ingin terus melanjutkan rencana pemilihan umum tersebut tanpa penundaan.
Namun, beberapa analis memperingatkan bahwa ASEAN harus berhati-hati.
"Min Aung Hlaing telah menunjukkan bahwa ia tidak dapat dipercaya. Jadi ASEAN di bawah Anwar harus berhati-hati agar tidak tertipu," kata Thitinan Pongsudhirak, seorang ilmuwan politik di Universitas Chulalongkorn.
(fab/fab)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Perang Saudara Masih Acak-acak Negara Suriah
Next Article Perang Saudara Tetangga RI Memanas, Pemberontak Makin Ganas