Jakarta, CNBC Indonesia - Situasi krisis melanda Laos, tetangga RI di ASEAN. Negara yang tercekik tumpukan utang ke China itu, kini harus pula berjuang keras guna mengendalikan inflasi yang merajalela.
Harga pangan meningkat begitu tajam. Sehingga semakin banyak rumah tangga yang harus keras berjuang mencari makan.
Nilai uang mereka anjlok sejak Covid-19.Pandemi dan invasi Rusia ke Ukraina juga menyebabkan harga-harga di seluruh dunia melonjak.
Ini pun menerpa Laos. Negara itu bahkan mendapati dirinya tidak mampu mengerem inflasi.
Dalam data Bank Pembangunan Asia (ADB), harga meroket 23% pada tahun 2022 dan 31% pada tahun 2023. Tahun ini, 2024, harga diprediksi naik 25%.
Keluarga-keluarga khususnya sangat terpukul karena biaya bahan pokok seperti beras, gula, minyak, dan ayam naik dua kali lipat tahun lalu. Semakin banyak rumah tangga yang sangat membutuhkan makanan sehingga mereka sekarang harus mencari makan ekstra untuk melengkapi kebutuhan dapur, menurut survei rumah tangga Bank Dunia awal tahun ini.
Di sebuah pasar di Vientiane misalnya, para pedagang mengatakan mereka tidak pernah tahu bahwa bisnis bisa berjalan begitu lambat. Seorang pedagang emas mengatakan bahwa dulu pelanggan datang untuk membeli kalung, cincin, dan anting-anting untuk acara-acara khusus, namun kini semua orang hanyalah menjual barang-barang berharga mereka untuk mendapatkan uang tunai.
"Saya terkadang duduk sepanjang hari dan tidak ada yang membeli emas saya," kata pria berusia 45 tahun tanpa menyebutkan nama, sebagaimana dimuat AFP, dikutip Senin (18/11/2024).
"Toko saya dulu ramai tetapi sekarang tidak ada yang membeli emas. Mereka semua datang untuk menjualnya untuk mendapatkan uang," tambahnya.
Ia pun khawatir dengan bisnisnya. Padahal, tokonya udah ada selama 15 tahun dan baik-baik saja.
Meskipun pertumbuhan ekonominya konsisten selama tiga dekade, Laos tetap menjadi salah satu negara termiskin di Asia. Di mana infrastruktur transportasi terbatas dan kebanyakan terdiri dari tenaga kerja berketerampilan rendah, yang sebagian besar bekerja di bidang pertanian.
Harapan hidup hanya 69 tahun. ADB mengatakan bahwa hampir satu dari tiga anak di bawah usia lima tahun mengalami hambatan pertumbuhan karena kekurangan gizi, salah satu tingkat tertinggi di dunia.
Utang ke China
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah meminjam miliaran dolar dari negara tetangga China untuk mendanai kereta api berkecepatan tinggi senilai US$6 miliar. Utang juga dipakai untuk membuat serangkaian bendungan pembangkit listrik tenaga air utama, di negara yang bertujuan untuk menjadi pusat "baterai" Asia Tenggara itu.
World Bank (Bank Dunia) memperingatkan dalam sebuah laporan minggu lalu bahwa utang publik senili lebih dari US$13 miliar atau 108% dari PDB itu tidak berkelanjutan. Pembayaran utang memicu inflasi dengan menekan nilai kip (mata uang Laos), yang kehilangan setengah nilainya terhadap dolar pada tahun 2022, dan hampir seperlima dalam sembilan bulan pertama tahun 2024.
"Mengingat ketergantungan Laos yang besar pada impor, depresiasi kip telah mendorong kenaikan harga konsumen domestik dan inflasi, menekan permintaan domestik dan memperlambat pemulihan ekonomi," kata ekonom di Kantor Riset Makroekonomi ASEAN+3 (AMRO), Poh Lynn Ng.
Perlu diketahui pembayaran bunga sebesar U$1,7 miliar akan jatuh tempo pada tahun 2024 ini, dengan rata-rata US$1,3 miliar untuk tiga tahun ke depan. Ini diyakini selanjutnya akan makin mengikis cadangan devisa Laos.
Tanggapan Pemerintah dan Bank Sentral yang Lamban
Sebenarnya Bank of Lao, PDR, telah menaikkan suku bunga dan pada bulan Agustus. Pemerintah juga meluncurkan rencana yang bertujuan untuk menurunkan inflasi di bawah 20% pada bulan Desember.
Namun pengamat menilai ini terlalu lambat. Vivat Kittiphongkosol dari Joint Development Bank Laos mengatakan pemerintah kurang gesit untuk bereaksi saat masalah muncul.
"Untuk mengatasi masalah ekonomi ini, Anda tidak dapat memanfaatkan satu transaksi dan mengharapkannya menyelesaikan segalanya. Anda perlu melakukan banyak hal," tambahnya.
Alex Kremer, Country Manager Bank Dunia untuk Laos, juga memperingatkan langkah-langkah penghematan Laos akan berdampak buruk dalam jangka panjang. Pasalnya penangguhan dilakukan dengan pembatasan pengeluaran untuk kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.
"Kurangnya investasi dalam sumber daya manusia akan merusak produktivitas jangka panjang negara dan kemampuannya di masa depan untuk bersaing di pasar regional," katanya.
Sebaliknya, ia telah mendesak pemerintah untuk meningkatkan pendapatan dengan memangkas keringanan pajak. Termasuk dengan mencoba merestrukturisasi utangnya.
"Meskipun kecil, Laos terlalu penting bagi Beijing untuk dibiarkan gagal," kata Vivat dari JDB, menyinggung pentingnya Belt and Road Initiative (BRI), skema utang China, yang menghubungkan China barat daya dengan Singapura.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Inflasi di Turki Mulai Melambat, Ini Buktinya!
Next Article Utang China Makan Korban Baru, Tetangga RI Laos?