Foto ilustrasi makanan cepat saji sumber gluten. / Freepik
Harianjogja.com, JAKARTA—Gluten bisa memicu reaksi serius bagi penderita alergi atau autoimun celiac, termasuk kerusakan usus halus, anemia, dan gangguan pertumbuhan. Hal ini disampaikan ahli gizi Dr. dr. Lucy Widasari, M.Si menyampaikan gluten bagi seseorang yang rentan alergi termasuk penderita celiac atau autoimun mengonsumsinya berisiko mengalami kekurangan nutrisi tertentu akibat sistem pencernaan terganggu.
Menurut dokter lulusan dari Universitas Hasanuddin (UNHAS) itu kerusakan sistem pencernaan atau usus pada penderita celiac, konsumsi gluten berulang dapat merusak vili atau tonjolan halus di usus halus.
“Sehingga menghambat penyerapan nutrisi seperti zat besi, vitamin B12, kalsium, folat, dan lain-lain. Kerusakan ini bisa timbul perlahan dan menyebabkan malabsorpsi atau gangguan penyerapan kronis,” kata Lucy, Sabtu (11/10/2025).
Lucy mengatakan beberapa risiko atau konsekuensi jika seseorang yang rentan terhadap gluten mengonsumsinya seperti mengalami anemia atau gangguan pertumbuhan.
“Karena usus rusak, penyerapan zat gizi terganggu, seseorang bisa mengalami defisiensi zat besi atau anemia, kekurangan vitamin, massa tubuh menurun, pada anak dapat terjadi pertumbuhan terhambat,” ujarnya.
Komplikasi sistemik atau organ lain juga menjadi risiko, misalnya osteoporosis karena gangguan penyerapan kalsium dan vitamin D, infertilitas, kerusakan saraf, kelelahan kronis, dan manifestasi ekstraintestinal lainnya.
Risiko peradangan atau iritasi dan gejala akut, kata Lucy, bila reaksi segera muncul, bisa berupa nyeri perut, diare, kembung, mual, muntah, bahkan reaksi alergi (pada kasus alergi gandum).
“Kualitas hidup menurun, gejala berulang seperti kembung, nyeri, kelelahan, hingga gangguan mood, ‘brain fog’ (kesulitan konsentrasi), nyeri sendi, dapat mengganggu aktivitas sehari-hari,” imbuh dia.
Dokter yang pernah sebagai evaluation specialist pada Tim TP2S Kantor Sekretariat Wakil Presiden (2019–2021) itu menjelaskan beberapa sumber umum makanan yang mengandung gluten, seperti gandum dan varietasnya yaitu tepung terigu, gandum utuh, spelt, kamut, farro.
Kemudian barley (jelai), produk tepung (roti, kue, biskuit, donat) yang menggunakan tepung gandum atau tepung campuran yang mengandung gluten, pasta yang berbahan gandum, sereal (jika menggunakan gandum, barley, malt).
“Penggunaan bersama (cross-contamination) ketika makanan bebas gluten tercemar tepung atau debu gluten dari alat dapur yang sama,” ujar dia.
Lebih lanjut, Lucy menambahkan gejala-gejala penting yang harus diwaspadai terutama bagi orang awam jika muncul setelah mengonsumsi makanan yang seharusnya bebas gluten seperti gejala pencernaan, yaitu nyeri atau kram perut kembung, diare atau sering buang air besar cair, konstipasi, mual atau muntah dan nafsu makan berkurang.
Sementara gejala umumnya seperti kelelahan berlebihan, sakit kepala atau migrain, nyeri sendi, otot, kesemutan atau mati rasa pada tangan atau kaki, hingga ruam, gatal pada kulit, dermatitis.
Menurut Lucy, dalam kasus alergi gandum reaksi biasanya cepat, dalam hitungan menit hingga beberapa jam setelah konsumsi (termasuk gejala seperti gatal, pembengkakan, reaksi alergi akut.
Dalam kasus sensitivitas non-celiac, gejala sering muncul beberapa jam hingga satu atau dua hari kemudian setelah konsumsi gluten.
“Sebagai ilustrasi, gluten biasanya dikeluarkan dari tubuh dalam 1–2 hari, tetapi efek dan gejala yang timbul dari paparan gluten bisa bertahan jauh lebih lama. Tingkat keparahan gejala yang ditimbulkan pun tergantung pada reaksi yang timbul dalam tubuh setiap orang,” jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara